Liputan6.com, Jakarta - PT Sharp Electronics Indonesia telah menyiapkan sejumlah jurus untuk meningkatkan kinerja ekspor produk-produknya. Sharp menargetkan pada 2025 porsi produk ekspor mencapai 30 persen dari total produksi.
National Sales Senior General Manager PT Sharp Electronics Indonesia Andry Adi Utomo mengatakan, pihaknya telah membentuk tim khusus untuk memperkenalkan produk ke pasar luar negeri.
Advertisement
Baca Juga
"Sekarang kita mau bikin tim yang kuat. Tim ini kita minta mereka pergi ke negara tujuan ekspor. Kita kenalin (produk Sharp)," kata dia saat ditemui, di Kawasan Ancol, Jakarta, Rabu (7/8).
Tim khusus itu juga bertugas untuk mencari local fit negara-negara yang bakal dijadikan pasar oleh Sharp. Dengan demikian pihaknya memiliki gambaran terkait produk apa saja yang disukai masyarakat atau sesuai dengan budaya di negara bersangkutan.
"Kita juga mau gali local fit di Bangladesh seperti apa sih. Di Thailand kayak apa sih. Di Filipina kayak apa. Kita coba bikin sesuai harapan mereka. Kalau local fit bisa kita pakai di negara tersebut, ya sukses seperti di Indonesia," ujar dia.
Dia mengatakan saat ini ekspor Sharp masih berada di kisaran 3 persen hingga 4 persen. Tahun ini pihaknya menargetkan ekspor dapat menjadi 6 persen.
"Kalau sekarang masih 3-4 persen. Kecil. Yang paling besar lemari es. Hampir 60 persen kan lemari es. Kita mau ningkatin. Tahun ini minimal double, 6 persen. Tahun depan kita coba 15 persen. Mungkin tahun 2021 baru bisa 20 persen. Tahun 2025 mungkin baru bisa 30 persen," tandasnya.
Â
Reporter:Â Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sharp Beli Bisnis Komputer Toshiba Seharga Rp 502 Miliar
Sebuah kabar mengejutkan datang bagi penggemar laptop brandToshiba. Perusahaan ini menjual unit bisnis komputer mereka ke Sharp.
Dilansir ZDNet, Kamis (7/6/2018), Sharp menggelontorkan sebanyak 4 miliar yen atau setara Rp 502 miliar untuk membeli bisnis komputer Toshiba.
Alasan penjualan ini tak lain adalah memperkuat Toshiba Client Solution (TCS).
"Toshiba menentukan jalan terbaik untuk memperkuat TCS, menambah nilai korporasinya, dan meraih tingkat kompetensi global dan melanjutkan perkembangan bisnis adalah dengan memilih Sharp sebagai mitranya," tulis Toshiba dalam pernyataannya.
Pembelian tersebut diperkirakan selesai pada 1 Oktober 2018, sembari menunggu persetujuan pihak regulator. Aksi korporasi tersebut menandakan mundurnya Toshiba dari bisnis komputer, dan kembalinya Sharp ke bisnis ini setelah hengkang sejak 2010 lalu.
Melalui pembelian bisnis komputer Toshiba, serta dukungan perusahaan manufaktur elektronik Foxconn, Sharp diprediksi dapat bergerak luwes di bisnis manufaktur komputer.
Toshiba memang sedang berjuang keras agar bisa terus bertahan. Terutama, sejak divisi nuklir mereka bernama Westinghouse Electric harus berakhir kerugian pada 2017.
Pada 2005, Toshiba membeli Westinghouse Electric dengan dana yang besar, sayangnya akuisisi tersebut malah mengalami kerugian. Â
Advertisement
Sharp Minta Pemerintah Genjot Industri Komponen Elektronik
Produsen elektronik asal Jepang, Sharp meminta pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri komponen di dalam negeri.Â
Ada industri komponen baik skala kecil, sedang, maupun besar akan berkontribusi besar pada pertumbuhan industri produk-produk elektronik di Indonesia.
‎General Manager Product Planning PT Sharp Electronics Indonesia Herdiana Anita Pisceria‎ mengatakan‎ saat ini produk-produk Sharp yang sudah diproduksi di Indonesia seperti mesin cuci, lemari es dan TV telah menyerap komponen lokal. Bahkan dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang telah mencapai 60 persen.
‎"Untuk produk yang sudah ada (diproduksi di Indonesia), rata-rata 60 persen komponen lokalnya. Mesin cuci bahkan 70 persen," ujar dia di Kota Kasablanka, Jakarta, Kamis (22/9/2016).
Meski demikian, selama ini produsen barang-barang elektronik seperti Sharp masih harus mengimpor sejumlah komponen dari negara lain.
Hal ini bukan karena tidak mau menggunakan komponen lokal, tetapi komponen tersebut belum mampu di produksi di dalam negeri.
"Tapi kalau sekarang masih banyak yang harus diimpor, karena tidak ada di dalam negeri," kata dia.
Oleh sebab itu, Herdiana meminta pemerintah giat mendorong pengembangan industri ‎komponen di dalam negeri.
Ada industri tersebut membuat produsen elektronik lebih efisien dalam hal waktu dan biaya produksi sehingga pada akhirnya produk-produk yang dihasilkan pun memiliki daya saing yang tinggi.
"Komponen kalau ada lebih baik lokal karena mengingat life time (waktu pakai), kemudian jarak. Kalau local delivery, hari ini pesan bisa hari ini datang dan bisa produksi, cost juga bisa lebih efisien. Tapi ada beberapa part yang tidak bisa didapat di sini. Makanya kita minta kebijakan pemerintah supaya banyak part-part lokal yang dibikin di Indonesia," ujar dia.  Â