RUU Omnibus Law: Perusahaan Perusak Lingkungan Bakal Didenda hingga Rp 10 M

Jika denda tersebut tidak dilaksanakan, maka pelaku harus menjalani pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun.

oleh Athika Rahma diperbarui 18 Feb 2020, 08:30 WIB
Diterbitkan 18 Feb 2020, 08:30 WIB
Pemerintah Serahkan Draft RUU Omnibus Law
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, Menkumham Yasonna Laoly, Menteri KLHK Siti Nurbaya, Menaker Ida Fauziyah dan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menyerahkan draft RUU Omnibus Law kepada Ketua DPR Puan Maharani, Jakarta, Rabu (12/2/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Draf Rencana Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) memuat beberapa fokus aktivitas ketenagakerjaan di Indonesia, salah satunya perlindungan terhadap lingkungan yang tentu disebabkan oleh aktivitas ketenagakerjaan tersebut.

Jika sebelumnya pengusaha yang melakukan kegiatan ketenagakerjaan dan menyebabkan kerusakan lingkungan akan dipidana dan didenda, di draf RUU Omnibus Law, pelaku 'hanya' dikenakan denda tanpa pidana saja.

Dalam draf RUU Omnibus Law yang diterima Liputan6.com, Selasa (18/02/2020), dalam pasal 98 ayat 1, setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dikenai sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp 3 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.

Kemudian dalam ayat 2 disebutkan, jika denda tersebut tidak dilaksanakan, maka pelaku harus menjalani pidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun.

Lalu dalam ayat 3 dan ayat 4, jika perbuatan merusak lingkungan tersebut sampai menyebabkan orang luka ringan maupun berat, mengalami bahaya kesehatan atau bahkan mati, maka pelaku harus menerima denda dan pidana.

"Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan oidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun dan denda paling sedikit Rp 4 miliar dan paling banyak Rp 12 miliar," demikian bunyi pasal 98 ayat 3.

Ayat 4 sendiri mengatur bila pelaku menyebabkan orang luka berat atau bahkan mati, maka sanksi yang dikenakan ialah pidana paling singkat 5 tahun penjara dan paling 15 tahun serta denda paling sedikit Rp 5 miliar dan paling banyak 15 miliar.

BKPM Sebut Omnibus Law Cipta Kerja Senjata Tarik Investasi

Tolak Omnibus Law, Buruh Datangi Gedung DPR
Buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) berdemonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/1/2020). Massa menyuarakan penolakan mereka terhadap Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.con/Johan Tallo)

Sebelumnya, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut Omnibus Law Cipta Kerja merupakan instrumen untuk menggaet investasi.

"Omni salah satu instrumen untuk tarik investasi karena memudahkan untuk berizin dan tidak berbelit belit," ucapnya di Kantor BKPM, Jakarta, Senin (17/2/2020).

Ia juga memastikan Omnibus Law Cipta Kerja dapat dirasakan manfaatnya pada kuartal pertama pasca disahkan DPR RI.

"Di samping itu ada intensif juga yang kita tawarkan. Kalau bisa cepet dilakukan (disahkan), maka pertumbuhan realisasi investasi dari omni dapat menyumbang  di tahap pertama," paparnya.

Bahlil optimis realisasi penerimaan dari sektor investasi akan meningkat hingga Rp.886 triliun, setelah diberlakukannya Ommibus Law Cipta Kerja.

"Kita berpijak pada tahun 2019, 2019 itu per realisasi investasi lampaui target dari Rp790,2 triliun menjadi Rp809,6 triliun beranjak dari apa yang terjadi di tahun 2019, realisasi yang ditargetkan tahun 2020 mencapai Rp 886 triliun," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya