Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina EP mengeluhkan masalah tumpang tindih lahan yang dianggap menghambat produksi minyak dan gas (migas) perseroan. Masalah penggunaan lahan seperti pengeboran ilegal turut menghambat rencana awal perseroan yang hendak mengembangkan 60 sumur migas.
"Rencananya, di semester I itu kita mau mengembangkan 60 sumur. Realisasinya hanya 42 sumur. Sebagian terkendala karena masalah ilegal drilling," kecam Presiden Direktur PT Pertamina EP, Nanang Abdul Manaf, di Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Dia pun mengatakan, pengembangan 8 sumur Pertamina EP di Jambi terkendala akibat tindak pengeboran ilegal tersebut. "Rupanya illegal drilling ini musiman. Ketika harga minyak naik, mulai ramai," ungkapnya.
Advertisement
Oleh karenanya, Nanang berharap, pihak berwenang mulai dari aparat keamanan, pemerintah daerah (Pemda) hingga tokoh masyarakat dapat bantu menyelesaikan perkara ini.
"Ilegal drilling kan tidak mungkin Pertamina menyelesaikannya sendiri. Kita butuh secara komprehensif penyelesaiannya. Karena kalau tidak, kita akan tersendat-sendat terus masalah kegiatan di lapangan ini, terutama untuk sumur-sumur pengembangan yang impact-nya langsung ke produksi," tuturnya.
Selain itu, dia juga meminta dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) agar dapat memperjelas kepemilikan tanah dengan menunjukkan sertifikat kepemilikan lahan.
"Kadang-kadang faktanya di lapangan sudah ada sertifikat, tapi masuknya wilayah kehutanan. Kita kan jadi agak repot, ini harus ke mana ngurusnya," keluh dia.
"Jadi kalau di hulunya tidak selesai, akan jadi domino effect. Ke belakangnya ya mundur semua. Ini challenge, tantangan buat kita," tambah Nanang.