SKK Migas Yakin Indonesia Raih Kembali Masa Keemasan Produksi Minyak dan Gas

Dari 54 cekungan yang sudah dieksplorasi terdapat potensi minyak sebanyak 3,8 miliar barel.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 10 Okt 2019, 12:16 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2019, 12:16 WIB
lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ‎optimistis masih ada masa keemasan produksi minyak dan gas bumi (migas) Indonesia untuk kedua kalinya. Setelah mengalami penurunan sejak era 1990-an.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, masih ada harapan produksi migas Indonesia kembali meningkat, sebab dari 128 cekungan yang ada di Indonesia yang baru tereksplorasi baru 54 cekungan sedangkan sisanya 74 belum disentuh. Dari 54 cekungan sebanyak 19 cekungan yang baru berproduksi.

"Saya kira kita bangun optimisme ini, mungkin ini bisa jadi hal sangat penting adalah era keemasan kedua migas Indonesia," kata Dwi, saat menghadiri sarasehan migas nasional ke 2, di Kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (10/10/2019).

Dwi melanjutkan, dari 54 cekungan yang sudah dieksplorasi terdapat potensi minyak sebanyak 3,8 miliar barel, sedangkan 74 cekungan yang belum tersentuh ada potensi menyimpan kandungan minyak 7,5 miliar barel.

"Jadi masih ada potensi yang sangat besar," ibuh Dwi.

Menurut Dwi, terjadi perubahan paradigma pencarian migas di Indonesia, dengan bergesernya pencarian kandungan migas dari darat (onshore) menjadi di lautan dalam (offshore), kemudian dari wilayah barat ke‎ timur Indonesia.

"Offshore itu ada POD dari Blok Masela jadi gambaran penting potensi laut dalam dan bergerser ke daerah timur, maka potensi sangat besar," tuturnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tantangan

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Mantan Direktur Utama Pertamina ini mengungkapkan, dalam kegiatan pencarian migas kedepannya akan menemukan beberapa tantangan, yaitu tingginya biaya investasi dan risiko, sehingga membutuhkan tingkat pengembalian modal (Internal Rate of Return/IRR) ‎yang besar serta waktu eksplorasi yang lama.

"Risiko yang banyak IRR harus masuk angka besar dan periode eksplorasi yang cukup panjang ini jadi kendala," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya