Liputan6.com, Jakarta - Kepala ekonom PT Bank CIMB Niaga Tbk Adrian Panggabean memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini bakal berada di kisaran 1,8 persen. Sementara untuk laju inflasi bertengger di angka 2,7 persen.
"Saya proyeksikan pertumbuhan ekonomi di 1,8 persen. Inflasi 2,7 persen apakah ini pesimistis atau optimistis," kata dia dalam diskusi virtual di Jakarta, Minggu (26/4/2020).
Untuk target petumbuhan ekonomi tersebut sanhat jauh di bawah asumsi makro APBN 2020 yang berada di angka 5,3 persen. Namun untuk prediksi inflasi berada di kisaran target pemerintah yang ada di angka 3,5 persen plus minus 1 persen.
Advertisement
Adrian melanjutkan, prediksi yang dia berikan ini cukup optimistis jika dibandingkan dengan prediksi beberapa ekonom lainnya. Beberapa lembaga peneliti lainnya ada yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi tak bakal di atas 1 persen. Bahan ada juga yang memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan di bawah 0 persen.
Dia menambahkan, pemulihan pertumbuhan ekonomi bakal terasa di kuartal IV 2020. Sementara di kuartal II-III masih berada di bawah tekanan. Ini dikarenakan kondisi pandemi virus Corona ini masih akan berlangsung selama delapan minggu ke depan.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Faisal Basri Ramal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2020 hanya 0,5 Persen
Sebelumnya, Ekonom senior Faisal Basri memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini bisa mencapai -2,5 persen. Prediksi itu sejalan dengan perkiraan bank dunia, dimana pertumbuhan ekonomi global diramal berada pada kisaran -0,3 persen akibat perang melawan virus corona (Covid-19).
Sementara dalam skenario optimis, ia menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tertinggi yang bisa diperoleh hanya 0,5 persen.
"Saya menduga ekonomi Indonesia kemungkinan akan tumbuh hanya 0,5 persen paling optimis. Pesimisnya ya -2 sampai -2,5 persen," ujar dia dalam sesi bincang online bersama Katadata, Jumat (24/4/2020).
Prediksi tersebut dilontarkan dengan memakai berbagai indikator. Seperti lambatnya langkah pemerintah dalam penanganan pandemi virus corona.
"Sebetulnya kita amat sulit memprediksi Indonesia, karena penanganan covid-19 nya enggak karu-karuan," sambung dia.
Faisal sangat menyayangkan kondisi seperti ini terjadi, sebab Indonesia disebutnya tak punya banyak modal untuk menopang ekonomi pada masa pasca krisis ini.
"Kita tidak punya kemampuan untuk mem-back up ekonomi kita supaya tidak turun terlalu tajam. Karena kita tidak punya kemewahan seperti yang dimiliki Amerika, menggelontorkan dana untuk insentif kemarin USD 484 miliar. Total stimulus USD 2,3 triliun, belum USD triliun digelontorkan The Fed untuk meningkatkan stimulus likuiditas," tuturnya.
Hal berikut yang ia kritik yakni terkait paket stimulus melawan corona sebesar Rp 405,1 triliun. Berdasarkan data perubahan APBN 2020, anggaran belanja negara naik Rp 73,4 triliun.
"Jangan dilihat defisit APBN pemerintah yang naik 5,8 itu sebagai suatu stimulus. Bukan. Defisit 5,8 itu lebih disebabkan karena penerimaannya anjlok. Jadi peningkatan belanja itu cuman Rp 73,4 triliun. Penerimaan negaranya anjlok Rp 472 triliun. Jadi praktis tidak ada stimulus sebetulnya kalau dilihat dari magnitude tambahan dari APBN itu," pungkasnya.
Advertisement