Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan total penerimaan pajak pada semester I 2018 mencapai Rp 581,54 triliun. Angka ini sekitar 40,84 persen dari target tahun ini yang sebesar Rp 1.424 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan mengatakan, capaian penerimaan pajak ini tumbuh 13,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.‎
"Penerimaan pajak sampai semester I Rp 581,54 triliun. Itu berasal dari PPh nonmigas, PPN, PPnBM, Pph migas‎. Ini tumbuh 13,9 persen dan sudah 40,84 persen dari target," ujar dia di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Advertisement
Baca Juga
Sementara itu, Direktur Potensi dan Kepatuhan Perpajakan Yon Arsal mengungkapkan, penerimaan dari PPh pasal 21 atau pajak orang pribadi karyawan tumbuh 22,23 persen, PPh pasal 22 impor tumbuh 28 persen. Kemudian PPh badan tumbuh 23,9 persen, PPh orang pribadi 20,06 persen dan PPN impor tumbuh 24,29 persen.
‎"PPh 21 sudah Rp 67,9 triliun, tumbuh 22,32 persen, tahun lalu tumbuh minus 4 persen. PPh 22 impor Rp 27,02 triliun, tumbuh 28 persen, tahun lalu 11,35 persen. PPh orang pribadi nilainya Rp 6,98 triliun tumbuh 20,06 persen, tahun lalu 56,3 persen.," jelas dia.
"PPh badan Rp 119,9 triliun tumbuh 23,79 persen, tahun lalu 12 persen.‎ PPN dalam negeri Rp 127,18 triliun, tumbuh 9,1 persen, tahun lalu 14 persen‎. PPN impor Rp 83,86 triliun, tumbuh 24,29 persen, tahun lalu 14,25 persen," imbuh dia.
Sementara jika dilihat dari sektor, pertumbuhan terbesar dari sektor pertambangan yang tumbuh sebesar 79,71 persen. Kemudian sektor pertanian 34,25 persen, perdagangan 27,91 persen dan industri pengolahan 12,64 persen.
"Target pertumbuhan kita 23 persen, sekarang sudah 14 persen.‎ Dengan non tax amnesty sekarang 17 persen," tandas dia.
Patuh Lapor Pajak, UKM Bisa Mudah Dapat Kredit
Kebijakan Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan menambah peluang usaha. Selain itu, kebijakan tersebut memberikan kemudahan kepada pelaku usaha untuk mendapat kucuran kredit perbankan.
"Jika masyarakat (UMKM) membayar pajak, maka akan terbuka lapangan usaha yang luas. Maka, UMKM harus punya NPWP, maka sektor bank akan terbuka luas, meningkatkan reputasi UMKM ini sendiri," ujar Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Kementerian Keuangan, Yon Arsal seperti ditulis Sabtu (7/7/2018).
Menurut Yon Arsal, salah satu syarat usaha agar bisa mendapatkan pembiayaan dari bank (bankable) adalah dengan cara memiliki NPWP serta pembukuan usaha yang laik. Oleh karenaya, kata dia tidak hanya dengan meningkatnya reputasi saja, UMKM juga bisa meluaskan peluangnya dalam mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"Oleh karena itu, melalui kebijakan PPh Final 0,5 persen ini, pemerintahan Jokowi mendorong agar kalangan UMKM naik kelas serta memiliki peluang meningkatkan modal serta membuka akses," tandasnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo resmi merevisi Pajak Penghasilan (PPh) final bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) pada akhir Juni 2018 lalu. Kini, tarif PPh final yang dibebankan kepada pelaku UMKM hanya dipatok sebesar 0,5 persen dibanding sebelumnya yakni senilai 1 persen.
Aturan penurunan tarif PPh Final bagi para pelaku UMKM itu ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Aturan tersebut berlaku secara efektif mulai 1 Juli 2018.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement