Buruh Rentan Terkena Corona

Himbauan presiden tidak dijalankan oleh para pengusaha karena masih mewajibkan para buruh untuk bekerja di pabrik.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 25 Mar 2020, 17:00 WIB
Diterbitkan 25 Mar 2020, 17:00 WIB
Jalanan Ibu Kota Lengang
Foto aerial kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Sejumlah ruas jalan utama ibu kota lebih lengang dibandingkan hari biasa karena sebagian perusahaan telah menerapkan bekerja dari rumah guna menekan penyebaran COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkapkan, industri manufaktur maupun transportasi daring (online) yang jumlah pekerjanya lebih dari 40 juta orang di seluruh Indonesia, belum meliburkan pekerja atau memberlakukan work from home (WFH).

Padahal beberapa kepala daerah dan presiden sudah menyampaikan himbauan agar masyarakat tetap berada di dalam rumah. Namun fakta di lapangan, himbauan ini tidak dijalankan oleh para pengusaha karena masih mewajibkan para buruh untuk bekerja.

“Himbauan untuk work from home hanya menjadi macan kertas dan tidak berdampak. Terbukti, masih banyak perusahaan yang tetap beroperasi," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, Selasa (24/3/2020).

“Padahal ini merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan untuk meliburkan para buruhnya,” lanjut Said Iqbal.

Menurutnya, para buruh sangat rentan terpapar Corona Covid-19. Sehingga, saat banyak buruh yang terinfeksi, maka perekonomian Indonesia akan semakin terpuruk.

Untuk itu, KSPI meminta pemerintah menindak tegas perusahaan swasta dan transportasi daring (online) yang tidak meliburkan pekerja dalam jangka waktu tertentu (dengan tetap membayar upah secara penuh).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Buruh Terancam Tak Dapat THR Gara-Gara Wabah Corona

Jalanan Ibu Kota Lengang
Foto aerial kendaraan melintas di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Sejumlah ruas jalan utama ibu kota lebih lengang dibandingkan hari biasa karena sebagian perusahaan telah menerapkan bekerja dari rumah guna menekan penyebaran COVID-19. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, menjelang lebaran tahun ini, para pengusaha mengalami situasi yang kurang menguntungkan. Pasalnya, mereka harus mulai memikirkan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan di tengah himbauan untuk social distancing selama pandemi virus corona covid-19 berlangsung.

Bahkan, baru-baru ini Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengeluarkan Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2020, yang menghimbau agar tidak ada kegiatan perkantoran di Ibukota selama 14 hari ke depan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Berlaku juga untuk tempat hiburan.

"Tutup selama 2 minggu sangat mempengaruhi omzet dan pemasukan mereka. Apalagi dalam kurun waktu 1,5 bulan ke depan kita memasuki bulan Ramadan, sebagian pusat hiburan wajib tutup dan jam operasionalnya dibatasi tentu omzet mereka juga menurun," ujar Ketua DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta, Sarman Simanjorang pada Liputan6.com, Senin (23/3/2020).

Menurutnya, THR dalam kondisi seperti ini pasti menjadi beban bagi pengusaha. Di satu sisi merupakan kewajiban pengusaha, dan di sisi lain omzet dan pendapatan menurun, apalagi pelaku usaha UKM.

"Diharapkan nanti ada dialog bipartit antara perwakilan dunia usaha dengan pekerja untuk menyepakati bagaimana solusi THR jika memang pengusahanya tidak mampu," kata Sarman.

Kalau Perusahaan besar, ujar Sarman, mungkin masih mampu memberikan THR. Tapi untuk UKM atau pengusaha hiburan yang mulai hari ini wajib tutup sampai 2 minggu ke depan, tentu pemasukan praktis tidak ada. Sehingga nantinya perlu didiskusikan jauh-jauh hari karena pekerja juga pasti berharap.

"Diharapkan juga teman-teman serikat buruh dan pekerja juga memahami apa yang dihadapi pelaku usaha saat ini," ucapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya