Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo mendorong para generasi milenial dapat melakukan perubahan dalam bidang dan kemampuan masing-masing, terlebih di tengah tantangan yang ada saat ini.
Hal penting lain yang harus dilakukan generasi muda adalah menguasai ilmu teknologi, memiliki keinginan belajar di lingkungan masyarakat, memiliki visi misi bagi dirinya sendiri, dan harus memiliki keberanian sebagai modal bersaing dengan orang lain.
Baca Juga
"Milenial harus berani membuat sebuah perubahan, berani mengambil keputusan, menguasai informasi teknologi, serta membangun budaya prestasi. Dan ini yang harus dikembangkan untuk ke depan, terlebih di tengah pandemi seperti sekarang," imbuhnya dalam keterangan tertulis, Kamis (22/10/2020).
Advertisement
Selain itu, para pemuda juga harus mempunyai imajinasi, sebab dengan memiliki hal tersebut akan melahirkan konsepsi-konsepsi besar. Menteri PANRBmenekankan, anak muda perlu menggali ilmu dari banyak orang.
Dia pun menceritakan pertemuannya dengan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo belum lama ini, yang membahas sejumlah hal seperti mempelajari pengambilan keputusan di bank sentral, jenjang karier para pegawai, dan lainnya.
Selain itu, ia mengungkapkan posisinya sebagai puncak pimpinan aparatur sipil negara (ASN), menjadi seorang aparatur harus memiliki keikhlasan, bersikap profesional, harus memberikan pelayanan terbaik, cepat dalam mengurus perizinan, serta mampu mengorganisir lingkungan agar bekerja bagi masyarakat.
"Hal tersebut juga diharapkan dapat diterapkan oleh kaum milenial dimanapun mereka bekerja," pinta Tjahjo.
Menurut dia, meski Indonesia telah merdeka selama 75 tahun, masih terdapat beberapa tantangan kebangsaan seperti bencana alam, radikalisme, terorisme, narkoba, dan korupsi.
"Saya mengajak seluruh masyarakat dalam hal ini kaum milenial, untuk melawan tantangan tersebut. Seperti pandemi Covid-19, perlu kedisiplinan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari hari agar dapat membantu memutus rantai penyebaran," tukas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kementerian PANRB Tak Ikut Bikin Aturan Turunan UU Cipta Kerja, Ini Alasannya
Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja masih menunggu aturan turunan. Pembahasan belum rampung ini turut menciptakan aksi demonstrasi yang belum surut, menanti aturan teknis dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) atau peraturan presiden (Perpres).
Adapun dalam draft final UU Cipta Kerja setebal 812 halaman, terdapat 79 undang-undang dan 11 klaster yang diringkas menjadi 1 aturan. Namun belum jelas, akan ada berapa aturan turunan dalam bentuk PP atau Perpres yang akan diterbitkan.
Menanggapi polemik tersebut, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menyatakan, pihak instansi tidak berwenang untuk menciptakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
"Kementerian PANRB tidak punya tugas untuk membuat aturan turunannya," kata Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji kepada Liputan6.com, Selasa (20/10/2020).
Menurut Atmaji, UU Cipta Kerja sudah mengatur aturan turunan mana saja yang bakal terlahir dari UU Cipta Kerja. Dalam hal ini, Kementerian PANRB tidak terlibat di dalamnya.
"Di dalam UU sudah secara spesifik disebutkan peraturan apa saja yang harus disiapkan," jelas Atmaji.
Dalam laporan tahunan 2020 yang dibuat Kantor Staf Presiden, Selasa (20/10/2020), disebutkan UU Cipta Kerja dihadirkan untuk melakukan reformasi birokrasi dan regulasi. Tujuannya, untuk menyederhanakan sistem pemerintahan dengan pemangkasan eselon dan memperbanyak jabatan fungsional, yang selama ini telah dikerjakan Kementerian PANRB.
Omnibus Law dianggap menjadi solusi mengurai keruwetan aturan. UU Cipta Kerja dalam hal ini meringkas 79 undang-undang dan menyatukan 11 klaster menjadi 1 aturan. Metode Omnibus Law diharapkan jadi obat guna menghasilkan produk hukum yang efisien dan aspiratif.
Pemerintah memangkas lembaga non-struktural yang fungsinya saling tumpang tindih agar efektif dan efisien. Eselon disederhanakan hanya dua level saja, yakni eselon I dan II. Perannya digantikan jabatan fungsional yang menghargai kompetensi.
Sebagai catatan, 1 tahun Jokowi-Ma'ruf telah memangkas 3.667 jabatan eselon III, 10.340 eselon IV dan 14.793 eselon V menjadi 28.801 jabatan struktural. Selain itu, jumlah lembaga non-struktural juga dikecilkan menjadi 27 unit saja.
Penyederhanaan itu dilakukan sejak masa awal pemerintahan Jokowi periode I pada 2014. Tercatat sebanyak 10 unit lembaga non-struktural (2014), 13 unit (2015-2017), dan 4 unit (2020) juga telah dihilangkan.
Advertisement