Tangkal Dampak Corona, Sri Mulyani Naikan Batas Restitusi Pajak jadi Rp 5 Miliar

Kenaikan restitusi bagi wajib pajak badan bertujuan untuk menambah uang masuk bagi perusahaan.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2020, 17:20 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2020, 17:20 WIB
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali
Sri Mulyani pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia 2018 di Bali. Dok: am2018bali.go.id

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melonggarkan sektor perpajakan untuk meminimalisir dampak virus corona ke ekonomi Indonesia. Salah satunya dengan menaikkan batas restitusi bagi wajib pajak badan hingga Rp 5 miliar, dari sebelumnya hanya Rp1 miliar.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, kenaikan restitusi bertujuan untuk menambah uang masuk bagi perusahaan. Meskipun pada akhirnya dampak dari restitusi yang dipercepat ini akan menekan pendapatan negara.

"Restitusi dipercepat dalam rangka cashflow. Kalau masyarakat standstill, penerimaan jadi lebih rendah dan cashflow sangat penting. Batasan dinaikan. Sekarang Rp1 miliar nanti dinaikan ke Rp5 miliar," ujar Sri Mulyani di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (10/3).

Sri Mulyani mengatakan sejauh ini pihaknya tengah menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo. Pihaknya juga telah merampungkan sejumlah insetif bersama dengan kementerian terkait lainnya.

"Artinya di kemenkeu sudah siap. Tinggal strategi ekonomi. Ini bukan masalah Menkeu, kita bersama Menko dan menteri lain, diharapkan bisa sampaikan ke presiden assesment berdasarkan situasi terkini dan strategi support policy yang akan dilakukan," jelasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Ada Virus Corona, Pertumbuhan Ekonomi Diprediksi Cuma 4 Persen

Khawatir Virus Corona COVID-19, Warga Malaysia Beraktivitas Pakai Masker
Seorang wanita mengenakan masker di tengah kekhawatiran akan penyebaran virus corona COVID-19, di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis, (13/2/2020). Total kematian akibat virus tersebut di Provinsi Hubei hingga Rabu (12/2) mencapai 1.310 orang. (AFP/Mohd Rasfan)

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di bawah 5 persen. Menurut dia, pertumbuhan itu terjadi akibat gejolak ekonomi global, termasuk mewabahnya virus Corona ke Indonesia.

"Pertumbuhan ekonomi saya rasa Indonesia akan koreksi yang tadinya 5 persen lebih, (jadi) 4 lebih, tapi 4 persen masih bagus loh kalau kita lihat negara-negara lain," kata Erick di Jakarta, seperti ditulis Kamis (5/3).

Dia mengatakan perlambatan ekonomi pasti terjadi. Bahkan tak hanya di Indonesia, di negara-negara lain pun demikian. Menurut dia, sektor perdagangan saat ini yang paling terancam akibat terjadinya perang dagang, ditambah meluasnya virus Corona asal China.

"Apakah yang namanya perang dagang ataupun hari ini yang dibilang Coronavirus juga suka tidak suka dihadapi," kata dia.

Erick melanjutkan, meski pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan merosot, masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga pernah jatuh pada krisis 1998.

Tak hanya itu, bahkan pada 2006 sampai dengan 2008 ekonomi Indonesia juga dalam keadaan tertekan. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa pulih dan berada stagnan di kisaran 5 persen hingga sekarang.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com 

Gara-Gara Corona, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Turun ke 4,7 Persen

Covid-19 Jadi Nama Penganti Virus Corona
Petugas laboratorium melakukan pengujian sampel dari orang yang akan diuji untuk virus corona COVID-19 di sebuah laboratorium di Shenyang, provinsi Liaoning timur laut China, Rabu (12/2/2020). WHO kini tidak lagi menyebut virus yang merebak di China sebagai Virus Corona Baru. (STR/AFP)

Ekonom Chatib Basri memaparkan bahaya dampak wabah virus Corona terhadap perekonomian Indonesia. Dia memprediksi pertumbuhan ekonomi negara bisa anjlok di bawah 5 persen hingga 4,7 persen akibat penyebarannya.

Sebagai langkah antisipasi, dia mengimbau pemerintah untuk bisa belajar dari data historis terkait penyebaran virus SARS yang terjadi pada 2003 silam.

"Jadi yang bisa dilakukan itu adalah melihat pola yang sama ketika terjadinya SARS. Karena kan kita enggak tahu Coronavirus ini pertama terjadi sampai kapan, seberapa jauh, itu kita enggak bisa tahu," ujar dia di Jakarta, Selasa (18/2/2020)}

"Yang kita bisa lakukan adalah (melihat) dari apa yang terjadi daripada kasus SARS, lalu ketika itu terjadi implikasinya pada Indonesia itu apa," dia menambahkan. 

Sebagai perbandingan, mantan Menteri Keuangan ini menyebutkan pertumbuhan ekonomi China pada Kuartal I 2003 drop 2 persen dari 11 persen menjadi 9 persen saat virus SARS mewabah. Pelemahan tersebut dapat diperbaiki pada Kuartal II menjadi naik 10 persen. Sementara pertumbuhan ekonomi China pada Kuartal III-IV 2003 terpantau stabil.

"Jadi kalau lihat di dalam whole year, itu dampak dari penurunan pertumbuhan ekonomi China gara-gara SARS itu mungkin sekitar 1 persen dalam jangka pendek," kata dia.

Chatib memaparkan, berdasarkan sensitivitas perhitungan econometrics, 1 persen pertumbuhan ekonomi China itu berdampak sekitar 0,1-0,3 persen terhadap Indonesia.

"Jadi kalau China turunnya 1 persen, mungkin growth kita bisa turun di kisaran 0,1-0,3 persen. Jadi kalau angka kita terakhir kemarin 5 persen, jadi bisa di bawah 5 persen. Bisa jadi 4,7 sampai 4,9 persen kira-kira range-nya kalau polanya sama seperti SARS," tuturnya.  

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya