BI: Kondisi Perbankan Sekarang Lebih Tangguh Ketimbang 1998 dan 2008

Bank Indonesia menyatakan, kondisi sektor perbankan di dalam negeri saat ini kuat dalam menghadapi pelemahan ekonomi akibat penyebaran virus corona (Covid-19)

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 31 Mar 2020, 18:30 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2020, 18:30 WIB
BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyatakan, kondisi sektor perbankan di dalam negeri saat ini kuat dalam menghadapi pelemahan ekonomi akibat penyebaran virus corona (Covid-19).

Bahkan, kondisi perbankan saat ini dianggapnya sudah jauh lebih tangguh daripada saat terjadi krisis ekonomi 2008 dan 1998.

"Saya harus sampaikan, bahwa kondisi perbankan Indonesia saat ini jauh lebih kuat dibanding tahun 2008, apalagi tahun 97-98," seru dia saat sesi teleconference, Selasa (31/3/2020).

Sebagai perbandingan, ia menyebutkan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) saat ini berada di kisaran 23 persen. Lalu rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) juga masih terjaga rendah pada 2,5 persen gross atau 1,3 persen nett.

"Jadi secara umum ketahanan industri perbankan kuat," kata Gubernur BI.

 

Berdampak ke Ekonomi Nasional

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga Acuan di 5 Persen
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo bersiap menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur (RGD) Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (19/12/2019). RDG tersebut, BI memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 5 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kendati begitu, ia tak memungkiri bahwa virus corona telah sangat berdampak terhadap kegiatan perekonomian, baik dalam skala nasional maupun global. Perry mencontohkan, risiko NPL telah membuat kinerja perusahaan berskala kecil atau UMKM merosot.

"Memang debitur kecil mengalami gangguan karena Covid-19. Itu bukan karena mereka mau ngemplang, tapi karena mereka memang tidak bisa bekerja. Ini yang jadi perhatian kita, bagaimana mengurangi beban mereka," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya