Pemotongan Pesangon dalam UU Cipta Kerja Untungkan Semua Pihak, Benarkah?

Pemotongan pesangon dari 32 kali mungkin menjadi 25 kali dalam UU Cipta Kerja menjadi kerugian buat pekerja?

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Okt 2020, 08:50 WIB
Diterbitkan 05 Okt 2020, 19:45 WIB
Indonesia Bersiap Alami Resesi
Pejalan kaki melintasi lajur penyebrangan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (23//9/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ekonomi nasional resesi pada kuartal III-2020. Kondisi ini akan berdampak pada pelemahan daya beli hingga PHK. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Raden Pardede mengatakan bahwa pengurangan pesangon bagi tenaga kerja dari 32 kali menjadi 25 kali dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) merupakan jalan tengah. 

Menurut dia, pemotongan pesangon dalam UU Cipta Kerja menjadi jalan tengah antara kepentingan pengusaha dan pekerja atau buruh. Mengingat nilai pesangon bagi pekerja di Indonesia termasuk tinggi di dunia.

"Pemotongan pesangon dari 32 kali mungkin menjadi 25 kali, apa itu seperti menjadi kerugian buat pekerja? mungkin iya. Tapi, kita termasuk paling tinggi dalam pesangon dibandingkan negara lain. Oleh Karena itu, kita cari jalan tengah untuk meringankan beban pengusaha," kata dia dalam Media Discussion bersama Sekretariat Komite PC-PEN, terkait 'Daya Beli Masyarakat di tengah Pandemi Covid-19', Senin (5/10/2020).

Pardede menilai keputusan untuk melakukan pemangkasan pemberian pesangon menjadi 25 kali juga dinilai masih menguntungkan bagi buruh. Mengingat pemerintah juga tetap berkomitmen untuk menyalurkan berbagai bantuan sosial bagi masyarakat, termasuk buruh yang terdampak pandemi Covid-19.

"Bansos sekarang ini juga ada BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan untuk subsidi gaji, dan bansos lainnya yang akan terus dinaikkan untuk menjadi bantalan sosial. Sekalipun nanti orang tidak bekerja dan berkurang pesangonya masih ada bansos," jelas dia.

Terlebih, dia mengklaim pemerintah tetap berada diposisi netral. Sehingga kebijakan yang diambil bersifat win-win solution atu menguntungkan kedua belah pihak

"Jadi, kita tidak bermaksud dari ekstrimisme kiri ke kanan Kita ingin win-win solution. Pemerintah juga akan memperkuat jaminan sosial," tuturnya.

Oleh karena itu, dia berharap UU Cipta Kerja dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. "Disamping itu, maka investor akan pulih kepercayaan nya. Sehingga mau belanja da berinvestasi di tahun 2021 mendatang," tukasnya

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pandangan Buruh

Ribuan Buruh Geruduk Gedung DPR Tolak Omnibus Law
Ribuan buruh melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakrta, Selasa (25/8/2020). Aksi tersebut menolak draft omnibus law RUU Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) beserta 32 Federasi Serikat Buruh lainnya menolak UU Cipta Kerja ini. Hal ini disampaikan oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Ia mengatakan, para buruh akan melaksanakan mogok nasinal pada tangga 6 hingga 8 Oktober 2020.

"Kami menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja, kami akan mogok nasional. Sesuai mekanisme UU No 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dengan Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja," ujar Said Iqbal.

Selain itu, Kedua, para buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.

Dia bertanya-tanya dari mana BPJS mendapat sumber dana tersebut. Menurutnya, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru.

Walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal, karena tanpa membayar iuran, tapi BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan," ujar Said Iqbal.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya