Mendag Minta Distributor Telur Lapor Stok dan Keuntungan

Dengan ada laporan stok dan keuntungan yang dipatok oleh distributor ayam, pemerintah harap awasi lebih ketat.

oleh Septian Deny diperbarui 16 Jul 2018, 20:07 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2018, 20:07 WIB
Harga-Telur-Ayam
Pekerja mengankat peti telur ayam diagen, Jakarta, Senin (27/3). Pemerintah dinilai lamban mengatasi kondisi kelebihan pasokan ayam hidup dan telur, menyebabkan harga jatuh di tingkat peternak. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta para distributor ayam dan telur untuk melaporkan stok dan keuntungan yang diterima.

Sebab, kenaikan harga telur ayam yang terjadi disinyalir akibat tingginya keuntungan yang diterima oleh para distributor tersebut.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita mengungkapkan, jumlah distributor dalam rantai pasok ayam dan telur berbeda-beda untuk tiap daerah. Semakin dekat dengan sentra peternakan ayam, rantai distribusinya semakin pendek, begitu juga sebaliknya.

"Setiap daerah mata rantai macam-macam. Ada yang hanya 3 (distributor), ada yang 5, ada yang 2. Di Boyolali, Blitar mata rantainya tidak panjang. Tapi kalau ada di daerah ada 1, 2, 3 4, 5. Itu yang terjadi. Ini sama dengan berbagai komoditi yang lain. Kita tenggarai yang menikmati itu di mata rantai ini, kenaikan itu," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin (16/7/2018).

Namun demikian, setelah mengumpulkan para pelaku usaha yang terkait dengan komoditas ayam dan telur pada hari ini, disepakati jika pelaku usaha termasuk distributor tidak akan mengambil keuntungan yang berlebihan.

"Kita sekarang dari hal-hal yang tadi maka ada beberapa langkah ke depan yang juga dapat respon positif dari pelaku yaitu jangan mengambil tambahan keuntungan," kata dia.

Selain itu, Kemendag juga meminta para produsen dan distributor untuk melaporkan stok dan pasokan serta keuntungan yang dipatok. Enggartiasto berharap dengan demikian pemerintah bisa mengawasi secara lebih ketat pasokan dan harga ayam serta telur ini.

"Ini kita meminta mereka menyuplai data. Bagi mereka tidak mendaftarkan kami ambil tindakan, sama seperti gudang dan distributor yang ada. Kami didukung oleh Satgas Pangan. Kita nanti dengan pendataan ini berapa margin yang tolerable sampai kami nanti akan potong mata rantai itu. Jadi sekaligus saja kalau dagang, dagang dengan baik," ujar dia.

 

Empat Penyebab Harga Ayam dan Telur Bergejolak

Harga-Telur-Ayam
Suasana di agen telur ayam di Jakarta, Senin (27/3). Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat menilai pemerintah lamban mengatasi kondisi kelebihan pasokan ayam hidup dan telur, menyebabkan harga jatuh di tingkat peternak. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah jika gejolak harga daging ayam dan telur disebabkan oleh aksi penimbunan.

Saat ini harga daging ayam di Jakarta berada di kisaran Rp 37 ribu per kg, sementara telur ayam mencapai Rp 29 ribu per kg.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menyatakan, secara logika, komoditas lantaran ayam dan telur tidak bisa ditimbun. Hal ini lantaran kedua komoditas tersebut bukan barang yang tahan lama dan membutuhkan biaya untuk menahannya di dalam peternakan atau gudang.

"Sekarang kalau mau menimbun ayam harus dikasih makan, jadi tidak bisa. Secara relatif tidak bisa dilakukan penimbunan, tapi kita lihat secara keseluruhan, kita update posisi itu semua. Kementan akan menyiapkan update kembali evaluasi," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Senin 16 Juli 2018.

Dia mengungkapkan, banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan harga daging ayam dan telur ini. Pertama, soal penurunan produktivitas dari ayam akibat penggunaan obat-obatan yang dikurangi.

"Banyak faktor yang bisa mempengaruhi. Bicara mengenai tingkat produktivitas dari ayam itu sendiri, ini juga dilakukan penelitian mulai dinas sampai kementerian, kita sepakat kurangi kadar obat-obatan supaya lebih sehat terutama antibiotik, tapi berisiko pada tingkat kematian dan lain-lain," kata dia.

Kedua, faktor cuaca ekstrem di sejumlah wilayah yang menjadi sentra peternakan ayam. Hal ini juga mempengaruhi produktivitas dari ayam.

"Ada cuaca yang ekstrem. Kita tidak mencari ayam (kambing) hitam. Seperti di Dieng sampai ber-es," lanjut dia.

Faktor ketiga, yaitu penurunan suplai ke pasaran lantaran ada masa libur Lebaran. Hal ini membuat pasokan ke pasar berkurang sementara permintaan meningkat.

"Kemudian, dari sisi suplai ke pasar terjadi pengurangan yang disebabkan masa libur yang panjang. Ternyata mereka yang bekerja di peternakan ini mau cuti," ungkap dia.

Keempat, ada dugaan pihak-pihak tertentu menaikkan harga untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Terlebih saat Lebaran lalu.

"Ada potensi menikmati margin keuntungan dari pedagang. Ada dugaan seperti itu. Faktor ini yang terakumulasi sehingga pasokan dan pendistribusian ini relatif terganggu," ujar dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya