Rhenald Kasali: Butuh Rp 100 Triliun untuk Atasi Dampak Corona

Dana minimal Rp 100 triliun itu dibutuhkan untuk penanganan aspek kesehatan maupun aspek ekonomi untuk meringankan dampak wabah Corona.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Mar 2020, 16:02 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2020, 16:02 WIB
Rhenald Kasali
Rhenald Kasali saat peluncuran bukunya yang berjudul Disruption: Menghadapi Lawan-Lawan Tak Kelihatan dalam Peradaban Uber. (Liputan6.com/ Agustinus Mario Damar)

Liputan6.com, Jakarta - Wabah Corona mulai mengguncang pada Januari 2020 lalu. Episentrumnya ada di Wuhan, Tiongkok. Namun, globalisasi dan konektivitas transportasi membuat wabah itu seperti gempa yang memicu tsunami. Gelombangnya menyebar cepat ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Founder Rumah Perubahan yang kini mengembangkan platform Mahir Academy Prof. Rhenald Kasali mengatakan, selain aspek kesehatan yang menjadi prioritas, semua pihak juga harus memitigasi dampak ekonomi akibat wabah Covid-19.

"Kalkulasi saya, setidaknya butuh Rp 100 triliun untuk mengatasi dampak Corona ini," ujarnya saat memberikan update terkait materi webinar Mahir Academy by Rumah Perubahan berjudul The Outbreak: Challenges & Opportunities.

Webinar yang diinisiasi oleh platform Mahir Academy yang di-develop Rumah Perubahan diselenggarakan Selasa malam (23/3) secara gratis dan bisa diakses melalui Zoom, Youtube, dan beberapa aplikasi web conference lainnya. Isu aktual seputar dampak Covid-19 terhadap ekonomi dan bisnis membuat peminat webinar mencapai ribuan orang.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) itu menyebut, dana minimal Rp 100 triliun itu dibutuhkan untuk penanganan aspek kesehatan maupun aspek ekonomi untuk meringankan dampak wabah Corona, khususnya terhadap masyarakat masyarakat berpenghasilan rendah, pekerja informal, dan sektor UMKM.

"Kita tahu, dana APBN terbatas, karena itu butuh dukungan luas semua pihak termasuk masyarakat melalui kerelawanan sosial," katanya.

Menurut Rhenald, bisnis apapun dalam situasi ini pasti mengalami gangguan dan menghadapi masa sulit. Meski demikian, tidak dapat dibenarkan jika ada pelaku usaha yang mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain, misalnya dengan menjual produk atau jasa kesehatan di atas harga wajar.

"Saat ini, sikap terbaik adalah mengedepankan kemanusiaan dan nyawa manusia," ucapnya.

Rhenald mengatakan, pandemi Corona mengirim sinyal keras kepada bangsa-bangsa di dunia untuk mereformasi sejumlah sistem. Yang pertama adalah sistem kesehatan dalam menangani wabah dan sistem arus informasi untuk mengkomunikasikan langkah penanganan wabah kepada masyarakat luas.

Berikutnya, sistem keuangan negara yang memungkinkan diambil terobosan-terobosan cepat, sistem penanganan lingkungan untuk membatasi penyebaran virus atau bakteri dari fauna dan flora kepada manusia, serta sistem lalu lintas data dan investasi-investasi baru dalam bidang penanganan wabah.

Sinyal Wabah Corona

Rumah Sakit Palang Merah di Wuhan
Dokter melihat layar saat memeriksa pasien yang terinfeksi virus corona COVID-19 di rumah sakit Palang Merah di Wuhan, 16 Februari 2020. Virus corona baru, Covid-19, telah mewabah hingga ke lebih dari 60 negara dimana dari kasus-kasus infeksi, ada lebih dari 3.000 kematian yang terjadi. (STR/AFP)

Rhenald menyebut, sinyal keras wabah Corona ini sebenarnya sudah dimulai dengan sinyal-sinyal lembut munculnya berbagai kasus serangan penyakit. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sepanjang kurun waktu 1980-2013 ada 12 ribu kasus outbreak. Beberapa yang memiliki dampak besar adalah Ebola, MERS, dan SARS.

"Konektivitas transportasi antar negara yang kian terbuka membuat wabah yang dulu sifatnya lokal dan regional, kini menjadi global," sebutnya.

Dengan kondisi seperti ini, ke depan potensi ancaman wabah sangat mungkin terjadi lagi. Karena itu, semua negara harus mulai mendesain sistem kesehatan untuk penanganan wabah.

Contohnya di Amerika Serikat, pada 2016 Presiden Barack Obama pernah membentuk National Security Council Directorate for Global Health Security and Biodefense.

Sayangnya, lembaga yang berada di bawah koordinasi Gedung Putih atau Kantor Presiden itu kemudian dibubarkan dan dilebur ke lembaga lain pada 2018 oleh Presiden Donald Trump.

Ketika sekarang wabah Corona merebak di Amerika Serikat, pemerintahan Donald Trump pun kurang siap. "Sekarang, saatnya semua negara untuk mendesain sistem penangahan wabah yang lebih baik," kata Rhenald.

Menurut dia, pemimpin di tingkat pusat dan daerah harus mendesain prosedur standar penanganan wabah. Termasuk memerintahkan pengalihan sumber daya seperti kampus, gedung olahraga, sekolah, dan yang lain untuk kepentingan darurat seperti rumah sakit dan tempat karantina.

"Semua pihak harus berkolaborasi, agar kita siap saat datang ancaman wabah berikutnya," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya