Daya Beli Lesu, Ramadan dan Lebaran 2025 Diramal Belum Bisa Dongkrak Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi di momen Lebaran 2025 ini diramal belum bisa mencuat, lantaran adanya pelemahan daya beli masyarakat. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, momentum Ramadan dan Lebaran kerap jadi indikator utama penguat ekonomi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana Diperbarui 29 Mar 2025, 11:00 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2025, 11:00 WIB
Warga Padati Pasar Tanah Abang Jakarta
Ribuan warga dari sejumlah daerah mulai berbelanja kebutuhan busana di pusat grosir tekstil terbesar di Asia Tenggara. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi di momen Lebaran 2025 ini diramal belum bisa mencuat, lantaran adanya pelemahan daya beli masyarakat. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, momentum Ramadan dan Lebaran kerap jadi indikator utama penguat ekonomi.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad bahkan memperkirakan, momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi ke level 5 persen.

Untuk diketahui, bulan suci Ramadan tahun ini berjalan penuh di Maret 2025, dengan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah diprediksi jatuh pada 31 Maret. Artinya, semua itu terjadi di kuartal I 2025.

Sayangnya, Tauhid menilai, faktor-faktor seperti pelemahan daya beli hingga maraknya aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) diklaim belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Ramadan dan Lebaran kali ini.

"Saya kira kuartal pertama menurut hitungan saya masih sekitar 4,9 persen. Agak berat untuk mencapai di angka 5 persen," ujar dia kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (29/3/2025).

Di sisi lain, Tauhid memperkirakan perputaran uang di momen pasca Lebaran 2025 bakal meningkat. Namun secara hitungan ekonomi, itu akan terjadi pada April 2025 atau di awal kuartal II.

"Konsumsi meningkat di perhitungan bulan April, yaitu kuartal kedua, pasca Lebaran. Kalau di Maret, month to month-nya pasti lebih tinggi (dibanding Februari 2025). Cuman, year on year-nya dibandingkan bulan Maret tahun lalu jelas pasti terjadi kontraksi. Itu yang menurut saya memang perlu ada perbaikan lah untuk itu," bebernya.

Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menganggap, momen Ramadan dan Lebaran yang terjadi di penghujung kuartal I tahun ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi.

 

Imbas Perputaran Uang Tak Optimal

Warga Padati Pasar Tanah Abang Jakarta
Salah satu pedagang mengatakan bahwa setiap menjelang Lebaran, Pasar Tanah Abang pasti akan dipadati pembeli dari berbagai daerah. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Imbas perputaran uang beredar yang mengecil pada momen Ramadan dan Lebaran tahun ini. Berdasarkan modelling yang dilakukan CELIOS, tambahan produk domestik bruto (PDB) dengan adanya Ramadan dan Lebaran 2025 hanya mencapai Rp 140,74 triliun.

Angka itu turun 16,5 persen dibanding tambahan PDB pada Ramadan dan Lebaran 2024 yang mencapai Rp 168,55 triliun. Sedangkan keuntungan pengusaha hanya Rp 84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp 100,83 triliun.

Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat, menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4 persen terhadap total DPK (Dana Pihak Ketiga).

Sehingga, Bhima memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 masih lebih lemah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

"Dengan berbagai indikator perekonomian tersebut, CELIOS memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2025 hanya 5,03 persen (year on year). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen," ungkapnya dalam keterangan tertulis.

 

Alasan Lain

Warga Padati Pasar Tanah Abang Jakarta
Sejumlah warga memadati Pasar Tanah Abang, Jakarta, Minggu (23/3/2025). (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Bhima tak memungkiri, adanya momen Ramadan dan Lebaran 2025 secara siklus mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi dibandingkan kuartal IV 2024. Sayangnya, berbagai alasan lain dari sisi makro dinilai belum membuat tingkat daya beli masyarakat cukup kuat.

"Namun, faktor seasonal yang diikuti pembagian THR tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat paska lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan," paparnya.

"Belanja pemerintah yang sedang efisiensi besar-besaran juga berpengaruh ke consumer confidences. Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya," tutup Bhima.

Infografis Antisipasi Potensi Risiko Tsunami Saat Arus Mudik Lebaran.
Infografis Antisipasi Potensi Risiko Tsunami Saat Arus Mudik Lebaran. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya