Pekan Depan, REI dan Jaksa Agung akan Teken Perjanjian Kawal Rumah Subsidi

Pada 29 Juni 2020 lalu, Kejaksaan Agung telah menerbitkan Surat Pengamanan Pembangunan Rumah bagi MBR kepada REI.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Jul 2020, 18:16 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2020, 18:16 WIB
(Foto: Dok Kementerian PUPR)
Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Kelapa Gading di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tidak mengalami kerusakan yang signifikan akibat gempa bumi yang terjang Palu dan Donggala (Foto: Dok Kementerian PUPR)

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha yang tergabung dalam Real Estate Indonesia (REI) akan menandatangani pakta integritas dengan Kejaksaan Agung untuk mengawal pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Rencananya, penandatanganan akan berlangsung pada 28 Juli 2020.

"Minggu depan saya selaku Ketua Umum REI akan tanda tangan dengan Jaksa Agung, karena beliau sudah mengeluarkan surat perintah untuk mengamankan kebijakan perizinan properti," ujar Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida dalam sesi teleconference, Kamis (23/7/2020).

Totok menyebutkan, pernyataan tertulis tersebut berisi arahan Kejaksaan Agung untuk beberapa permasalahan. Seperti percepatan perizinan pembangunan rumah termasuk bagi non-MBR, hingga masalah Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan penerbitan pungutan daerah.

"Karena menurut Kejaksaan Agung bahwa properti ini masuk dalam proyek strategis pemerintah, sehingga akan diamankan," kata Totok.

Sebelumnya, pada 29 Juni 2020 lalu, Kejaksaan Agung telah menerbitkan Surat Pengamanan Pembangunan Rumah bagi MBR kepada REI.

Dalam surat tersebut, Kejaksaan Agung memerintahkan REI untuk melaksanakan kegiatan pengamanan proyek yang bersifat strategis terkait percepatan pembangunan rumah untuk MBR.

REI juga diamanatkan untuk melaporkan hasil pelaksanaannya secara berkala maupun insidentil kepada Jaksa Agung Muda Intelijen.

"Melaksanakan Surat Perintah Pengaman Pembangunan Strategis sejak ditandantangani surat perintah ini sampai dengan selesai pekerjaan atau ditentukan khusus," tulis Kejaksaan Agung dalam akhir surat tersebut.

BPK Surati Menteri PUPR soal Penyaluran Rumah Subsidi, Apa Isinya?

(Foto: Dok Kementerian PUPR)
Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) Kelapa Gading di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tidak mengalami kerusakan yang signifikan akibat gempa bumi yang terjang Palu dan Donggala (Foto: Dok Kementerian PUPR)

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengirimkan surat kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas adanya sejumlah temuan terkait penyaluran rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan, surat itu diberikan kepada Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pagi hari ini. Isinya, terkait masalah seputar subsidi bunga kredit dan subsidi bantuan uang muka dalam penyaluran rumah subsidi.

"Jadi tadi pagi bapak Menteri menerima laporan hasil pemeriksaan BPK untuk Kementerian PUPR. Ini ada permasalahan dengan subsidi bunga kredit dan subsidi bantuan uang muka," ujar Eko dalam webinar bersama Real Estate Indonesia (REI), Kamis (23/7/2020).

Dalam laporan tersebut, ia menyampaikan, disinggung soal pengenaan yang tidak tepat sasaran, pemanfaatan rumah tidak sesuai dengan ketentuan, serta pemantauan dan evaluasi belum optimal.

"Untuk yang tidak tepat sasaran dan pemanfaatan rumah ini kami lakukan pantauan sejak awal. Kemudian kalau kita men-screening calon debitur itu agak ketat untuk urusan ini, supaya dia tetap tepat sasaran," jelasnya.

Ke depan, ia melanjutkan, BPK meminta pemantauan dan evaluasi masalah ini untuk lebih dioptimalkan. Beberapa rekomendasi yang diberikan yakni menghitung, menarik dan menyetorkan atas realisasi belanja subsidi selisih bunga (SSB) yang tidak tepat sasaran.

Rekomendasi berikutnya, menghitung, menarik dan menyetorkan subsidi bantuan uang muka (SBUM) rumah subsidi yang tidak tepat sasaran, dengan jumlah sekitar Rp 1,5 miliar.

Kementerian PUPR disebutnya coba meresapi anjuran tersebut, sehingga masyarakat berpenghasilan rendah ke depannya tidak lagi harus terusir dari rumah yang sudah ditempatinya.

"Mohon dipahami, ketika seseorang sudah akad kredit kemudian menempati rumah, lalu ini dipermasalahkan. Maka satu-satunya cara adalah mencoba untuk supaya yang sudah menghuni rumah bantuan pemerintah jadinya keluar, dan itu lebih menyakitkan dibandingkan kita melakukan secara preventif," tuturnya.

"Jadi mohon untuk para pengembang yang membangun rumah bersubsidi atau rumah murah, hal-hal seperti ini akan kami kurangi dengan cara mempersiapkan sejak awal screening yang relatif lebih ketat. Supaya kalau MBR sudah masuk di rumah itu, kans dia untuk terusir itu sedikit," ujar Eko.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya