Pengelolaan Sampah Terpadu Bakal Tekan Impor Sampah

Pengelolaan sampah plastik di dalam negeri harus dimulai dari hulu atau sejak di lingkup rumah tangga.

oleh Septian Deny diperbarui 02 Jul 2019, 18:15 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2019, 18:15 WIB
Kisah Di Balik Sampah Impor yang Menyerbu Malang
Timbunan sampah di pelataran rumah warga Desa Gampingan, Pagak, Malang. Seluruhnya adalah sampah impor limbah produksi perusahaan (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta - Pelaku usaha daur ulang sampah yang tergabung dalam Indonesia Plastic Recycles (IPR) menyatakan, sistem pengelolaan sampah modern dan terpadu dapat mengurangi masuknya sampah impor ke Indonesia.

Business Development Director IPR Ahmad Nuzuludin, melalui pengoptimalan daur ulang sampah domestik, maka kebutuhan sampah impor juga akan menurun.

"Sampah impor sebenarnya masih diperlukan, karena pelaku daur ulang sampah kekurangan supply dari dalam negeri. Lantas, agar sampah impor tidak over supply, maka diperlukan sistem pengelolaan sampah plastik terpadu," ujar dia di Jakarta, Selasa (2/7/2019).

Dia menyarankan, sebaiknya Pemerintah pusat maupun daerah dapat bersinergi untuk membantu industri daur ulang plastik berkembang ke depannya. Apalagi dengan segala potensi dari sisi penyerapan tenaga kerja dan value added sampah plastik.

“Dengan melakukan pengelolaan yang sampah yang baik, sampah plastik yang jumlahnya 16 persen dari total sampah dapat diolah kembali dan dimanfaatkan sebagai energi listrik, pupuk, dan bahan baku scrap industri recyling plastik," jelas Ahmad.

Senada dengan IPR, Asosiasi Industri Aromatika, Olefin, dan Plastik (Inaplas) menilai, untuk pengelolaan sampah plastik di dalam negeri harus dimulai dari hulu atau sejak di lingkup rumah tangga.

Sekretaris Jenderal Inaplas, Fajar Budiyono, mengatakan, faktor pencemaran sampah terhadap lingkungan yaitu sebenarnya perilaku konsumen yang belum melihat hal ini sebagai nilai ekonomi.

"Saat ini industri daur ulang plastik hanya jalan 80 persen kapasitasnya, padahal sampah plastik masih banyak, ini disebabkan karena sampah kita belum terpilah. Biaya sortir atau pilah berkisar 50 persen dari cost recycle," tutur Fajar.

Menurut Fajar, plastik sangat bermanfaat bagi kehidupan, dan dianggap menjadi masalah ketika sudah menjadi sampah. Maka, yang perlu dibenahi adalah pengelolaan sampah.

"Tapi yang penting itu, perubahan perilaku masyarakat yang tidak lagi melihat plastik sebagai sampah, tapi sebagai sesuatu yang bernilai ekonomi tinggi. Kemudian menerapkan prinsip zero waste to landfill dengan memilah sampah di rumah, daur ulang dan composting, dan lainnya," ungkap dia.

 

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perbaiki Aturan

Kisah Di Balik Sampah Impor yang Menyerbu Malang
Tiamah ditemani sejumlah bocah di Desa Gampingan, Pagak, Malang, memilah sampah impor yang dibeli dari sebuah perusahaan kertas (Liputan6.com/Zainul Arifin)

‎Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana memperbaiki peraturan yang menjadi dasar bagi importir sampah. Hal ini sebagai respon terhadap permasalahan impor sampah yang masuk ke Indonesia melalui Batam dan Surabaya,

Menurut Sekretaris Jenderal Kemendag, Karyanto Suprih, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-bahan Berbahaya dan Beracun segera direvisi. Pasalnya, Permendag ini memiliki kelemahan sehingga memungkinkan masuknya material plastik daur ulang yang terkontaminasi ke dalam sampah impor.

Salah satu hal yang akan dibahas dalam revisi tersebut adalah metode sampling pada impor clean plastic yang dilakukan surveyor.

Menurut Karyanto, Kementerian Perdagangan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan merinci teknis evaluasi serta pengawasan terhadap surveyor dalam aturan visi tersebut. Evaluasi terbesar dari masuknya sampah dan bahan lain di luar clean plastic adalah metode sampling dari surveyor.

“Revisi Permendag Nomor 31 Tahun 2016 tersebut juga akan membahas mengenai kata 'dan lain-lain', kode HS terkait, serta definisi clean plastic. Kalau secara kandungan clean plastic ini sudah dimiliki di dalam negeri, maka tidak perlu lagi diimpor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dalam negeri,” tandas Karyanto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya