Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi dan memitigasi dampak musim kemarau tahun ini. Salah satunya lewat varietas tanaman pangan tahan kering.
Sebagaimana diketahui, informasi peringatan dini BMKG menyatakan tahun ini berpotensi kemarau ekstrem sampai dengan bulan September, dan puncaknya terjadi pada bulan Agustus. Wilayah yang terancam terdampak kekeringan terutama di Pulau Jawa, Bali, NTB dan NTT.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Puslitbangbun) Kementan, Fadjry Djufry mengatakan, beberapa bibit tanaman tahan kering yang sudah dihasil Kementan meliputi varietas beras, kedelai dan jagung.
Advertisement
Baca Juga
"Kita menyiapkan varietas unggul baru. Kita sudah punya padi inpara, inbrida padi lahan rawa, untuk lahan-lahan rawa," kata dia, di Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (8/7).
Varietas-varietas padi ini, jelas dia, sudah berkembang di beberapa lokasi, seperti Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan. "Inpara 2, 3, 4, dan 5. Kita punya inpago, inbrida padi gogo untuk lahan-lahan padi gogo. Semua lahan-lahan kering 2 minggu padi bisa adaptasi," jelasnya.
"Kita sudah petakan wilayah mana saja yg dapat ditanami padi gogo, termasuk daerah-daerah yang ketersediaan airnya cukup dan bisa dioptimalkan," kata dia.
Sementara untuk wilayah Pantai Utara (Pantura), Kementan akan mendorong penanaman varietas kedelai dan jagung tahan kering.
"Kita punya varietas dering, kedelai tahan kering. Kita juga punya jagung tahan kering. Tentunya kita bisa perkenalkan ke petani. Kita tanam padi gogo, jagung tahan kering, dan kedelai tahan kering," ungkapnya.
"Harapan kita semua lahan yang potensi airnya masih cukup akan kita tanami. Asumsi petani air melimpah tanam padi. Sekarang yang penting cukup untuk kebutuhan air untuk kedelai dan jagung. Selama masih ada air bisa kita tanami," tandasnya.
Â
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Waspadai Perubahan Iklim, Kementan Terapkan TOT untuk Petugas dan Petani
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) mewaspadai Perubahan Iklim. Maka dari itu perlu kemampuan adaptasi dan pengelolaan dari pelaku utama (petani) yang semakin meningkat.
Karenanya, Direktorat Irigasi Pertanian, Ditjen PSP Kementan melakukan Training of Trainer (TOT) Peningkatan Kapasitas Petugas dan Petani dalam Adaptasi Perubahan Iklim di Tingkat Usahatani. Kegiatan digelar di Balai Besar Pelatihan Pertanian, Lembang, 24-28 Juni 2019.
Kegiatan tersebut diikuti oleh peserta berjumlah 58 orang berasal dari 8 Provinsi dan 25 Kabupaten. Dengan narasumber berjumlah 6(enam) orang berasal dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Badan Litbang Pertanian, hingga Field Indonesia.
"Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan petani tentang perubahan iklim serta meningkatkan pemanfaatan dibangunnya embung pertanian dalam hal ini dapat berupa embung/dam parit/ long storage dalam upaya adaptasi dan antisipasi perubahan iklim di tingkat usaha tani pada saat musim kemarau," beber Direktur Irigasi Pertanian, Rahmanto.
Menurut Rahmanto, perubahan iklim secara langsung akan berpengaruh terhadap capaian ketahanan pangan nasional.
"Pengaruh yang sangat dirasakan mulai dari infrastruktur pendukung pertanian seperti pada sumber daya lahan dan air, infrastruktur jaringan irigasi, hingga sistem produksi melalui produktifitas, luas tanam dan panen," tuturnya.
Advertisement
Kementan Fokus Perbaiki dan Mengawasi Penyaluran Pupuk Subsidi
Untuk menstimulus terselenggaranya pembangunan pertanian di daerah, pemerintah masih memfokuskan pupuk sebagai bentuk bantuan atau subsidi. Model penyalurannya pun terus diperbaiki dan diawasi agar tepat diterima.
"Kami masih akan terus lakukan subsidi pupuk karena bertujuan untuk meringankan beban petani serta menjamin ketersediaannya agar dapat meningkatkan produktivitas serta produksi komoditas pertanian," kata Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sarwo Edhy, Senin (24/6).
Efektivitas penggunaan pupuk diarahkan pada penerapan pemupukan berimbang dan organik sesuai rekomendasi spesifik lokasi atau standar teknis penggunaan pupuk yang dianjurkan. Dalam penerapan pemupukan berimbang, perlu didukung dengan aksesibilitas dalam memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau.
Pemerintah telah menetapkan alokasi dan Harga Eceran Tertinggi pupuk bersubsidi melalui Permentan No 47/SR.310/12/2017. Implementasi Peraturan Menteri tersebut perlu ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Kepala Dinas Daerah Provinsi dan Keputusan Kepala Dinas Daerah Kabupaten/Kota tentang alokasi pupuk di masing-masing wilayahnya.
"Sebagai pedoman bagi produsen, distributor dan penyalur pupuk di Lini IV dalam menyediakan dan menyalurkan pupuk bersubsidi di wilayah tanggung jawabnya," ujarnya.
Penetapan alokasi pupuk bersubsidi untuk masing-masing provinsi mengacu pada kebutuhan teknis sebagaimana diusulkan daerah. Pertimbangannya adalah serapan pupuk bersubsidi tahun sebelumnya dan ketersediaan pagu anggaran subsidi pupuk Tahun Anggaran 2019.
Oleh karena itu, untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pupuk bersubsidi di daerah, pemanfaatan dan atau pengalokasian pupuk bersubsidi oleh Kepala Dinas Daerah Provinsi dan Kepala Dinas Daerah Kabupaten/Kota agar dapat dilakukan secara optimal melalui RDKK.
"Terutama dengan memperhatikan azas prioritas berdasarkan lokasi, jenis, jumlah, dan waktu kebutuhan pupuk yang menjadi prioritas di masing-masing wilayah. Baik prioritas pembangunan daerah yang dinilai sebagai sentra produksi atau prioritas terhadap jenis komoditas yang akan diunggulkan oleh daerah," terangnya.