OJK Terima 449 Aduan Layanan Jasa Keuangan, Terbanyak soal Perbankan

Karena pengetahuan masyarakat mengenai perbankan sudah semakin besar, sehingga apa pun yang mereka hadapi tidak adil akan diadukan ke OJK.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Apr 2018, 15:15 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2018, 15:15 WIB
20151104-Layanan OJK.
Petugas saat bertugas di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sarjito mencatat pengaduan masyarakat mengenai transparansi layanan jasa keuangan mencapai 449 aduan pada kurun tahun 2013 hingga 2018.

Pengaduan tersebut sebagian besar mengenai keterbukaan informasi produk atau layanan perbankan yang dianggap tidak sesuai dengan penawaran di awal.

"Pengaduan terbesar pada sektor produk perbankan yang tidak sesuai sebesar 238 aduan. Kemudian, restrukturisasi kredit atau pembiayaan sebanyak 82 aduan, pencairan atau klaim asuransi 75 aduan, kesulitan klaim 71 aduan, dan permasalahan agunan atau jaminan 43 aduan," ujar Sarjito di Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Sarjito melanjutkan, data pengaduan konsumen ke OJK periode 2013 hingga 2018 menyebutkan pengaduan paling banyak adalah mengenai layanan perbankan, yaitu sebesar 53,3 persen. Lalu perasuransian sebesar 25,8 persen, lembaga pembiayaan (multifinance) sebesar 12,7 persen, pasar modal 3 persen, dan dana pensiun paling sedikit 1,3 persen.

"Jadi memang yang terbanyak adalah mengenai perbankan. Karena pengetahuan masyarakat mengenai perbankan ini sudah semakin besar, sehingga apa pun yang mereka hadapi tidak adil mereka akan mengadukan," jelas dia.

Pengaduan soal tidak transparannya produk perbankan akibat dari kesalahan pada awal perjanjian. Di mana, pemberi layanan keuangan tidak memberikan penjelasan lengkap mengenai produk yang ditawarkan. Hal ini kemudian merugikan bagi konsumen ketika timbul suatu masalah.

"Masalah aduan pada produk jasa keuangan di pengaduan produk perbankan. Pertama, calon konsumen dianggap mengerti risiko dari kartu dan kredit yang diberikan perbankan. Selalu orang mengatakan bahwa calon nasabah itu pasti sudah mengerti akan produk jasa keuangan, padahal tidak juga. Semua itu masih harus dijelaskan dengan clear," ujarnya.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

Tonton Video Ini:

promo first travel
Keputusan OJK melarang program promo First Travel berujung pada penutupan sejumlah kantor First Travel.

Aduan Lain

Sardito melanjutkan, selain informasi produk yang tidak terbuka, hal lain yang membuat pengaduan sektor perbankan cukup tinggi adalah penjelasan agen yang minim mengenai kartu kredit, kredit tanpa agunan (KTA), dan kredit mikro. Padahal, ketiga komponen ini memiliki tujuan dan penggunaan yang berbeda-beda.

"Hal ketiga yang membuat pengaduan perbankan besar, yaitu konsumen tidak menerima salinan perjanjian kredit. Keempat, penalti pelunasan yang dipercepat ditentukan sepihak. Kelima, tidak ada konfirmasi jumlah dana yang ditransfer. Keenam, perubahan bunga dan tenor yang tidak jelas," jelasnya.

Sementara itu, di sisi asuransi juga memiliki permasalahan yang sama. Di mana penyedia asuransi tidak jelas dalam memberikan informasi produk kepada nasabah (praktik telemarketing). "Misalkan biaya dan risiko tidak diinformasikan dengan baik, kadang saya sebagai calon nasabah ditawari hal yang terlalu menarik sekali," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya