Kendalikan Impor Sampah Plastik, Pemerintah Perketat Aturan

Pemerintah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Tata Cara Importasi Limbah Non B3.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jul 2019, 18:30 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2019, 18:30 WIB
Mengandung B3, 8 Kontainer Limbah Kertas Asal Australia Ditahan
Petugas Bea Cukai Tanjung Perak berjalan melewati kontainer berisi sampah asal Australia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019). Delapan kontainer sampah seberat 210 ton tersebut diimpor PT MDI dari Australia. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sepakat untuk merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016. Di mana aturan tersebut secara keseluruhan mengatur tentang Tata Cara Importasi Limbah Non B3.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat koordinasi terkait pengendalian impor sampah plastik yang dilakukan oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Jumat (26/7).

"Revisi Permendag 31, sudah difinalisasi. Soal import recyceable material. Revisinya di Mendag sudah difinalisasi," kata Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto usai melangsungkan rapat di Kemenko Kemaritiman.

Menteri Airlangga mengatakan dengan adanya revisi Permendag ini, para eksportir diwajibkan untuk memenuhi beberapa poin yang nantinya akan diubah. Namun dirinya tidak merincikan apa-apa saja yang menjadi pokok di aturan yang baru.

"Dengan revisi Permendag itu kita lihat 6 bulan, kalau tidak comply ya ditindak," imbuhnya.

Ditempat yang sama, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Oke Nurwan mengatakan, berdasarkan hasil kesepakatan pemerintah nantinya bakal mengatur masalah izin pendaftaran untuk para eksportir. Sehingga bagi eksportir yang tidak terdaftar tidak bisa melakukan impor sampah plastik.

"Nanti itu kita list kita daftar inilah eksportir yang terdaftar dari negaranya. Mungkin mereka sudah tersertifikasi dan sebagianya," katanya.

"Intinya bahasanya bahwa kita memperbaiki implementasi yang selama ini kurang diperketat. Tapi industri kita tetap perhatikan kebutuhan barang bakunya," lanjutnya.

Di sisi lain, pemerintah juga sepakat untuk melakukan pengawasan ekstra ketat terhadap impor sampah plastik. Sebab, berkaca pada tahun-tahun lalu, meski perusahaan sudah diberikan izin namun menyalahi aturan yang ditetapkan pemerintah.

"Kita sepakat akan kita lakukan pengawasan kalau memang mereka melanggar ketentuan kita akan penindakan," pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

65 Kontainer Sampah Plastik Impor di Luar Wewenang BP Batam

Mengandung B3, 8 Kontainer Limbah Kertas Asal Australia Ditahan
Petugas Bea Cukai Tanjung Perak menunjukkan koran dari kontainer berisi sampah asal Australia di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (9/7/2019). Kantor Bea Cukai Tanjung Perak menindak barang impor berupa delapan kontainer sampah kertas asal Australia. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menyatakan keberadaan 65 kontainer yang  berisikan sampah plastik impor bukan di dalam pengawasan BP Batam.

Direktorat Lalulintas Barang Badan Penguasaan (BP) Batam Subdit Perindustrian, Tus Haryanto mengatakan, tidak memiliki kewenangan mengawasi untuk proses pengiriman dan penerimaan barang dari lalu lintas barang BP Batam. 

Untuk proses pengiriman dan penerimaan barang dari Lalulintas Barang BP Batam  tidak memiliki kewenangan  mengawasi. Wewenang izin impor berada di wilayah kementerian perdagangan.

"Kami hanya mengawasi biji plastik, sebagai bahan baku," kata Direktur Lalulintas Barang BP Batam, Tri Novianta Putra di Kantor  Humas BP Batam, Rabu (26/6/2019).

Sebelumnya saat rapat di DPRD Batam, Evi Elfiana Bangun, Direktur PTSP BP Batam mengemukakan asal mula perusahaan biji plastik dari China. Berdasarkan ketentuan Peraturan Nomor 44 Tahun 2016, usaha tersebut tidak dilarang dan terbuka untuk investor asing. Pihaknya mengundang Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup, Bea Cukai untuk berdiskusi mengenai hal tersebut.

"Melakukan diskusi semua pihak mendukung pasal untuk bahan baku plastik merujuk Kementerian Perdagangan pasal 11 Tahun 2015," ujar dia.

"Semua menyampaikan agar pelaku usaha memperhatikan lingkungan agar dalam proses pelaksanaannya tidak mencemari lingkungan,” ia menambahkan, saat Rapat di Kantor DPRD, Batam Senin, 24 Juni 2019.

Lebih lanjut ia menyampaikan ada beberapa jenis izin yang harus ditempuh mulai dari izin prinsip, usaha untuk beroperasi, izin operasional untuk komersial.

"Kami terbitkan izin penanaman modal,untuk mendapatkan izin usaha pelaku usaha terlebih dahulu memenuhi izin lingkungan ya itu UPL. UKL yang  kemudian  menjadi kewenangan Dinas Lingkungan Hidup. DLH Batam kalau tertuju ke kemendagri nomor 31 2016," kata dia.

Sementara itu, di tempat yang sama Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, Ip mengatakan, awal 2019 Dinas Lingkungan Hidup  melakukan audit ada sekitar 53  pelaku usaha yang mengelola limbah impor di antaranya scrap plastik sebagai bahan baku.

Dari 53 perusahaan plastik, 20 pelaku usaha berpotensi menghasilkan limbah B3. Saat bahan baku sampai dan  dalam proses pemindahan sebagian bahan baku tidak bisa proses.

"Dalam satu ton bahan  menyisakan 5  sampai 6 persen bahan baku tersebut tidak bisa di proses yang kemudian dibuang ke TPA. Yang kemudian dalam proses pembersihan bahan baku tersebut menghabiskan air bersih sekitar 300 hingga 600 kubik air per ton," kata Ip.

Sementara itu, anggota Komisi 1 Bidang Hukum  DPRD Batam Lik Khai mengatakan, hal mesti di waspadai sekarang bukan hanya  itu impor limbah plastik. Akan tetapi, bahan kimia  di rumah sakit itulah yang  sangat membahayakan sampah tersebut dikumpul di sana kemudian di facking kemudian dikirim ke Indonesia.

"1 packing sampah tersebut 1 ton di atas  USD 80 mereka membayar. Saya mengetahui betul, dari kawan pengusaha dari Tiongkok, mereka importir limbah mendapatkan fee sekitar lebih dari USD 80 per ton," kata  Lik Khai.  

65 Kontainer Sampah di Batam Akan Dikembalikan Usai Uji Lab

Malaysia Kembalikan Limbah Plastik ke Negara Asal
Kontainer berisi sampah plastik dari Australia siap dikirim kembali ke negara asal di Port Klang, sebelah barat Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa (28/5/2019). Malaysia menjadi tujuan alternatif utama untuk sampah plastik setelah China melarang impor limbah tersebut. (Mohd RASFAN/AFP)

Sebelumnya, Ditjen Bea Cukai Batam bersama tim gabungan memeriksa dan mengambil sampel dari 65 kontainer sampah yang terindikasi mengandung Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pengambilan sampe sebelum sampah tersebut dikembalikan ke negara asal.

Kepala Seksi Penindakan Kantor Bea dan Cukai (BC) Batam Febian Cahyo Wibowo mengatakan hasil uji Lab sampel limbah akan diumumkan dalam tiga hari.

"Hasilnya nanti usai pengambilan sampel selesai, apakah yang 65 kontainer mengandung B3, ya atau tidaknya tunggu aja," kata dia kepada Liputan6.com di Batam, Rabu sore, 19 Juni 2019.

Dia menuturkan hasil uji laboratorium akan diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup. Adapun berdasarkan peraturan, jika limbah yang mengandung B3 harus dikembalikan ke daerah asal dengan batas waktu 90 hari semenjak barang itu tiba.

Dari proses pemeriksaan, dari 54 kontainer tersebut mengandung limbah plastik. Sementara  berdasarkan manives, sampah tersebut berasal dari Amerika dan Eropa. Ini terdiri dari sampah rumah tangga, dan farmasi karena ditemukan botol obat.

Sementara Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam Herman Rozi menuturkan jika sampah dalam kontainer mengeluarkan bau menyengat.

"Kita lihat dan rasakan isi kontainer mengeluarkan bau, cuma (detektor) belum menemukan radiaktif, untuk hasil kita tunggu hasil lab bea cukai," tutur dia.

Sekjen Asosiasi Import Plastik Indonesia (Aexipindo) Marthen Tandi Rura meminta untuk menunggu hasil dari pemeriksaan tim. "Saya tidak sengaja mendampingi tim, kita tunggu hasilnya nanti," kata dia.

Sebelumnya dalam pernyataan sikap, pengusaha yang tergabung dalam Aexipindo Batam membantah telah mengimpor sampah yang mengandung B3 ke Batam.

Asosiasi menganggap isi dari 65 kontainer yang didatangkan dari Inggris, Kanada, Amerika dan Australia serta sejumlah negara Eropa lainya bukan dari limbah melainkan bahan baku.

Impor bahan plastik ini telah sesuai dengan Permendag Nomor 31 Tahun 2016 yang mengatur tata cara impor bahan baku limbah non B3.

Impor barang tersebut juga sudah melalui proses yang panjang mulai dari membuka Purchase Order, Sucofindo, Infeksi dan pembayaran.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya