Luhut Sebut Pendemo UU Cipta Kerja Tak Bisa Jaga Hasrat Politik di Tengah Pandemi

Menko Luhut melontarkan kritikannya terhadap aksi demonstrasi menentang Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 21 Okt 2020, 17:40 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2020, 17:40 WIB
Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan Program Digitalisasi Pariwisata Berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). (Dok Kemenko Marves)
Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan meresmikan Program Digitalisasi Pariwisata Berbasis Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). (Dok Kemenko Marves)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, kembali melontarkan kritikannya terhadap aksi demonstrasi menentang Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Dia khawatir keramaian seperti itu justru dapat menciptakan klaster baru Covid-19.

Menurutnya, aksi tersebut bertentangan dengan upaya pemerintah yang tengah menata perekonomian. Pemerintah disebutnya tengah berupaya memperbaiki pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal III 2020, meski masih terkontraksi negatif alias resesi.

"Kalau semua teman-teman sekalian lihat, ekonomi dengan Covid-19 ini betul betul harus ditata keseimbangannya. Kalau kita lihat kita kontraksi kuartal kedua -5,3 persen, dan kemudian pada Kuartal III ini mungkin sekitar -2,9 persen," ujarnya dalam siaran virtual Economic Outlook 2021, The Year of Opportunity, Rabu (21/10/2020).

Akan tetapi, ia menganggap pencapaian ekonomi tersebut masih lebih baik dari banyak negara-negara lain. Sehingga itu bisa jadi modal pokok agar perekonomian Indonesia bisa tumbuh hingga 5 persen lebih pada 2021.

Namun, Luhut meminta dukungan masyarakat untuk tetap kompak agar cita-cita tersebut bisa tercapai. Salah satunya dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, sehingga negara bisa segera aman dari wabah Covid-19.

Oleh karenanya, ia pun geram dengan kelakuan sejumlah oknum yang masih mementingkan egonya dengan berdemonstrasi ketimbang menjaga jarak dan taat pada protokol kesehatan.

"Terus terang saya tidak setuju aja demo-demo itu dilakukan sekarang. Saya berkali-kali mengatakan jagalah birahi politik kita, karena yang kita lakukan ini dapat menimbulkan klaster baru," seru Luhut.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Luhut Ancam Pidanakan Perusahaan yang Tak Bayar Pesangon Sesuai UU Cipta Kerja

Luhut Binsar Pandjaitan
Luhut Binsar Pandjaitan kini menjabat sebagai Menkopolhukam di pemerintahan era Presiden Joko Widodo

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, kembali memberikan perhatian khusus soal perkara pembayaran pesangon bagi karyawan atau buruh yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dalam Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Luhut memastikan bahwa setiap pekerja yang terkena PHK tetap bakal mendapat uang pesangon.

"Sebenarnya pekerja dan buruh yang alami PHK tetap mendapatkan uang pesangon. Uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti hak sesuai peraturan perundang-undangan," ujarnya dalam sesi teleconference, Rabu (21/10/2020).

Lebih lanjut, Luhut juga memberi penjelasan seputar poin yang banyak mendapat kecaman. Yakni seputar pemotongan nilai pesangon dari 32 kali upah menjadi 25 kali upah.

Dalam hal ini, ia coba menjawab keraguan dari sejumlah pihak soal ketidakpastian poin aturan tersebut. Sebelumnya, banyak yang menyangsikan UU Cipta Kerja dapat membuat pihak pemberi kerja patuh membayar uang pesangon sebesar 25 kali. Sebab, dengan nilai pesangon 32 kali saja perusahaan banyak yang tak membayarkannya.

Namun, Luhut menegaskan perusahaan nantinya wajib menaati UU Cipta Kerja terkait pembayaran pesangon. Jika tidak, ia mengancam akan membawanya ke ranah pidana.

"Mungkin kalau Anda lihat, (perusahaan) yang mampu memberikan kompensasi 32 (kali upah) itu enggak sampai 10 persen, 8 persen. Yang lain lari aja mereka," jelas dia.

"Sekarang kita bikin 19 kali plus 6 dari asuransi, tapi kami jamin kalau kamu (perusahaan) tidak bisa men-deliver, bisa dipidana nanti yang punya pekerjaan," tegas Luhut.

Pemerintah disebutnya telah mematangkan seluruh aturan dalam UU Cipta Kerja dengan cermat dan teliti termasuk aturan pesangon tersebut. Menurut dia, pemerintah berkomitmen untuk melayani masyarakat sepenuh hati dengan aturan baru tersebut.

"Jadi saya pikir, jangan kita terus buruk sangka bahwa ini seolah-olah merugikan buruh. Tidak sama sekali. Kita semua bekerja secara terukur dan dengan hati untuk Indonesia," pungkas Luhut. 

DPR Akui Pesangon di UU Cipta Kerja Turun untuk Tarik Investor

Ratusan Buruh dan Tani Longmarch Menuju Istana
Kemacetan kendaraan akibat aksi longmarch buruh di Jalan Salemba Raya, Jakarta, Selasa (20/10/2020). Ratusan buruh dan tani dari berbagai daerah tersebut akan menggelar aksi di Istana Negara menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, DPR RI telah meresmikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). Salah satu poin yang banyak disoroti yakni terkait pengurangan nilai pesangon dari 32 kali menjadi 25 kali.

Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin mengatakan, UU Ketenagakerjaan telah mengatur besaran pesangon sebanyak 32 kali gaji. Namun pada pelaksanaannya, ia menambahkan, hanya 7 persen perusahaan yang patuh memberikan pesangon sesuai ketentuan tersebut.

Oleh karenanya, ia menilai, pekerja selama ini nyatanya tidak diberi kepastian mengenai besaran pesangon yang diterima. Selain itu, ia menyatakan, angka pesangon yang tinggi tersebut turut berdampak pada lemahnya minat investasi ke Indonesia.

"Jumlah besaran pesangon yang sangat tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain menimbulkan keengganan investor untuk berinvestasi di Indonesia karena tingginya beban biaya perusahaan," jelasnya kepada Liputan6.com, Rabu (7/10/2020).

Aziz memaparkan, dalam RUU Cipta Kerja, jumlah maksimal pesangon menjadi 25 kali, dengan pembagian 19 kali ditanggung oleh pemberi kerja/pelaku usaha. Sementara 6 kalinya (cash benefit) diberikan melalui program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek.

Menurut dia, JKP merupakan skema baru terkait dengan jaminan ketenagakerjaan yang tidak mengurangi manfaat dari berbagai jaminan sosial lainnya. Seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Pensiun.

"JKP tidak menambah beban bagi pekerja/butuh. Program JKP selain memberikan manfaat cash benefit juga memberikan manfaat lainnya yaitu peningkatan skill dan keahlian melalui pelatihan serta akses informasi ketenagakerjaan," ujar dia. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya