Kerusakan Lingkungan Rp 185 T oleh Freeport Terhitung Bukan Kerugian Negara

Anggota Komisi VII DPR mengangkat laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) senilai Rp 185 triliun.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Okt 2018, 14:29 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2018, 14:29 WIB
Aluminimum produksi PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) di Kuala Tanjung Sumatera Utara. (Ilyas/Liputan6.com)
Anggota Komisi VII DPR mengangkat laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) senilai Rp 185 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VII DPR mengangkat laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait potensi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) senilai Rp 185 triliun. Benarkah itu merupakan kerugian negara dan besaran denda yang harus dibayarkan PTFI? 

Permasalahan ini bermula dari hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas Kontrak Karya (KK) PTFI tahun 2013 sampai dengan 2015 pada Kementerian ESDM dan Kementerian KLHK. Hasil pemeriksaan tersebut telah dipublikasikan pada April 2017. 

Berdasarkan dokumen pemeriksaan BPK tersebut, angka Rp 185 triliun bukan merupakan kerugian atau pun denda yang harus dibayarkan PTFI. Angka itu juga bukan merupakan temuan dan tidak dicantumkan dalam kesimpulan pemeriksaan BPK yang harus ditindaklanjuti. 

Angka tersebut merupakan salah satu komponen alasan dilakukannya pemeriksaan oleh BPK dan secara teknis angka tersebut disebut sebagai “jasa ekosistem uang hilang.” Berikut kutipannya: 

“Hasil perhitungan jasa ekosistem oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) yang hilang akibat tailing PTFI berdasarkan analisis perubahan tutupan lahan tahun 1988-1990 dan 2015- 2016 oleh LAPAN menunjukan nilai jasa ekosistem sebesar Rp 185,018 triliun.” 

“Perhitungan ini masih perlu didiskusikan lagi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup apakah sesuai dengan ketentuan yang ada. Selain itu perhitungan ini yang telah memperhitungkang pengaruhnya ke lokasi laut dengan perhitungan jasa ekosistem Rp 166,09 triliun pun masih perlu didiskusikan kewajarannya.” 

Kutipan dari BPK tersebut meminta Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk memverifikasi kewajaran nilai tersebut dan apakah metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai tersebut sudah berdasarkan aturan yang ada. 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya