Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terus melemah hingga menembus level 14.000 per dolar AS pada pekan ini. Bagi perusahaan yang berorientasi impor, pelemahan ini menjadi beban karena biaya produksi bertambah. Sedangkan bagi perusahaan yang berorientasi ekspor, pelemahan ini menjadi peluang.
Lalu bagaimana dengan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (Antam) yang merupakan eksportir nikel?
Deputy Manager Unit Bisnis Pertambangan Nikel Antam Sulawesi Tenggara Nilus Rahmat mengatakan, pelemahan rupiah hingga ke level 14.000 per dolar AS ini tentu saja berdampak kepada perusahaan. Dengan pelemahan rupiah ini pendapatan Antam menjadi lebih besar karena harga nikel menggunakan basis dolar AS.
Advertisement
Baca Juga
"Ada pengaruh diharga jual karena harga jadi lebih mahal," kata Nilus, di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, Rabu (9/5/2018).
Namun memang, dampak ini tak begitu besar karena kenaikannya hanya karena selisih nilai tukar. Berbeda jika dibandingkan jika harga nikel sendiri yang mengalami kenaikan.
"Ada pengaruh tapi sedikit, pendapatan lebih besar karena jual pakai dolar AS. Sebenarnya harga itu ditentukan pasar, kalau Antam lebih condong ke harga yang lebih baik," ucapnya.
Dalam menjual nikel dan feronikel hasil produksi, Antam melakukan kontrak dalam jangka waktu tertentu serta menjual di pasar spot. Tentu saja yang berdampak jika ada selisih nilai tukar di pasar spot.
Sedangkan untuk kontrak jangka panjang karena harga dan nilai tukar sudah dipatok dari awal transaksi maka pelemahan rupiah ini tidak berdampak ke pendapatan.
Genjot Ekspor
Sebelumnya, pelemahan nilai tukar kurs rupiah ini ternyata dimanfaatkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk meningkatkan ekspor. Upaya ini dilakukan PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III dan PT Barata Indonesia (Persero).
Direktur Utama PTPN III (holding), Dolly P Pulungan mengatakan perusahaan saat ini tidak terlalu mempermasalahkan pelemahan rupiah tersebut. Karena sebagian pendapatan perusahaan berbentuk dolar AS, terutama dari produk ekspor.
"Alhamdulillah kita genjot ekspor terus dan kita coba untuk tidak melalui trader jadi langsung ke user. Dengan ini, diharapkan bisa memperoleh pendapatan yang lebih maksimal. Jadi pelemahan rupiah ini kita masih bisa atasi," ujarnya.
Dolly mengatakan, potensi ekspor langsung ke pembeli tersebut sangatlah besar. Selama ini dengan melalui pihak ke tiga, rantai distribusi ekspor PTPN III cukup panjang. Dengan demikian, pendapatan yang diperoleh perusahaan tidak maksimal.
PTPTN III menargetkan ekspor hasil produknya, terutama komoditas kelapa sawit 400 ribu ton. Dengan mencoba langsung ke pembeli, perusahaan menargetkan bisa mengekspor 2,5 juta ton produknya.
Sementara di kesempatan yang sama, Direktur Utama Barata Indonesia Silmy Karim mengaku perusahaannya memiliki beberapa produk andalan yang bisa ditingkatkan ekspornya, seperti prasarana kereta api.
"Kita kan ada juga ekspor beberapa produk di beberapa negara. Pendapatan dolar AS kami itu setiap tahun ada sekitar USD 5 juta. Jadi rupiah yang melemah ini masih aman lah buat kita," tegasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement