Buruh Kecewa Tak Dilibatkan dalam Pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Proses pembahasan RUU Omnibus Law yang berlangsung tertutup dinilai melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.

oleh Liputan6.com diperbarui 17 Feb 2020, 11:28 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2020, 11:28 WIB
Tolak Omnibus Law, Buruh Datangi Gedung DPR
Buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) berdemonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/1/2020). Massa menyuarakan penolakan mereka terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.con/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Deputi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI) Muhammad Rusdi menyebut KPSI tegas menolak Omnibus Law Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah.

Ia menilai proses pembahasan RUU Omnibus Law yang berlangsung tertutup melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku.

"Bahasan RUU Omnibus itu dari awal tertutup, bertentangan dengan undang-undang," ungkapnya dalam acara konferensi pers di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta Pusat, seperti ditulis Senin (17/2).

Rusdi juga mengutarakan rasa kekecewaan terhadap pemerintah, karena tidak dilibatkannya perwakilan buruh dalam proses penyusunan Omnibus Law Cipta Kerja.

"KSPI tidak pernah di undang dan tidak pernah di minta pandangan oleh Menko perekonomian, masuk ke dalam tim yang di bentuk berdasarkan SK Menko Perekonomian No 121 Tahun 2020," tegasnya.

Ia pun, memastikan bahwa KPSI tidak bertanggung jawab terhadap setiap pasal di Omnibus Law Cipta Kerja. "Karena drafnya sendiri sudah diserahkan pemerintah ke pimpinan DPR RI ibu Puan Maharani," pungkasnya.

Akan tetapi, pernyataaan berbeda dikemukakam oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto yang memastikan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja sudah melibatkan seluruh konfederasi serikat pekerja. Sehingga menurutnya sudah tidak ada lagi masalah mengenai isi daripada draf omnibus law tersebut.

"Jadi beberapa konfederasi 10 konfederasi sudah diajak dialog. Dengan menteri tenaga kerja," kata Airlangga di temui di DPR, Jakarta, Rabu (12/2).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Dalam RUU Omnibus Law, Pekerja Cuma Libur Sehari Setiap Minggu?

Elemen Buruh Tolak RUU Omnibus Law
Elemen Buruh melakukan aksi di depan Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Rabu (12/2/2020). Dalam aksinya mereka menolak draft Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ke DPR untuk segera disahkan jadi Undang-Undang. Dalam RUU ini, pemerintah hanya memberi waktu istirahat atau waktu libur minimal satu hari dalam satu minggu atau sepekan.

Dikutip dari draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja pasal 79 ayat 2 (b), Minggu (16/2/2020), disebutkan bahwa: Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Sedangkan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 79 ayat 2 (b) dituliskan: Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja diklaim pemerintah dapat mendorong sektor ekonomi dan investasi di Indonesia yang kini lesu.

Pekerja Konstruksi Tak Bersertifikat Bakal Kena Pecat

Rumah Sakit Huoshenshan di Wuhan
Gambar pada 28 Januari 2020, pekerja konstruksi di lokasi Rumah Sakit Huoshenshan yang sedang dibangun di Wuhan di Provinsi Hubei, China. Rumah sakit khusus pasien virus Corona yang berkapasitas 1.000 tempat tidur itu ditargetkan bisa digunakan pada 3 Februari mendatang. (Chinatopix via AP)

Pemerintah berencana melarang tenaga kerja konstruksi tak bersertifikat bekerja. Hal ini tertuang dalam draf rancangan undang-undang (RUU) omnibus law cipta kerja.

Seperti tertuang dalam pasal 99 dalam UU No 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengatur bahwa pekerja tak bersertifikat kompetensi yang kedapatan bekerja akan diberhentikan.

"Setiap tenaga kerja konstruksi yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi tidak memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja dikenai sanksi administratif berupa pemberhentian dari tempat kerja," tulis pasal 99 ayat 1 tersebut.

Sementara, kepada pemberi kerja pekerja tak bersertifikat kompetensi juga akan dikenakan sanksi. Mulai dari denda administratif sampai penghentian sementara kegiatan layanan jasa konstruksi.

Di ayat 3 bagian dari omnibus law ini menyebutkan setiap tenaga kerja konstruksi bersertifikat yang bekerja di bidang Jasa Konstruksi dan tidak berpraktik sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia, standar internasional, dan atau standar khusus dikenakan sanksi berupa peringatan tertulis, denda administratif, pembekuan sertifikat kompetensi kerja, dan/atau pencabutan sertifikat kompetensi kerja.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya