Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan cara pemerintah dalam menggenjot penerimaan negara melalui pajak. Hal itu dia sampaikan dalam sidang paripurna di gedung DPR RI hari ini, Selasa (16/7).
Kepada anggota dewan, dia menyampaikan bahwa untuk meningkatkan tax ratio, pemerintah telah dan akan terus melakukan upaya peningkatan wajib pajak dalam rangka penerimaan negara.
Dalam Undang Undang Keuangan Negara dinyatakan bahwa sumber pendapatan negara terdiri dari penerimaan perpajakan, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan hibah.
Advertisement
Baca Juga
"Dalam memenuhi kebutuhan pendanaan pembangunan nasional, pemerintah terus melakukan optimalisasi penerimaan negara terutama dari penerimaan pajak dan PNBP," kata Sri Mulyani.
Adapun strategi optimalisasi penerimaan pajak yang difokuskan pada wajib pajak merupakan strategi yang multi dimensi.
"Multi dimensi tersebut meliputi aktivitas penyuluhan dan kehumasan, perbaikan pelayanan, pengawasan, dan penegakkan hukum," ujarnya.
Selain itu, dia mengungkapkan pemerintah secara gencar juga telah melakukan reformasi perpajakan yang mencakup beberapa pilar yaitu SDM, teknologi informasi, proses bisnis, organisasi, dan regulasi pajak.
"Dalam rangka memperluas coverage pembayar pajak, pemerintah melakukan beberapa terobosan yaitu melalui pemberian penurunan intensif tarif pajak UMKM, menjaring wajib pajak baru melalui program konfirmasi wajib pajak, serta pengembangan tax agent," ungkapnya.
Sementara itu dalam rangka mendukung aktivitas penggalian potensi pajak, kualitas data dan informasi, merupakan faktor kunci yang menentukan keberhasilan aktifitas tersebut.
"Oleh karena itu, pemutakhiran data perpajakan dilakukan berkesinambungan," ujar Sri Mulyani.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
SDM Aparatur Pajak
Sedangkan dari aspek SDM, dia menyebutkan pemerintah menyadari bahwa penguatan SDM aparatur pajak mutlak diperlukan.
"Khususnya dalam menghadapi perkembangan teknologi dan era digitalisasi," ujarnya.
Dia mengungkapkan penerimaan perpajakan sangat dipengaruhi dengan pertumbuhan ekonomi domestik dan perekonomian global serta pengembangan harga komoditas di pasar Internasional.
"Sedangkan PNBP dipengaruhi oleh harga migas, lifting, dan nilai kurs. sumber penerimaan selain pajak dan PNBP migas antara lain PNBP yang dimanfaatkan dari aset negara dan PNBP yang berbasis layanan. Dengan UU PNBP yang baru, diharapkan kedua kelompok PNBP dapat lebih dioptimalkan guna mendukung pendaan pembangunan nasional yang akan datang," tutupnya.
Advertisement
Sri Mulyani Tegaskan Bakal Genjot Pajak E-Commerce
Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadikan momentum peringatan hari pajak 2019 untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan khususnya sektor ekonomi digital atau e-commerce. Di mana hal ini sudah menjadi pembahasan serius dalam pertemuan negara G-20 di Osaka beberapa waktu lalu.
"Tantangan perpajakan di era ekonomi digital menjadi topik yang sangat penting dan dibicarakan dalam forum sidang tahunan G20 di Jepang harus diantisipasi oleh Diretorat Jenderal Pajak," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Senin (15/7/2019).
Potensi perpajakan dari ekonomi digital tersebut sangat besar sekali apalagi penggunaan internet sudah semakin luas. Namun sayangnya, realisasi di lapangannya, penerimaan pajaknya masih rendah dan belum mencerminkan potensi yang sebenarnya. "Realisasi masih belum mencerminkan besarnya penggunaan e-commerce," jelasnya.
Pada era ekonomi digital ini, kata Sri Mulyani, kegiatan usaha sudah dilakukan antar lintas negara alias serba digital. Perusahaan asing tidak perlu lagi membuka kantor di Indonesia untuk bisa meraup keuntungan atau cukup dilakukan melalui sistem online.
Sistem Perpajakan Harus Fleksibel
Oleh sebab itu, perpajakan juga harusnya bisa lebih fleksibel. Artinya, negara harus bisa mengenakan pajak kepada perusahaan asing yang mendapatkan keuntungan dari dalam negeri.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, pendefinisian ulang dari bentuk Badan Usaha Tetap (BUT) menjadi agenda penting untuk di antisipasi baik di dalam negeri maupun di dunia. Adapun perubahan nantinya adalah dari bentuk BUT alias permanent establishment menjadi significant economic presence.
“Jadi bukan lagi fisik, tapi nilai ekonomi dan kegiatan yang menggenerate nilai tambah dan pendapatan menjadi sangat penting. Ini adalah tugas berkelanjutan yang saya harap bisa dilaksanakan dan diselesaikan seluruh jajaran Direktorat Jenderal Pajak," tandasnya.
Advertisement