Liputan6.com, Jakarta - Pahlawan muncul di tengah wabah Corona Covid-19, yakni para dokter dan perawat yang ada di garda terdepan. Demi tugas, mereka meninggalkan rumah, berpisah dari orang-orang terkasih, entah kapan bisa bersua kembali.
Dokter dan perawat mendekat ke potensi bahaya, dengan pelindung seadanya, ketika banyak orang mengaku bosan dan mati gaya karena 'dipaksa' tinggal di dalam rumah.
Bagi petugas medis, itu bukan pilihan. Pekerjaan menyelamatkan nyawa pasien mustahil bisa dilakukan secara online atau daring, dengan memindahkan laptop atau komputer ke rumah.
Advertisement
Sampai-sampai nyawa pun jadi taruhannya. Seorang perawat berusia 37 tahun menjadi pejuang pertama yang gugur dalam tugas. Ia dilaporkan menjadi suspect Covid-19 usai melakukan kontak dekat dengan pasien positif.
Belakangan, kabar duka kembali terdengar. Tiga dokter meninggal dunia terkait Corona Covid-19. Yakni, dokter spesialis saraf Hadio Ali Khazatsin, spesialis bedah Djoko Judodjoko, dan spesialis telinga hidung tenggorokan (THT) Adi Mirsa Putra.
Baca Juga
Dokter Hadio meninggal pada Minggu 22 Maret 2020 subuh. Dokter Djoko meninggal pada Jumat 20 Maret 2020. Sedangkan Dokter Adi Mirsa tutup usia pada Sabtu 21 Maret 2020.
Tak berhenti di situ. Pada Senin 23 Maret 2020, Guru besar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof.DR.dr.Bambang Sutrisna, MHSc dinyatakan meninggal dunia.
Sang putri yang berduka, mencurahkan perasaan di akun Instagram. Menurut dia, ayahnya terpapar Covid-19 usai merawat pasien. Dokter Bambang merasa kasihan.
"Hari ini makna #dirumahaja yang sbagian dari kalian abaikan dan jadikan lelucon menjadi airmata buat keluarga kami. Ya memang, ayah saya bisa dbilang bandel, disuru jangan praktek bilangnya kasian orang dari jauh. Ternyata pasien yang dibilang kasian itu adalah suspek COVID dengan rontgen paru2 uda putih semua. Pasien tersebut yang pulang paksa dari RS Bintaro karena ini dan itu" tulisnya.
Paling sedih, ia da keluarga tak bisa melihat sang ayah untuk terakhir kalinya. Tak bisa memilih lokasi di mana Dokter Bambang dimakamkan. "Tolong Lah #DiRumahAja Sebelum Semuanya Terlambat."
Perempuan yang juga berprofesi sebagai dokter tersebut mengisahkan penderitaan sang ayah saat menjalani perawatan, sendirian ketika serangan sesak napas terjadi. Ia mengisahkan semua itu untuk meminta mereka yang masih punya pilihan #dirumahaja tak bandel dan menyepelekan wabah yang telah mengakibatkan setidaknya 15.488 orang meninggal di seluruh dunia.
Saat menggelar konferensi pers di Wisma Atlet Kemayoran, yang diubah fungsinya menjadi rumah sakit, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya tenaga medis di tengah wabah Covid-19.
"Saya ingin menyampaikan, ucapan duka cita yang mendalam dan belasungkawa atas berpulangnya perawat, dan tenaga medis. Mereka telah berpulang ke haribaan Allah SWT," ujar Jokowi, Senin 23 Maret 2020.
"Beliau-beliau itulah yang telah berdedikasi, berjuang sekuat tenaga mengalahkan virus Corona Covid-19 ini. Atas nama pemerintah, negara dan rakyat, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kerja keras, perjuangan dalam mendedikasikan penanganan COVID-19." ujar Jokowi.
Saksikan video berikut
Insentif Tenaga Medis
Kerja keras dan perjuangan para tenaga medis tentu saja tak cukup dibalas dengan ucapan terimakasih. Presiden Jokowi juga membeberkan bahwa pemerintah akan memberikan apresiasi kepada para tenaga medis yang menangani Covid-19. Bentuknya, berupa insentif bulanan.
Besaran insentif tersebut telah ditetapkan pemerintah pada rapat Minggu 22 Maret 2020. "Kita telah rapat dan telah diputuskan telah dihitung Menteri Keuangan bahwa akan diberikan insetif bulanan kepada tenaga media, dokter spesialis akan diberikan Rp 15 juta, dokter umum gigi akan diberikan Rp 10 juta, bidan perawat akan diberikan Rp 7,5 juta dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta," ujar Jokowi.
Selain itu, bagi tenaga medis yang meninggal karena menangani Covid-19, akan diberikan santunan sebesar Rp 300 juta.
Baca Juga
Namun, lanjut dia, insentif ini hanya akan diberikan kepada tenaga medis yang menangani Covid-19 di daerah yang sudah dinyatakan tanggap darurat bencana Covid-19. "Ini hanya berlaku untuk daerah yang telah ditetapkan tanggap darurat," kata Jokowi.
Saat ini setidaknya sudah ada sembilan pemerintah provinsi/kota/kabupaten yang menetapkan status tanggap darurat COVID-19.
Daerah tersebut, yakni Provinsi DKI Jakarta, Kota Depok, Provinsi Daerah Khusus Yogyakarta, Kota Bogor, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Banten, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Barat, dan Provinsi Jawa Barat.
Advertisement
Sumber Dana Insentif
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga angkat bicara. Dia mengatakan pemerintah akan memberikan insentif bagi tenaga kesehatan yang bertugas menjadi garda terdepan penanganan Corona Covid-19.
Namun angka yang disebut Sri Mulyani sedikit berbeda dengan Jokowi. "Kami mengusulkan, insentif akan diberikan kepada dokter spesialis sebesar Rp 10 juta per bulan, dokter gigi dan dokter umum Rp 8 juta, perawat dan bidan Rp 5 juta, tenaga medis dan tenaga lainnya sebesar Rp 3,5 juta," jelas dia.
Insentif diberikan untuk menambah semangat para tenaga medis yang bertugas melawan Corona Covid-19.
Penyaluran insentif dan santunan ini dikatakan perlu dipetakan agar bisa tersampaikan dengan optimal. Penyaluran harus diutamakan di daerah dengan kasus yang cukup banyak, seperti di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Baca Juga
Mengutip Antara, pemerintah menyiapkan dana Rp 118,3 triliun sampai Rp 121,3 triliun untuk mengatasi penularan Covid-19. Dana itu berasal dari realokasi belanja kementerian/lembaga sebanyak Rp 62,3 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 56 triliun sampai Rp 59 triliun.
Pemerintah mengalokasikan Rp 38 triliun dari dana tersebut untuk program pendidikan, jaringan pengaman sosial, dan kesehatan serta Rp 6,1 triliun untuk asuransi bagi tenaga medis yang menangani Covid-19.
Kementerian Keuangan juga sedang meninjau ulang anggaran Rp 3,3 triliun yang diajukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pemerintah pun mendesain ulang dana desa sehingga desa yang terpapar Covid-19 mendapat tambahan dana sehingga penanganan BNPB menjangkau desa.
Ekonom Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita menyatakan, kebijakan yang diambil Jokowi tersebut sangat tepat dan perlu diberikan untuk memberi kepastian pada satuan tugas yang sedang bekerja.
"(Urusan biaya) pemerintah bisa merelokasi dari dana-dana proyek atau program yang dihentikan karena gangguan Corona seperti dana pemindahan ibukota, dana infrastruktur lain yang dianggap layak dihentikan dulu tahun ini," kata Ronny saat dihubungi Liputan6.com.
Paling utama, realokasi harus diutamakan untuk meningkatkan kapasitas perawatan suspect dan pasien Corona sekaligus untuk membenahi sistem kesehatan di Indonesia.
"Dari APBN 2020, beberapa proyek strategis bisa di-pending, dananya bisa dialihkan ke penanggulangan penyebaran Corona," kata Ronny.
Tak hanya medis, pemerintah dinilai juga perlu memikirkan program lain seperti BLT (bantuan langsung tunai) bagi pekerja yang terpaksa dirumahkan dan bentuk program bantuan sosial bagi 40 persen kalangan menengah ke bawah.
Kemudian, agar dunia usaha tetap berjalan, pemerintah juga harus memberikan jaminan yang lebih nyata, tidak hanya relaksasi dan insentif pajak namun juga opportunity income perusahaan yang hilang selama produksi berhenti.
Fokus Anggaran Pemerintah
Jokowi pun sudah resmi menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Virus Corona atau Covid-19.
Inpres ini meminta Kementerian / Lembaga (K/L) untuk mengutamakan alokasi anggaran yang ada untuk mempercepat penanganan wabah Covid-19 sesuai protokol penanganan.
Secara keseluruhan, Sri Mulyani telah menyiapkan besaran dana dari APBN untuk direalokasi guna menangani dampak virus corona.
"Sampai dengan hari ini, kami sudah mengidentifikasi sekitar Rp 62,3 triliun dari belanja kementerian lembaga yang akan bisa direalokasikan untuk prioritas seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden," ujar Sri Mulyani.
"Ini menyangkut, pertama perjalanan dinas, belanja barang non-operasional, honor-honor, dana yang di-blocking serta output cadangan. Kita masukkan ke dalam kategori Rp 62,3 triliun, di mana kementerian lembaga akan melakukan penyesuaian terhadap belanja mereka untuk membiayai 3 prioritas tadi. Ini dari APBN kita belum masuk ke APBD ya," lanjut dia.
Menurut pemaparan Sri Mulyani, adapun 3 prioritas yang dimaksud adalah, pertama, mendukung kesehatan. Apa saja yang berpengaruh untuk bisa menangani kesehatan di pusat dan di daerah yang menyangkut Covid-19 ataupun yang lainnya, termasuk fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.
"Yang kedua adalah untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, terutama masyarakat yang terbawah, dalam bentuk jaring pengaman sosial, yang masih terus kita develope. Yang ketiga, mendukung dunia usaha agar mereka tetap bisa melalui masa sulit ini, dan ini kami bekerjasama dengan OJK, yang melakukan relaksasi di dalam pembayaran cicilan," beber dia.
Advertisement
APD Lebih Prioritas
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih mengungkapkan rasa terima kasih atas pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pemberian insentif bagi para tenaga medis yang berjuang merawat pasien Corona Covid-19.
"Saya mewakili organisasi profesi dokter sangat mengapresiasi apa yang disampaikan Pak Jokowi. Kami berterima kasih soal insentif tersebut," ungkap Daeng kepada Health Liputan6.com.
Senada dengan Daeng, Wakil Ketua Umum I PB IDI Adib Khumaidi juga mengapresiasi pemberian insentif untuk tenaga medis. "Ya, kalau ada insentif untuk tenaga medis, saya ikut mengapresiasinya," tambah Adib.
Namun menurut IDI, ada kebutuhan yang lebih prioritas yaitu perlindungan tenaga medis di lapangan berupa alat pelindung diri (APD) harus dicukupi ketersediaannya.
"Saya mengapresiasi insentif untuk tenaga medis. Tapi saya pikir, para tenaga medis di lapangan tidak terlalu banyak memikirkan soal insentif. Yang sangat diprioritaskan bagi teman-teman kami itu tolonglah (pemerintah) dibantu soal kebutuhan APD," jelas Daeng.
"Masih kurang sekali APD meski saya sudah mendengar kabar ya pemerintah mendistribusikan 105.000 APD. Kami berharap banyak bantuan dari semua pihak. APD itu bekal perlindungan untuk tenaga medis," kata dia.
Adib ikut menegaskan, saat ini tenaga medis membutuhkan perlindungan selama menjalani pelayanan, khususnya di garda terdepan yang pertama kali berhubungan langsung dengan pasien.
"Insentif tenaga medis kami apresiasi, tapi perlu ditekankan bukan hanya itu saja. Bagaimana teman-teman tenaga medis terproteksi dengan aman selama menjalankan pelayanan," tegas Adib.