Ada Ketidakpastian, Bos BEI Harap Suku Bunga Acuan Tetap

Direktur Utama BEI, Tito Sulistio menuturkan, suku bunga tinggi dapat mendorong dana ke deposito. Akan tetapi, situasi internal dapat jadi pertimbangan.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Mei 2018, 12:26 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2018, 12:26 WIB
Suku Bank Bank
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menggelar pertemuan dua hari pada 16-17 Mei 2018. Manajemen PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai, BI perlu mempertimbangkan situasi terkini terkait maraknya aksi bom dan ketidakpastian eksternal sehingga perlu pertahankan suku bunga acuan atau BI 7 days repo rate.

"Musuh pasar saham bunga tinggi. Karena nanti ke deposito. Sekarang 4,25 persen. Semua ada momentum. Situasi permintaan bunga naik sudah cukup lama saat the fed naik (suku bunga), Indonesia belum naikkan,” ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio kepada Liputan6.com, Kamis (17/5/2018).

Dengan nilai tukar rupiah tertekan menjadi 14.000 per dolar AS, ada harapan BI dapat segera menyesuaikan suku bunga. Langkah tersebut untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Namun, Tito mengatakan, kondisi sekarang sudah berbeda sehingga BI diharapkan dapat mempertahankan suku bunga acuan.

"Dampaknya tidak seperti dua minggu lalu. Orang sudah restore in. Naikkan suku bunga bunga kredit naik cost of fund. Jangka medium naikkan permintaan rupiah. Sekarang kalau saya sudah lebih baik stay (suku bunga-red),” ujar Tito.

Tito menuturkan, ada sejumlah faktor membuat BI tetap pertahankan suku bunga acuan. Salah satunya aksi teror bom kembali terjadi. Hal tersebut menimbulkan ketidakpastian di pasar. Ditambah kondisi eksternal dengan potensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China dan kebijakan presiden AS Donald Trump.

Tito mengatakan, ekonomi Amerika Serikat (AS) yang sedang bagus turut mendukung penguatan dolar Amerika Serikat. Untuk menghadapi hal itu, menurut Tito, pemerintah perlu memberikan kepastian terutama subsidi energi mengingat harga minyak dunia naik. Padahal pemerintah Indonesia bergantung pada impor minyak. Di sisi lain, Indonesia juga hadapi tahun politik.

"Pertanyaan kuatkah negara? Impor 800 ribu barel minyak setiap hari. Kebutuhan sekitar USD 60 juta. Pernyataan subsidi Rp 10 triliun mau dibebankan ke Pertamina. Masih didiskusikan, APBN akan terkena. Tidak apa tapi certainty. Investor hitung kekuatan negara lewat APBN,” ujar dia.

 

Bankir Prediksi BI Naikkan Suku Bunga

Suku Bank Bank
Ilustrasi Foto Suku Bunga (iStockphoto)

Sebelumnya, PT Bank Central Asia Tbk atau Bank BCA menilai kesiapan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga acuan atau 7-Day Reverse Repo Rate sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.

"Saya pikir seperti market ekspektasi juga, ya kita mengharapkan itu hal yang positif menurut saya kalau naik," kata Direktur Keuangan PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Vera Eve Lim, di Jakarta, Selasa 15 Mei 2018.

Vera memperkirakan besaran kenaikan suku bunga acuan hingga 25 basis poin (bps). Namun, dia mengatakan perbankan tidak mungkin langsung menaikkan suku bunga kredit.

"Paling tidak 25 bps-lah ya. Saya pikir kalau 25 bps enggak terlalu berpengaruh kepada bunga kredit. Dan momentumnya harus kita jaga," ujarnya.

Saat ini, lanjutnya, pertumbuhan kredit pada kuartal II-2018 dalam kondisi cukup bagus, bahkan lebih baik dari tahun lalu sehingga tidak perlu langsung menaikkan bunga kredit agar tidak mengganggu kondisi tersebut.

Sebelumnya, BI mempertimbangkan untuk menaikkan suku bunga acuan. Hal ini sebagai respons untuk mengendalikan nilai tukar rupiah yang terus melemah hingga tembus 14.000 per dolar AS.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, hal tersebut akan dibahas dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang digelar pada pertengahan bulan ini.

"Bank Indonesia sudah sampaikan bahwa nanti di RDG tanggal 16-17 Mei ada RDG bulanan untuk menentukan arah kebijakan moneter," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya