Sri Mulyani Ingatkan Perbankan Syariah Waspadai Resiko Kredit Macet

Penerapan kebijakan pembatasan sosial telah menyebabkan menurunnya berbagai kegiatan di sektor.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jul 2020, 17:27 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2020, 17:18 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 TSri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan perbankan syariah mewaspadai potensi resiko pembiayaan macet atau non performing fund (NPF) di tengah pandemi Virus Corona. NPF menjadi salah satu penentu industri perbankan syariah bisa bangkit lagi sesudah pandemi.

"Peningkatan risiko tidak hanya mempengaruhi kemampuan lembaga syariah untuk memberi pembiayaan dan mendorong pemulihan ekonomi. Kenaikan risiko perbankan syariah dalam bentuk NPF jadi salah satu menentukan kemampuan bertahan dan bangkit lagi," ujarnya, Jakarta, Kamis (23/7).

Sri Mulyani melanjutkan, peningkatan risiko tersebut disebabkan semakin banyaknya kegiatan yang terhenti akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah di Indonesia. Segala macam sektor usaha terpaksa menghentikan sementara usahanya untuk menghindari penyebaran virus.

"Penerapan kebijakan pembatasan sosial telah menyebabkan menurunnya berbagai kegiatan di sektor yang tadi disebutkan, manufaktur, perdagangan dan bahkan proyek-proyek juga mengalami penurunan atau pembatalan," katanya.

Selain itu, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menilai, perbankan syariah juga tidak luput dari risiko pengetatan likuiditas. Ini sama seperti yang dialami perbankan konvensional saat ini.

"Waspadai risiko peningkatan kesulitan likuiditas, penurunan aset keuangan, penurunan profitabilitas dan risiko pertumbuhan perbankan syariah yang mengalami perlambatan atau bahkan negatif," tandasnya.

Reporter: Anggun P Situmorang

Sumber: Merdeka.com

 

Dukungan OJK Percepat Transformasi Digital Perbankan

Pandemi Covid-19 merubah gaya hidup banyak orang dalam berbagai hal. Tak terkecuali transaksi perbankan. Saat ini bank konvensional berlomba bertransformasi pada sistem digital.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana mengatakan akselerasi transformasi digital merubah pola perilaku konsumen. Strategi perbankan ini berupaya menghubungkan dunia fisik dengan dunia digital.

Sebagai regulator, OJK memberikan dukungan berupa menyiapkan infrastruktur pengaturan berdasarkan prinsip (principle based) agar tercipta ekosistem yang kondusif bagi transformasi digital layanan perbankan.

"Kalau kita mengatur dengan role base itu akan memberikan ruang terbatas karena aturannya rigid sekali. Tapi kita ingin dukung dengan pengaturan yang lebih principle based," kata Heru dalam Webinar Nasional bertajuk The Future of Digital Banking, Jakarta, Kamis (23/7/2020).

Dalam hal ini OJK akan memperhatikan aspek keamanan dan kemudahan. Heru mengaku semakin mudah teknologi berdampak pada harga yang mahal.

Aturan yang dibuat OJK bertujuan untuk melindungi nasabah. Saat ini OJK telah memiliki aturan POJK Nomor 12 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum.

Sementara itu bank sebagai pelaksana harus menyiapkan protokol keamanan penyelenggaraan layanan digital. Dalam hal ini OJK juga sudah mengeluarkan aturan POJK Nomor 38 tahun 2016 tentang Manajemen Risiko Teknologi Informasi oleh Bank Umum. Lalu aturan ini diamandemen dengan POJK Nomor 13 tahun 2020.

Dalam hal ini kepercayaan nasabah menjadi amat penting. Sebab jika dalam pelaksanaan nasabah kecewa akan mengakibatkan resiko yang besar.

"Kepercayaan nasabah ini sangat penting karena kalau hilang ini akan mengakibatkan resiko yang sangat besar. makanya prokol ini punya dan aktif setiap saat," tutur Heru.

OJK juga akan terus melakukan pengawasan terhadap agar perbankan terus memperbaharui keamanan sistem digitalnya. Dalam akselerasi digitalisasi perbankan OJK mendukung penyiapan dasar hukum percepatan digitalisasi terkait dengan aktivitas Open Banking, Opening API, Cloud Computing dan lainnya.

Sementara untuk penguatan infrastruktur, OJK melakukan pengembangan talent, pemberdayaan suptech dan regtech, pengembangan digital signature dalam persetujuan kredit dan penguatan permodalan perbankan.

Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya