Rupiah Tembus 14.000 per Dolar AS, Sri Mulyani Sebut Akibat Kebijakan Amerika

Sri Mulyani Indrawati mengatakan, di tengah situasi pelemahan rupiah yang terus terjadi, pemerintah bersama BI akan berupaya menjaga kondisi ekonomi dalam keadaan stabil.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Mei 2018, 09:30 WIB
Diterbitkan 08 Mei 2018, 09:30 WIB
Rupiah-Melemah-
Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika (USD) terus merosot beberapa waktu belakangan. Bahkan pada perdagangan Senin kemarin (7/5), rupiah sempat tembus sekitar Rp 14.003 per USD.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, di tengah situasi pelemahan rupiah yang terus terjadi, pemerintah bersama Bank Indonesia akan berupaya menjaga kondisi ekonomi dalam keadaan stabil.

"Kita akan terus bersama sama Bank Indonesia dan seluruh kementerian akan menjaga kinerja dan fondasi Indonesia," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin malam (7/5/2018).

Sri Mulyani menjelaskan, pelemahan rupiah terjadi karena sentimen pasar menyikapi berbagai kebijakan Amerika Serikat. Termasuk kenaikan suku bunga acuan Negeri Paman Sam tersebut.

"Dalam situasi di mana pasar saat ini sedang melakukan penyesuaian karena adanya pertama perubahan di dalam kebijakan pemerintah Amerika setiap data dan kenaikan suku bunga yang terjadi di Amerika Serikat pasti menunjukkan dampak di seluruh dunia," jelasnya.

"Maka dalam situasi seperti ini kita akan terus menjaga perekonomian Indonesia, fondasi kita perkuat kinerja kita perbaiki sehingga apa yang disebut sentimen market itu relatif bisa netral terhadap Indonesia," dia menambahkan.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, dari sisi pengelolaan fiskal, defisit Indonesia masih terus terjaga. Sementara dari sisi pembayaran dan ekspor Indonesia masih memiliki kinerja yang baik.

"Saya ingin tegaskan bahwa pengelolaan dari sisi fiskal kita, defisit tetap terjaga. Dari sisi neraca pembayaran kita tetap bagus, ekspor kita memiliki pertumbuhan yang cukup baik dan juga pertumbuhan ekonomi kita juga cukup bagus inflansi kita rendah," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Tonton Video Ini:

Rupiah Tembus 14.000 per Dolar AS, Terendah Sejak Desember 2015

Nilai tukar rupiah kembali terpuruk. Rupiah tercatat diperdagangkan di atas 14.000 per USD untuk pertama kalinya sejak Desember 2015. Ini dipicu kekhawatiran jika pertumbuhan ekonomi yang di luar target, dapat membatasi opsi bank sentral untuk mempertahankan mata uang ini.

Mengutip laman Bloomberg, Senin (7/5/2018), rupiah anjlok 0,5 persen menjadi 14.003 per USD, sebelum diperdagangkan pada 13.999 pukul 4.55. Dalam tiga bulan terakhir, mata uang Garuda telah melemah 3,2 persen. Ini membuatnya menjadi pemain terburuk kedua di Asia setelah rupee India, mengutip data Bloomberg.

Perekonomian Indonesia dilaporkan tumbuh di luar target pada kuartal I tahun ini. BPS melaporkan ekonomi nasional hanya tumbuh 5,06 persen dari target 5,2 persen.

Kondisi ini diprediksi akan mempersulit langkah Bank Indonesia untuk meningkatkan suku bunga guna melindungi mata uang. Bank sentral telah meningkatkan pembelian obligasi negara dari pasar sekunder untuk membendung aksi jual dan melakukan intervensi di pasar valas untuk menstabilkan rupiah.

Menurut Mingze Wu, pedagang mata uang INTL FCStone Inc di Singapura, tekanan pada mata uang dapat terus berlanjut karena investor asing akan mengonversi dividen dan pembayaran bunga saham dan obligasi dalam denominasi rupiah menjadi dolar. "Ini hanya musiman yang menambah tekanan," kata Wu.

"Meskipun demikian, 14.000 adalah penghalang psikologis sehingga bank sentral mungkin masih memainkan bagian untuk mempertahankan ini," lanjut dia.

Namun, Kepala Ekonomi dan penelitian PT UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja, menilai ada kesalahpahaman jika ekonomi Indonesia tampak sedang menuju kemunduran seperti yang ditunjukkan oleh depresiasi rupiah.

“Tapi kami melihat ini sebagai penguatan dolar yang luas, dan upaya yang diambil oleh Bank Indonesia untuk campur tangan dari waktu ke waktu untuk memperbaiki kesalahpahaman dibenarkan,” dia menuturkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya