Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) sempat menahan pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia selama 2,5 tahun, tepatnya sejak Maret 2018. Padahal, sejak 1980 Indonesia telah jadi langganan penerima fasilitas pembebasan bea tarif masuk tersebut, dan telah diperpanjang sebanyak 15 kali.
Duta Besar RI untuk AS Muhammad Lutfi menjelaskan, banyak sekali permasalahan yang membuat negosiasi ini harus tertunda 2,5 tahun. Terutama karena cara pandang dalam berdagang Indonesia yang ruwet dan ketinggalan zaman.
Baca Juga
"Jadi kalau saya melihat dari item-nya itu kalau enggak salah ada 9 item yang bikin sakit kepala semuanya. Itu karena Pemerintah Amerika kalau saya boleh kasih contoh, mereka kesel juga," ujar Lutfi, seperti dikutip Selasa (3/11/2020).
Advertisement
"Indonesia juga jago membuat permasalahan yang perlu dipermasalahkan. Dan ini adalah bagian dari perdagangan masa lalu," dia menekankan.
Mantan Menteri Perdagangan ini menyatakan, Pemerintah Indonesia kala itu masih memakai pola pikir perdagangan sebagai persaingan. Padahal saat ini Amerika Serikat telah menekankan prinsip kolaborasi dalam kerjasama dagang.
"Misal contohnya di holtikultura. Setelah kita lihat contoh, mereka mau jual kentang. Kentangnya ini dipakai sama industri. Sama kita itu disusah-susahin karena ini masalah persaingan," kata Lutfi.
"Setelah kita hitung mereka mau jual kentang berapa, ini saya tidak bercanda, kentang yang mereka mau jual ke Indonesia itu nilainya USD 1 juta. Jadi kira-kira Rp 14 miliar. Mau dimakan sama 270 juta rakyat Indonesia. Saya dalam hati saya, kenapa ya kok kita ribut masalah kek gini," ungkapnya.
Menurut dia, masalah seperti itu merupakan warisan masa lalu, yakni bersaing dalam perdagangan. Atau menurut istilah yang dipakai Lutfi, kalau bisa membeli sesedikit mungkin, dan menjual sebanyak mungkin.
"Itu masa lalu. Yang kita musti hadapi sekarang ini adalah era kolaborasi, kita musti sama-sama memastikan persamaan tersebut," pungkas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah AS Perpanjang Fasilitas GSP, Jokowi: Bisa Tarik Investasi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyambut baik langkah Pemerintah Amerika Serikat melalui United States Trade Representative (USTR) yang secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia.
Menurut Jokowi, hal ini dapat memperbaiki investasi. Selain itu, dia berharap ekspor dapat naik karena fasilitas tersebut.
"Kita harapkan ekspor kita akan bisa naik, melompat karena fasilitas GSP diberikan kepada kita. Syukur-syukur ini juga dipakai sebagai kesempatan untuk menarik investasi," kata Jokowi saat memimpin sidang kabinet paripurna dari Istana Negara Jakarta, Senin (2/11/2020).
Menurut dia, Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia yang mendapatkan fasilitas perpanjangan GSP dari Amerika Serikat. Sehingga, kesempatan ini harus betul-betul dimanfaatkan untuk menarik investasi asing.
"Kita ada fasilitas itu karena orang ingin mendirikan industri pabrik perusahaan di Indonesia akan menjadi lebih menarik. Karena untuk masuk ke Amerika kita diberikan fasilitas dari Amerika," ujar Jokowi.
Advertisement
Keputusan GSP
Pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Trade Representative (USTR) secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia.
Perpanjangan preferensi tarif GSP ini disambut baik oleh Pemerintah Indonesia.
Keputusan ini diambil setelah USTR melakukan review terhadap fasilitas GSP untuk Indonesia selama kurang lebih 2,5 tahun sejak Maret 2018.
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah Amerika Serikat kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974.
Fasilitas GSP ini pertama kali diterima oleh Indonesia pada tahun 1980.
Pengumuman perpanjangan GSP oleh Pemerintah AS ini dibuat hanya berselang sehari usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2020.
"Pemberian fasilitas GSP merupakan salah satu wujud konkret kemitraan strategis antara kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia, melainkan juga bisnis di AS," ujar Menlu Retno.Â