Liputan6.com, Jakarta - Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo mengatakan adanya pandemi covid-19 menimbulkan new normal yang menyebabkan hilangnya kekuatan hegemoni kebijakan menuju multi kutub antara Amerika Serikat, Cina, Uni Eropa, dan Rusia.
“Normal Baru dalam Perdagangan Global, menyebabkan hilangnya kekuatan hegemoni kebajikan menuju dunia multi-kutub seperti AS, Cina, UE, Rusia,” kata Iman dalam diskusi online New Normal dalam Perdagangan Internasional, Jumat (6/11/2020).
Selain itu, kehidupan normal baru juga menyebabkan sengketa wilayah tetap ada antara Laut Cina Selatan, perbatasan India-Cina, perbatasan Pakistan India, Turki dan tetangga terdekatnya, Cina-Taiwan, Malaysia-Filipina di Sabah
Advertisement
Ia pun melihat dalam perdagangan internasional dalam konteks new normal, bahkan sebelum pandemi covid-19 merebak, dunia sebetulnya sudah memasuki suatu proses perubahan yang begitu masif dan cepat.
Perubahan-perubahan besar tersebut diantaranya gangguan konstan yang didorong oleh Industri 4.0, komputasi awan, Kecerdasan Buatan, internet of things, robotika. Lalu hilangnya kepercayaan pada WTO dan sistem perdagangan multilateral.
Kemudian, tren perdagangan ke arah kesepakatan perdagangan bilateral dan regional, yang menekankan nilai tindakan yang lebih sepihak.
“Seringkali dalam arti hukuman dengan pendekatan "tit-for-tat". Perdagangan internasional juga dipengaruhi oleh perang dagang antara dua ekonomi besar dengan konektivitas rantai nilai yang kuat,” ujarnya.
Selanjutnya, negara-negara dengan hubungan ke depan yang kuat dengan salah satu atau keduanya AS dan China sangat terpengaruh, menciptakan efek domino di seluruh dunia.
"Kebijakan Beggar Thy Neighbor yakni suatu kebijakan ekonomi untuk mengatasi masalah ekonomi di suatu negara dengan cara yang memperburuk masalah ekonomi di negara lain," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kemendag Sinergi dengan Perbankan Biayai Ekspor UKM
Kementerian Perdagangan bersinergi dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dalam menyediakan pembiayaan ekspor bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Sinergi ini diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) mengenai penyediaan dan pemanfaatan jasa layanan perbankan dalam rangka peningkatan ekspor.
Penandatanganan MoU dilakukan Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) Kemendag, Kasan dengan Direktur Hubungan Kelembangaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Sis Apik Wijayanto hari ini, Kamis (5/11) di Hotel Aston Cirebon, Jawa Barat.
Turut menyaksikan secara langsung Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dan Direktur Eksekutif Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) D. James Rompas.
“Sinergi Kementerian Perdagangan dengan BNI sebagai mitra yang strategis dalam memberikan layanan perbankan adalah memberikan dukungan pembiayaan ekspor, salah satunya untuk para pelaku UKM yang juga merupakan penyumbang surplus bagi neraca perdagangan. Kerja sama ini diharapkan dapat membantu pelaku UKM melakukan ekspor sehingga dapat meningkatkan kinerja ekspor nasional,” ujar Kasan, Kamis (5/11/2020).
Selain itu, Kasan juga menyampaikan agar pelaku usaha dapat mempertahankan hubungan dagang dengan mitranya saat ini dan menjaga kemampuan untuk mencari potensi pasar baru.
Selanjutnya, Mendag Agus menyaksikan penyerahan secara simbolis pembiayaan ekspor dari perbankan kepada sebelas UKM berorientasi ekspor senilai Rp16,10 miliar. Pembiayaan ekspor tersebut diberikan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
“Pembiayaan ekspor ini diharapkan dapat membantu ‘UKM Naik Kelas’ untuk tetap menggerakkan roda usahanya. Sehingga, mampu berkontribusi dalam peningkatan ekspor nonmigas dan ikut memperbaiki neraca perdagangan dan ekonomi nasional,” kata Mendag Agus.
Di masa pandemi Covid-19 ini Kemendag terus berkomitmen menjaga keberlangsungan ekspor, termasuk produk-produk UKM. Untuk itu, Kemendag menjalin sinergi dengan berbagai pihak melalui pemberian stimulus fiskal maupun nonfiskal bagi pelaku usaha, termasuk bagi usaha kecil menengah (UKM). Sehingga, diharapkan dalam waktu relatif singkat mampu memperbaiki kinerja perdagangan internasional Indonesia.
“Negara-negara di dunia telah merespon kondisi pandemi Covid-19 melalui sejumlah kebijakan yang dapat membangkitkan kembali aktivitas ekonomi domestik dan global,” ungkap Kasan lagi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif LPEI, D. James Rompas menilai banyak pelaku usaha yang membutuhkan dukungan finansial maupun nonfinansial di masa pemulihan akibat pandemi.
Melalui skema penugasan khusus ekspor dari pemerintah, LPEI menyediakan dukungan finansial melalui produk pembiayaan bagi pelaku usaha UKM berorientasi ekspor. Selain itu, LPEI juga memiliki fasilitas penjaminan yang menempatkan LPEI sebagai lembaga pemberi kredit (credit enhancer) yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha untuk memperoleh akses pembiayaan dari bank.
“Akses pembiayaan ini dibutuhkan oleh para pelaku usaha untuk memulihkan bisnisnya dan bangkit dari keterpurukan akibat perlemahan aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh pandemi,” ujar James.
Advertisement