DPR Minta Pemerintah Usut Tuntas Pengimpor Sampah ke Indonesia

Puluhan kontainer berisi sampah dari negara lain ditemukan di pelabuhan Tanjung Priok.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jan 2020, 15:46 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2020, 15:46 WIB
Bea Cukai Kirim Balik 135 Ton Sampah Plastik ke Australia
Tenaga kerja bongkar muat (TKBM) menunjukkan kontainer berisi sampah plastik di Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/9/2019). Bea Cukai bekerja sama dengan KLHK dan kepolisian memulangkan 9 kontainer berisi 135 ton sampah plastik impor bercampur limbah B3 asal Australia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan kontainer berisi sampah dari negara lain banyak ditemukan di pelabuhan Tanjung Priok baru-baru ini. Temuan puluhan kontainer berisi sampah impor tersebut ditemukan saat adanya inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan sejumlah anggota komisi IV DPR pekan ini.

Menanggapi hal tersebut, Legislator dari dapil DKI Jakarta III Darmadi Durianto pun ikut menyoroti temuan tersebut. Menurutnya, kasus tersebut mesti diungkap hingga tuntas hingga ke akar-akarnya.

"Ini sudah penghinaan, memangnya negara ini tempat pembuangan sampah. Intinya dibalik impor sampah ini pasti ada dalangnya. Cari dalangnya atau yang backingnya," tegas dia di Jakarta Jumat, (24/01/2020).

Darmadi juga memperkirakan banyak kasus serupa yang belum terungkap.

"Ini masuk jaringan mafia. Pasti ada ini mafia sampahnya. Karena dugaan bukan baru kali ini saja, ini sudah lama. Harus dituntaskan persoalan ini. Bagaimana kalau sampah itu ternyata isinya ada virus, senjata ilegal, narkoba kan bahaya kalau sampai terjadi begitu. Pengawasan otoritas pelabuhan juga mesti ditingkatkan dan yang paling penting para petugas pelabuhan jangan sampai lemah dan jangan sampai tergoda oleh sogokan dari para importir-importir nakal," tegasnya.

Terakhir, kata dia, problem sampah impor sudah menjadi perhatian serius pemerintah saat ini.

"Jadi kalau ada pihak-pihak yang bermain-main demi keuntungan pribadi sama saja melawan pemerintah. Persoalan sampah sekali lagi merupakan persoalan serius dan telah jadi concern pak Jokowi dan bahkan pak Jokowi instruksinya tegas yakni stop import sampah. Jadi jangan ada yang coba-coba soal ini," pungkasnya.

Untuk diketahui, baru-baru ini sejumlah anggota komisi IV DPR saat sidak ke pelabuhan Tanjung Priok menemukan 70 truck kontainer berisi sampah dari negara lain. 70 truck kontainer berisi sampah import itu diduga milik PT New Harvestindo Internasional dan PT Advance Recycle Teknologi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

65 Kontainer Sampah Plastik Impor di Luar Wewenang BP Batam

Mengandung B3, 8 Kontainer Limbah Kertas Asal Australia Ditahan
Petugas Bea Cukai Tanjung Perak berjalan melewati kontainer berisi sampah asal Australia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019). Delapan kontainer sampah seberat 210 ton tersebut diimpor PT MDI dari Australia. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menyatakan keberadaan 65 kontainer yang  berisikan sampah plastik impor bukan di dalam pengawasan BP Batam.

Direktorat Lalulintas Barang Badan Penguasaan (BP) Batam Subdit Perindustrian, Tus Haryanto mengatakan, tidak memiliki kewenangan mengawasi untuk proses pengiriman dan penerimaan barang dari lalu lintas barang BP Batam. 

Untuk proses pengiriman dan penerimaan barang dari Lalulintas Barang BP Batam  tidak memiliki kewenangan  mengawasi. Wewenang izin impor berada di wilayah kementerian perdagangan.

"Kami hanya mengawasi biji plastik, sebagai bahan baku," kata Direktur Lalulintas Barang BP Batam, Tri Novianta Putra di Kantor  Humas BP Batam, Rabu (26/6/2019).

Sebelumnya saat rapat di DPRD Batam, Evi Elfiana Bangun, Direktur PTSP BP Batam mengemukakan asal mula perusahaan biji plastik dari China. Berdasarkan ketentuan Peraturan Nomor 44 Tahun 2016, usaha tersebut tidak dilarang dan terbuka untuk investor asing. Pihaknya mengundang Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup, Bea Cukai untuk berdiskusi mengenai hal tersebut.

"Melakukan diskusi semua pihak mendukung pasal untuk bahan baku plastik merujuk Kementerian Perdagangan pasal 11 Tahun 2015," ujar dia.

"Semua menyampaikan agar pelaku usaha memperhatikan lingkungan agar dalam proses pelaksanaannya tidak mencemari lingkungan,” ia menambahkan, saat Rapat di Kantor DPRD, Batam Senin, 24 Juni 2019.

Lebih lanjut ia menyampaikan ada beberapa jenis izin yang harus ditempuh mulai dari izin prinsip, usaha untuk beroperasi, izin operasional untuk komersial.

"Kami terbitkan izin penanaman modal,untuk mendapatkan izin usaha pelaku usaha terlebih dahulu memenuhi izin lingkungan ya itu UPL. UKL yang  kemudian  menjadi kewenangan Dinas Lingkungan Hidup. DLH Batam kalau tertuju ke kemendagri nomor 31 2016," kata dia.

Sementara itu, di tempat yang sama Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, Ip mengatakan, awal 2019 Dinas Lingkungan Hidup  melakukan audit ada sekitar 53  pelaku usaha yang mengelola limbah impor di antaranya scrap plastik sebagai bahan baku.

Dari 53 perusahaan plastik, 20 pelaku usaha berpotensi menghasilkan limbah B3. Saat bahan baku sampai dan  dalam proses pemindahan sebagian bahan baku tidak bisa proses.

"Dalam satu ton bahan  menyisakan 5  sampai 6 persen bahan baku tersebut tidak bisa di proses yang kemudian dibuang ke TPA. Yang kemudian dalam proses pembersihan bahan baku tersebut menghabiskan air bersih sekitar 300 hingga 600 kubik air per ton," kata Ip.

Sementara itu, anggota Komisi 1 Bidang Hukum  DPRD Batam Lik Khai mengatakan, hal mesti di waspadai sekarang bukan hanya  itu impor limbah plastik. Akan tetapi, bahan kimia  di rumah sakit itulah yang  sangat membahayakan sampah tersebut dikumpul di sana kemudian di facking kemudian dikirim ke Indonesia.

"1 packing sampah tersebut 1 ton di atas  USD 80 mereka membayar. Saya mengetahui betul, dari kawan pengusaha dari Tiongkok, mereka importir limbah mendapatkan fee sekitar lebih dari USD 80 per ton," kata  Lik Khai. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya