Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama dengan Partai Buruh memutuskan untuk membatalkan aksi unjuk rasa yang sebelumnya direncanakan akan digelar pada Rabu, 5 Maret 2025, di depan Istana Negara dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Jakarta Pusat.
Aksi tersebut awalnya direncanakan sebagai respons terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan PT Sritex.
Advertisement
Baca Juga
Keputusan pembatalan aksi tersebut disampaikan langsung oleh Presiden KSPI yang juga Ketua Partai Buruh, Said Iqbal. Said Iqbal menjelaskan bahwa selama dua minggu ke depan, pihaknya akan memantau langkah-langkah pemerintah dalam menangani permasalahan tersebut.
Advertisement
"Dalam 2 minggu ini, langkah-langkah pemerintah apa dengan catatan kami tetap mendirikan posko pengaduan, kami akan mempersiapkan citizen lawsuit (gugatan warga negara)," kata Said Iqbal dalam konferensi pers soal Sritex, Selasa (4/3/2025).
Selain itu, KSPI dan Partai Buruh juga berharap untuk mendapatkan kejelasan terkait perkembangan PT Sritex. Mereka akan terus mengawasi siapa investor baru yang terlibat serta proses perekrutan karyawan.
Salah satu langkah penting yang diminta oleh KSPI adalah agar Menteri Ketenagakerjaan segera membuat notulen kesepakatan terkait mekanisme pegawai perantara yang akan didampingi oleh Lembaga Kerjasama Bipartit (LKS Bipartit).
"Kami ingin melihat siapa investor barunya, terus ada perekrutan karyawan, dan yang paling penting dari semuanya, dalam 2 minggu ini kami meminta Menteri Ketenagakerjaan membuat notulen kesepatakan mekanisme pegawai perantara yang didampingi dengan Bipartit," ujarnya.
Dengan keputusan ini, KSPI dan Partai Buruh memastikan bahwa tidak akan ada aksi unjuk rasa pada tanggal 5 Maret 2025. Mereka memilih untuk menunggu hasil dari proses yang akan dilakukan dalam dua minggu ke depan sambil tetap berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak pekerja yang terdampak.
"Dengan demikian, kami sudah putuskan, tidak ada aksi besok," ujarnya.
KSPI Nyatakan PHK Massal Sritex Tindakan Ilegal
Adapun Said menilai, PHK massal yang dilakukan terhadap ribuan buruh PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) merupakan tindakan yang ilegal.
"Sikap Partai Buruh dan KSPI dengan memakai alat ukur hukum nasional, dan hukum internasional, maka PHK puluhan ribu buruh PT Sritex adalah tidak sah atau ilegal," ujar Said.
Ia mengungkapkan bahwa PHK yang terjadi akibat proses pailit perusahaan tersebut bertentangan dengan hukum nasional dan internasional yang ada.
Menurut Said Iqbal, berdasarkan alat ukur hukum yang berlaku, baik secara nasional maupun internasional, PHK terhadap puluhan ribu buruh Sritex tidak sah.
Said Iqbal menekankan bahwa dalam konteks PHK, perusahaan seharusnya yang mengeluarkan surat pemutusan hubungan kerja, bukan buruh yang mendaftar untuk dipecat.
"PHK itu bukan dari buruh yang mendaftar ke perusahaan, itu salah besar. PHK itu adalah keputusan dari perusahaan yang mengeluarkan surat PHK," ujarnya.
Advertisement
KSPI Kritik Pernyataan Menteri Ketenagakerjaan soal Sritex
Lebih lanjut, Said Iqbal juga menegaskan bahwa undang-undang melindungi buruh, baik secara nasional maupun internasional.
"Mana ada buruh yang mau di-PHK? Makanya undang-undang hadir untuk melindungi mereka," tambahnya.
Ia menyayangkan sikap perusahaan yang dinilai tidak memahami hal ini, serta mengkritik pernyataan Menteri Ketenagakerjaan, dan Direktur Utama Sritex, Ikwan Luminto, yang dianggap mempermalukan buruh dengan pernyataan yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Adanya mengundurkan diri, PHK ini tidak ada yang mendaftar. Urusan sederhana kok ga ngerti, jangan mempermalukan Presiden Menteri Ketanagakerjaan dan Ikwan Luminto," ujarnya.
Tindakan PHK massal ini, menurut Said Iqbal, menunjukkan adanya ketidakpahaman atau bahkan ketidakpedulian terhadap hak-hak buruh yang sudah dijamin oleh undang-undang.
Partai Buruh dan KSPI berkomitmen untuk terus memperjuangkan hak-hak buruh, terutama terkait dengan pemutusan hubungan kerja yang seharusnya dilakukan sesuai dengan prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku.
