Sri Mulyani: RI Harus Perbaiki Kelemahan Ekonominya

Sri Mulyani menyatakan jika saat ini Indonesia fokus membangun ekonomi yang kuat.

oleh Septian Deny diperbarui 06 Des 2018, 11:00 WIB
Diterbitkan 06 Des 2018, 11:00 WIB
3 Menteri Jokowi Umumkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI
Menkeu Sri Mulyani (dua kanan) didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan), Gubernur BI Perry Warjiyo (dua kiri), dan perwakilan OJK Nurhaida (kiri) saat meluncurkan Paket Kebijakan Ekomomi XVI, Jakarta, Jumat (16/11). (Liputan6.com/AnggaYuniar)

Liputan6.com, Nusa Dua - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membuka The 8th Annual International Forum on Economic Development and Public Policy.

Pada 2018, konferensi di bidang fiskal tersebut mengangkat tema‎ Building For The Future: Strengthening Economic Transformation In Facing Forward Global Evolution.

Dalam sambutannya, Sri Mulyani menyatakan jika saat ini Indonesia fokus membangun ekonomi yang kuat. Oleh sebab itu, pemerintah perupaya mendesain kebijakan fiskal yang guna memperkuat struktur ekonomi dan mengantisipasi tantangan ekonomi global.

"Fokus Indonesia untuk terus membangun ekonomi yang kuat dan bagaimana transformasi yang harus di desain, kita siapkan sehingga Indonesia mampu terus maju dan bisa menyelesaikan atau menjawab berbagai kelemahan-kelemahan yang masih ada," ujar dia di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/12/2018).

Menurut dia, saat ini Indonesia masih memiliki sejumlah kelemahan yang perlu diperbaiki guna memperkuat ekonomi seperti soal necara pembayaran, industrialisasi, dan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar lebih produktif.

"Kita juga harus sangat sadar bahwa lingkungan global berubah sangat dinamis dan cepat. Apakah itu hubungan perdagangan antara Amerika dengan negara-negara lain, apakah ini berhubungan dengan bagaimana perdagangan kalau ada perbedaan diselesaikan," kata dia.

Sri Mulyani berharap, ajang pertemuan ini mampu menghasilkan masukan bagi Indonesia dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan fiskal agar mampu menghadapi perubahan ekonomi global.

"Kita antisipasi lingkungan global yang sedang mengalami evolusi atau perubahan yang dinamis, yang kemudian berakibat kepada harga komoditas, kepada nilai tukar, kepada suku bunga dan arus modal," ujar dia.

 

Sektor Pariwisata dan industri Jadi Kunci Ekonomi RI Stabil

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara. (Yayu Agustini Rahayu Achmud/Merdeka.com)
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara. (Yayu Agustini Rahayu Achmud/Merdeka.com)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan, salah satu syarat agar ekonomi Indonesia dapat tumbuh stabil di atas lima persen adalah dengan menjaga defisit transaksi berjalan yang tetap rendah di bawah 2 persen terhadap PDB.

"Jika Indonesia mau tumbuh di atas 5 persen dan stabil tanpa volatilitas kita harus berusaha untuk mengatur defisit transaksi berjalan tidak lebih dari 2 persen," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, dalam acara 'High Level Policy Round Table on Manufacturing Sector Review, di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu 5 Desember 2018.

Jika tidak demikian, ekonomi Indonesia masih rentan terhadap fluktuasi perekonomian global, misalnya tekanan dari pergerakan nilai tukar dolar Amerika Serikat.

"Jika (defisit transaksi berjalan) kita bergerak di atas 2 persen GDP maka setiap saat ketika alam pergerakan dolar AS maka rupiah melemah, jika rupiah melemah itu akan menghantam industri, pinjaman luar negeri," ujar Mirza.

Oleh karena itu, dia mendukung perubahan dalam struktur yang menyokong perekonomian Indonesia. Beberapa sektor yang perlu dikembangkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang  lebih stabil antara sektor pariwisata dan industri.

"Perubahan struktural bagaimana mengurangi defisit transaksi berjalan kita tidak lebih dari 2 persen dari GDP. Caranya adalah melalui pariwisata dan industri," paparnya.

Mirza menambahkan, pasca-krisis tahun 1998, Indonesia berupaya menjaga agar kondisi perekonomian tetap sehat. Salah satunya dengan mengontrol defisit transaksi berjalan.

Sejauh ini, Indonesia berkomitmen untuk menjaga defisit transaksi berjalan di bawah 3 persen terhadap PDB. "Setelah 1998 kita masuk era reformasi. Jadi kita punya batas defisit anggaran 3 persen kita coba kontrol current account defisit tidak berada di atas 3 persen GDP. Itu prinsip yang coba kita atur," ujar dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya