Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengungkapkan, setidaknya ada lima permasalahan yang harus diharapi oleh pemerintah untuk mencapai target penerimaan perpajakan sesuai dalam RAPBN 2020.
Permasalahan itu ialah program perpajakan yang tidak efektif, SDM perpajakan yang masih sangat kurang, tingkat kepatuhan tidak ada peningkatan, kebijakan pajak pro pebisnis, dan inefisiensi dan tidak efektifnya relaksasi fiskal.
Advertisement
Baca Juga
"Program perpajakan tahunan semakin tidak efektif. Pertumbuhan penerimaan hingga masa pelaporan SPT bulan April melambat. Terakhir, program SPT tahunan, pertumbuhan penerimaan pajak hanya 1,02 persen," tuturnya di Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Dari sisi SDM, dia menjelaskan, rasio SDM perpajakan terhadap jumlah penduduk masih sangatlah rendah di Indonesia yakni 1:5,293 penduduk.
"Jika dihitung dari jumlah wajib pajak (WP), rasionya juga masih 1:936 WP. Artinya, beban SDM perpajakan masih sangat tinggi," ujarnya.
Ketiga, lanjutnya, tingkat kepatuhan perpajakan menurun drastis. Hingga Juni 2019, tingkat kepatuhan hanya 67,4 persen. Turun dari angka 72,6 persen pada tahun 2017.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kebijakan Pro Pebisnis
"Keempat, kebijakan yang pro pebisnis Tax Amnesty I terbukti tidak terlalu efektif hasilnya. Karena itu, tax amnesty jilid II perlu dipertanyakan. Apalagi usulanya datang dari pengusaha yang mengincar pengampunan pajak," paparnya.
Adapun terakhir, pihaknya menilai belanja pajak Pemerintah dari tahun 2016-2018 selalu meningkat. Namun, pertumbuhan ekonomi stagnan hanya berkisar di 5 persen.
"Artinya insentif fiskal yang sebegitu besar tidak efektif dan hanya dinikmati oleh golongan tertentu," kata dia.
Advertisement