Pelemahan Manufaktur Tekan Pertumbuhan Ekonomi Hingga 0,1 Persen

Pertumbuhan industri manufaktur nasional yang lesu menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Okt 2019, 14:42 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2019, 14:42 WIB
Melihat Aktivitas Mitra UKM di Bidang Manufaktur
Suasana aktivitas pekerja mitra UKM pilot sedang mengikuti program pelatihan dan pendampingan basic mentality dan 5 R oleh instruktur YDBA di Solo, Jawa Tengah, Selasa (10/9/2019). Pada tahap awal program sektor unggulan tersebut melibatkan 7 UKM di bidang manufaktur. (Liputan6.com/HO/Eko)

Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan industri manufaktur nasional yang lesu menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Akibatnya, angka pertumbuhan ekonomi selalu tertahan di level kisaran 5 persen setiap tahunnya.

Sekretaris Jenderal Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono, mengungkapkan pelemahan sektor manufaktur saat ini diprediksi bakal memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional di 2019 sebesar 0,1 persen.

"Mungkin pertumbuhan ekonomi turun 0,1 persen. Tapi kita harapkan pertumbuhan 2019 tidak sampai di bawah 5 persen," kata dia dalam acara Workshop Pendalaman Kebijakan Industri, di Padang, Selasa (8/10/2019).

Dia mengungkapkan pelemahan manufaktur dan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari faktor eksternal. Seperti diketahui situasi global saat ini tengah penuh ketidakpastian dan diperparah dengan adanya trade war atau perang adagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

Kendati demikian, dia menyebut pemerintah masih optimis bahwa pertumbuhan ekonomi tahun ini akan berada pada level 5,1 - 5,2 persen. Karenanya, jika pertumbuhan mengalami perlambatan 0,1 persen akibat pelemahan manufaktur, akumulasi pertumbuhan ekonomi tidak akan minus ke level 4 persen.

"Memang ada banyak faktor yang mempengaruhi manufakturing. Ada beberapa faktor internasional yang memang dengan akibat perang dagang dimana pertumbuhan ekonomi dunia turun, itu berakibat juga kepada produksi kita karena permintaannya turun," ujarnya.

 

Usaha Ekstra

Mau Kerja di Industri Manufaktur? Cek Lowongan Di Sini
Mau Kerja di Industri Manufaktur? Cek Lowongan Di Sini

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo menyebutkan pertumbuhan sektor manufaktur nasional di kuartal II-2019 hanya tumbuh di kisaran 3,62 persen. Angka tersebut dinilai terlalu kecil, bahkan hanya separuh dari pertumbuhan normal sektor manufaktur yang seharusnya 6 persen-7 persen.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat realisasi pertumbuhan di kuartal II-2019 itu melambat dibandingkan kuartal II-2018 yang tumbuh 4,36 persen. Pada periode yang sama pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 5,05 persen, melambat dari kuartal II-2018 yang sebesar 5,27 persen yoy.

"Tidak salah kalau ekonomi kita akan tumbuh diskisaran hanya sekitar 5 persen untuk di tahun 2019 ini. Jadi ini tantangan yang besar bagaimana kita bisa dorong sektor manufaktur untuk terus tumbuh," kata dia, dalam acara seminar nasional terkait pengembangan industri dalam negeri di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (4/9).

Dia menegaskan perlu usaha ekstra untuk mendorong sektor manufaktur sehingga lebih memacu laju pertumbuhan ekonomi. Namun semua itu tentu tidak lepas dari berbagai tantangan.

Dia mengungkapkan, setidaknya ada dua tantangan dalam mendorong industri manufaktur tersebut. Pertama soal meningkatkan value chain dalam negeri. Menurutnya, banyak industri unggulan Indonesia yang belum saling terhubung dengan industri lainnya. Terutama yang produk pendukungnya ada di Tanah Air.

"Seperti industri otomotif, yang produksinya cenderung dimanfaatkan untuk ekspor ke luar negeri, dibandingkan untuk dukung sektor industri dalam negeri," ujarnya.

Selanjutnya, produk unggulan manufaktur harus didorong untuk bersaing di pasar global. Menurutnya, ditengah persaingan global yang semakin ketat, Indonesia perlu menentukan prioritas produk, tak bisa keseluruhan secara bersamaan. BI melihat potensi itu ada pada produk tekstil, otomotif, dan alas kaki.

"Itu berdasarkan kriteria yang kami lihat memiliki daya saing paling kuat dalam kompetisi pasar global. Serta dilihat dari sisi bagaimana produk itu mendorong adanya devisa yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya