Liputan6.com, Jakarta - Direktur Perusahaan Otobus (PO) Naikilah Perusahaan Minang (NPM), Angga Vircansa Chairu, menilai bahwa kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tertuang dalam POJK Nomor 11 Tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus, belum menyasar kepada industri transportasi bus.
Dalam kebijakan tersebut, OJK hanya memberikan keringanan penundaan cicilan pembayaran kredit bagi nasabah terdampak Covid-19 dengan plafon kredit kurang dari Rp 10 miliar maksimal setahun.
"Saya tahu pemerintah berusaha keras untuk melewati wabah Corona Covid-19. Saya tertarik POJK Nomor 11 yang diterbitkan OJK. Rp 10 miliar diberikan fasilitas keringanan. Nah bus kami itu Rp 1,5 miliar per bus, otomatis kita tidak bisa mendapatkan keringanan itu," kata dia dalam video conference di Jakarta, Minggu (26/4/2020).
Advertisement
Dia pun mempertanyakan kejelasan di dalam aturan tersebut, apakah bisnis transportasinya termasuk di dalam aturan tersebut atau tidak. Sebab di dalam POJK itu dijelaskan, seluruh bisnis berdampak langsung dan tidak langsung boleh ajukan permohonan relaksasi di bawah Rp 10 miliar dan di atas Rp 10 miliar.
"Itu gimana penjelasannya? saya sudah ajukan di akhir Maret 2020 tanggal 28 saya ajukan itu. Saya tidak minta neko-neko," kata dia.
Â
Belum Ada Persetujuan
Direktur Perusahaan Otobus (PO) Putra Jaya, Vicky Hosea menambahkan, sejauh ini pihaknya juga tengah mencoba mengajukan kepada OJK untuk keringanan kredit. Namun sejauh ini belum ada persetujuan lebih lanjut.
"Sampai saat ini masih dalam pengajuan belum ada persetujuan. Terkait juga mengenai pengurangan denda atau penghapusan bunga atau pokok sejauh ini perbankan tidak ada skema itu. Yang ada penagguhan bunga itu ditangguhkan kepada utang pokok kredit dan dihitung saat selesai Covid-19," jelas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement