Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) justru dinilai akan menurunkan angka pertumbuhan ekonomi 2018. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen di 2018.Â
"Perhitungan saya juga sama, bahwa kenaikan suku bunga acuan BI, suku bunga pasar uang antar bank akan naik sehingga direspons dengan suku bunga kredit dan deposito," kata Ekonom Bank Permata, Josua Pardede saat ditemui di Gedung BI, Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Advertisement
Baca Juga
Kondisi tersebut, lanjutnya, dapat membuat gejolak di pasar valuta asing (foreign exchange market atau forex).
"Sehingga pasar Forex juga semakin mahal dan mengganggu. Akan berdampak pada perekonomian, khususnya dari sisi sektor riil karena cost of borrow-nya akan semakin mahal, sehingga pertumbuhan kredit pun akan lebih rendah dari ekspektasi sebelumnya," ujarnya.
Selain itu, Josua mengatakan bahwa angka pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2018 juga sudah terlihat menurun. Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I ini sebesar 5,06 persen.Â
"Pertumbuhan ekonomi juga kalau lihat dari realisasi kuartal I sebenarnya masih lebih rendah dari pemerintah dan BI sendiri. Jadi, saya pikir memang ada konsekuensi terhadap pertumbuhan ekonomi kalau BI pada tahun ini menaikkan hingga 50 basis poin (bps)," jelasnya.Â
Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5 persen akan dapat mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi 2018. Akan tetapi, perubahan tersebut sangat tipis sehingga angka pertumbuhan ekonomi tahun ini masih akan berada dalam range target.
"Mungkin hanya slightly (sedikit) turun dari angka proyeksi kita sebelum ada perubahan policy rate," ujarnya.
Â
Reporter :Â Yayu Agustini Rahayu Achmud
Sumber : Merdeka.com
Suku Bunga Acuan BI Naik Jadi 4,50 Persen
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menaikkan suku bungaacuan pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 16-17 Mei 2018. Penetapan ini sesuai dengan prediksi beberapa ekonom.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menjelaskan, dewan gubernur memutuskan menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,50 persen dengan suku bunga Deposit Facility tetap naik menjadi 3,75 persen dan Lending Facility naik menjadi 5,25 persen.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia 16-17 Mei memutuskan menaikkan suku bunga 25 basis poin ‎ menjadi sebesar 4,50 persen dan berlaku efektif 18 Mei 2018," kata Agus, di Gedung BI, Jakarta, pada 17 Mei 2018.Â
Agus mengungkapkan, kebijakan yang diambil Bank Indonesia masih sejalan dengan sasaran inflasi sebesar 3,5 plus minus 1 persen pada 2018 serta mengelola ketahanan faktor eksternal‎.
"Hal ini untuk memperkuat kebijakan dan meningkatkan stabilitas makroekonomi," tandasnya.
Ke depan, BI tetap fokus dalam menjaga stabilitas perekonomian yang menjadi landasan utama bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Sejumlah risiko global tetap perlu diwaspadai karena dapat mengganggu perekonomian domestik, seperti peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia, kenaikan harga minyak, dan kemungkinan berlanjutnya perang dagang AS-China.
BI juga melanjutkan upaya stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dengan tetap mendorong bekerjanya mekanisme pasar. Kebijakan tersebut ditopang oleh pelaksanaan operasi moneter yang diarahkan untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar valas maupun pasar uang.
Selain itu, Bank Indonesia juga menerapkan kebijakan makroprudensial, di antaranya dengan tetap mempertahankan Countercyclical Capital Buffer (CCB) sebesar 0 persen, untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan.
Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat implementasi reformasi struktural.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus memonitor perkembangan ekonomi dan siap menempuh langkah-langkah yang lebih kuat guna memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi.
Advertisement