Liputan6.com, Jakarta - Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China merembet hingga ke sektor pariwisata. Pemerintah China diketahui telah mengeluarkan larangan bagi warganya untuk bepergian atau liburan ke Amerika Serikat.Â
Kepala BKPM, Thomas Lembong Lembong mengatakan, hal tersebut merupakan peluang bagi Indonesia untuk menarik wisatawan asing, khususnya dari negeri tirai bambu tersebut.
"Kita harus cekatan untuk mempromosikan, ya sudah, kalau diimbau tidak ke Amerika, liburan ke Asia Tenggara saja, khususnya Indonesia. Kita harus siap dengan tawaran-tawaran yang konkret," ujarnya Lembong, saat ditemui, di Kantornya, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan, sebelum Pemerintah China mengeluarkan imbauan tersebut telah terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan China ke AS.
"Sebelum imbauan ini saja turis Tiongkok ke Amerika sudah turun 6 persen. Apalagi di tambah dengan imabauan ini pasti masyarakat tiongkok tetap mau plesiran liburan, jadi harus di tanggapi,"Â tutur dia.
Potensi-potensi ekonomi semacam ini, menurut Lembong, harus mampu dilihat dan disikapi oleh Indonesia. Pemerintah diharapkan jeli memanfaatkan setiap peluang yang muncul untuk mengembangkan perekonomian domestik.
"Saatnya tim ekonomi Pak Presiden mulai merumuskan gagasan-gagasan baru, terobosan-terobosan baru yang bisa mendorong secara signifikan. Tentunya harus mengikuti realita di pasar, misalnya apa yang lagi bagus, apa yang lagi trending. Menurut saya jelas parawisata, lifestyle terus (ditingkatkan)," ujar dia.
Â
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Remitansi dan Pariwisata Jadi Cara Cepat Atasi Defisit Transaksi Berjalan
Sebelumnya, Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Roeslani mengungkapkan langkah cepat yang dapat dilakukan untuk menekan defisit transaksi berjalan. Langkah-langkah tersebut menurut dia ampuh dan quick win.
"Untuk mengatasi current account defisit kita ada kok caranya yang cepat. Apa contohnya. Kita sudah bahas di Kadin misalnya remittance dari TKI," kata dia saat ditemui, di Jakarta, Jumat, 24 Mei 2019.
Sebagai contoh, dia membandingkan remitansi Indonesia dengan Filipina. Dengan jumlah tenaga kerja di luar negeri yang sama, remitansi Indonesia lebih kecil dibandingkan Filipina.
"TKI kita 3 juta atau empat juta remittance-nya berapa kurang lebih USD 10 bilion. Filipina dengan jumlah yang sama, remittance-nya USD 30 miliar. Nah dengan meningkatkan skill, sedikit bisa berbahasa Inggris dari para TKI kita itu akan meningkatkan juga pendapatan," jelas dia.
"Vokasi, tujukan pada TKI berikan dia pendidikan bahasa Inggris. Karena apa jumlah TKI kita sama dengan Filipina, kita remittance-nya USD 10 miliar, Filipina USD 30 miliar. Kalau kita bisa meningkatkan ke USD 30 miliar, sudah tertutup USD 20 miliar CAD kita. CAD kita USD 30 miliar," imbuhnya.
Â
Advertisement
Pariwisata
Sektor kedua yang dapat ditingkatkan adalah pariwisata. Pariwisata juga merupakan quick winuntuk mengatasi masalah defisit transaksi berjalan. "Kedua di sektor pariwisata. Ini bisa ditingkatkan dengan cepat. Kalau kita bangun manufaktur ini kan take time," kata dia.
Saat ini sektor pariwisata Indonesia masih kalah dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. "Tapi kalau pariwisata, pariwisata kita ini masih tertinggal dengan Thailand yang 40 juta (jumlah wisatawan), Malaysia yang 35 juta. Quick win untuk current account defisit menurut saya ada dua, satu remitence satu turis, dengan dua itu saja surplus kok," ujar dia.
"Tapi ini tidak pernah terpikirkan sama yang lain gitu. Dan ini quick win, cepat. Bisa dilakukan? Bisa. Break through yang macam ini yang harus didorong. Dan kita menyampaikan kepada pemerintah. Simple kok. Bisa kok. Sebenarnya kalau kita kreatif bisa break throughkebijakan seperti ini," tandasnya.
Â