Pertumbuhan Ekonomi RI dan Pelemahan Rupiah di Mata Bos BEI

Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Mei 2018, 19:42 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2018, 19:42 WIB
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi 2
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 dapat terus meningkat. Namun dia juga mengingatkan jika nilai Rupiah terus melemah bisa berdampak pada banyak hal. Mulai dari harga minyak hingga peningkatan harga barang konsumsi.

Dia menganalisis, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen, yang sedikit terangkat dibanding kuartal I 2017, 5,01 persen, merupakan sinyal bagus untuk menggapai target pertumbuhan ekonomi sampai 5,4 persen pada tahun ini.

"Ada peningkatan (pertumbuhan ekonomi), yakni 5,06 persen (2018) dibandingkan 5,01 persen tahun lalu. Menurut saya, kita bisa sampai 5,3-5,4 persen tahun ini," ucap dia di Jakarta, Senin (7/5/2018).

Meskipun begitu, ia turut menjelaskan adanya pengaruh dari pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap kenaikan harga minyak dunia. Untuk diketahui, harga pembelian minyak dunia untuk konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) menggunakan Dolar Amerika Serikat.

Dia memaparkan, negara saat ini masih harus mengimpor sekitar 800 ribu barel minyak. Pemerintah harus mengeluarkan sekitar USD 60 juta setiap harinya untuk mendatangkan minyak yang seharga USD 74 per barel.

"Ini jadi tantangan besar. Kalau subsidi (BBM) ditarik maka inflasi naik, belum lagi ada tahun politik. Kalau harga tetap, APBN bakal tergerus," tegasnya.

Akan tetapi, Tito percaya, bila target pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,4 persen pada tahun ini maka pendapatan negara tidak akan turun. Tapi, pemerintah harus mengantisipasi akibat pelemahan Rupiah lain seperti potensi kenaikan harga barang konsumsi.

"Yang menakutkan adalah, kenaikan harga barang-barang konsumsi seperti makanan cepat saji. Itu yang mesti ditata," tukas Tito.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal I 2018 Sebesar 5,06 Persen

Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi 4
Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,06 persen di kuartal I-2018 (Year on Year). Capaian ini lebih tinggi dibanding kuartal I-2017 yang sebesar 5,01 persen. 

"Dengan berbagai peristiwa di dalam maupun di luar negeri, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 sebesar 5,06 persen. Lebih bagus dibanding kuartal I-2017 sebesar 5,01 persen dan kuartal I-2016 sebesar 4,94 persen dan 4,83 persen di periode yang sama 2015," jelas Kepala BPS Suhariyanto saat Rilis Produk Domestik Bruto (PDB) Kuartal I-2018 dikantornya, Senin (7/5/2018).

Dia menjelaskan, ada beberapa hal yang mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 tersebut. Antara lain, harga komoditas migas dan nonmigas di pasar internasional kuartal I ini mengalami peningkatan, Inflasi di kuartal I ini terkendali. Nilai ekspor belanja barang Indonesia pada kuartal I 2018 mencapai USD 44,26 miliar. Sementara nilai impor mencapai USD 43,98 miliar.

"Kita berharap pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi lagi ke depan karena ada momen yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi, yakni ada Lebaran, Pilkada, Asian Games, dan momen lainnya," papar Suhariyanto. 

Sebelumnya, Ekonom dari Institute for Development of Economics andFinance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 5 persen di kuartalI-2018. Proyeksi tersebut lebih rendah dibanding perkiraan BankIndonesia (BI) dan pemerintah, masing-masing sekitar 5,11 persen dan5,2 persen.

"Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 diprediksi sebesar 5 persen ataustagnan dibanding kuartal I-2017," katanya di Jakarta, Senin(7/5/2018).

Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal I tahun lalu sebesar 5,01 persen.

Perlambatan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional, dijelaskan Bhima, karena dipengaruhi faktor konsumsi rumah tangga yang sedikit terkontraksi. Kondisi ini, sambungnya, tercermin dari data indeks penjualan riil yang melambat, khususnya pembelian durable goods atau barang tahan lama.

"Keyakinan konsumen juga rendah, penjualan kendaraan, khususnya penjualan mobil pada Januari-Maret ini tumbuh 2,8 persen (yoy) atau lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu," ujarnya.

 

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya