Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,05 persen pada kuartal II-2019. Realisasi ini melambat bila dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 5,07 persen.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, dari seluruh komponen penopang pertumbuhan ekonomi menurut pengeluaran, ekspor dan impor yang pertumbuhannya mengalami kontraksi.
Ekspor tercatat tumbuh negatif 1,81 persen (year on year/yoy) dengan kontribusinya 17,61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang secara nominal berjumlah Rp3.963,5 triliun.
Advertisement
"Pertumbuhan ekspor yang mengalami kontraksi pada kuartal II-2019, jauh lebih dalam dibanding dengan kuartal II-2018 yang tahun lalu tumbuh 7,65 persen," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Baca Juga
Dia menjelaskan, dari data BPS, pertumbuhan ekspor barang mengalami kontraksi 2,06 persen di kuartal II-2019. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekspor barang migas yang turun 30,85 persen, sedangkan barang non migas masih tumbuh 2,17 persen.
Kendati demikian, ekspor jasa masih tercatat mengalami pertumbuhan 0,27 persen. Namun melambat jauh dibandingkan periode sama tahun lalu yang tumbuh 4,62 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BPS: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2019 Sebesar 5,05 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data pertumbuhan ekonomiIndonesia pada kuartal II-2019 sebesar 5,05 persen (year on year/yoy). Realisasi ini lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2019 yang sebesar 5,07 persen yoy.
Juga lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2018 yang sebesar 5,27 persen yoy. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi sepanjang semester I-2019 tercatat sebesar 5,06 persen yoy.
"Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 meemang melambat bila dibandingkan kuaryal I 2019 dan jauh lebih melambat jika dibandingkan kuartal II 2018. Sehingga kita perlu membedah apa yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen di kuartal II-2019," ujar Kepala BPS Suharyanto dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (5/8/2019).
Selain itu, BPS mencatat harga komoditas migas dan non migas di pasar internasional pada kuartal I 2019 secara umum mengalami kenaikan jika secara kuartal, namun mengalami penurunan jika secara tahunan (yoy). Hal ini tentu berpengaruh pada perekonomian Indonesia.
Salah satunya terjadi penurunan harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada kuartal II 2019 mengalami penurunan 6,12 persen dari kuartal II 2018. Kemudian batu bara mengalami penurunan harga 22,9 persen serta minyak kelapa sawit (CPO) turun 16,7 persen.
"Disisi lain, dari empat negara mitra dagang utama Indonesia, perekonomian keempatnya melambat yakni Singapura, China, dan Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang pada kuartal II 2019. Ini semua faktor yang pengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia," jelas dia.
Advertisement
Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dipangkas, Ini Kata Sri Mulyani
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah sepakat prognosis semester II-2019 dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan berada di angka 5,2 persen. Pertumbuhan ekonomi ini pun melesat dari target awal sebesar 5,3 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan penyesuian angka pertumbuhan ekonomi tersebut dilihat dari sisi permintaan dan produksi. Di mana dari sisi permintaan investasi dan konsumsi masih belum menunjukan hal positif.
"Sementara itu untuk ekspor selain dorong competitiveness ,suasana lingkungan global pasti akan terpengaruh," katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, jika dilihat dari sisi permintaan tantangan masih cukup besar dari sisi eksternal. Sedangkan dari sisi produksi, kebijkan fiskal sektor produksi juga sudah mencapai output gap mendekati 0.
"Dan kita harus meningkatkan kapasitasnya semua berujung ada persoalan bagaimana meningkatkan investasi di Indonesia," katanya.
Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap ke depan pemerintah secara bersama-sama dapat memperbaiki iklim investasi agar lebih baik. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun akan terdongkrak.
"Kita bekerja memperbaiki iklim investasi jadi baik dan sisi kualitas pertumbugan secara makro growth ciptakan employment. Segungga tingkat pengangguran akan turun dan kemiskinan menurun. Ini equality," pungkasnya