Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebutkan, transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan (renewable energy) menjadi pembuka kesempatan untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Fabby mengutip laporan riset milik Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), yang mencatat pada 2050 ada potensi 100 bidang lapangan kerja baru yang bisa tercipta di sektor energi terbarukan.
Baca Juga
Daftar Pemain Abroad yang Dipanggil untuk Timnas Indonesia di ASEAN Mitsubishi Electric Cup 2024, Idola Para Pencinta Bola Tanah Air
ASEAN Youth Fellowship 2024, Pemimpin Muda Bersatu untuk Masa Depan ASEAN yang Terhubung
Presiden Prabowo Saksikan Serah Terima Kepemimpinan Kaukus ASEAN-ABAC dari Indonesia ke Malaysia
"Ini kira-kira kita bisa lihat, untuk Asia Tenggara dimana ada Indonesia itu bisa mencapai 10,5 juta. Jadi perubahan sistem energi dari energi fosil ke energi besi juga membuka kesempatan," kata Fabby dalam virtual konferensi pers Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2020, Senin (30/11/2020).
Advertisement
Menurut dia, itu merupakan janji-janji yang diberikan atau ditawarkan jika pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia bisa serius melakukan transisi energi.
"Jadi ekonomi tumbuh lebih resilient, dan di satu sisi ciptakan tenaga kerja hijau sehingga bisa mengatasi pengangguran," sambungnya.
Sebagai gambaran, Fabby memberikan contoh program pemulihan ekonomi dengan melakukan sejumlah investasi pada energi terbarukan. Menurut perhitungannya, untuk penambahan satu gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) bisa menciptakan lapangan kerja sampai dengan 30 ribu orang.
"Ini kami bayangkan kalau pasarnya bisa tumbuh 3 GW per tahun saja, maka kemudian kita harapkan industri modul surya bisa tumbuh, baik dari shell, kaca sampai dengan modul suryanya bisa tumbuh. Mereka tidak hanya kompetitif saja di pasar nasional, tapi juga di pasar global," tuturnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Transisi Energi Terbarukan Berpotensi Picu Pengangguran
Namun, sebelumnya, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa juga mengungkapkan bahwa transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan (renewable energy) bisa ciptakan banyak lapangan kerja baru. Di sisi lain, transformasi ini potensi buat angka pengangguran naik di sektor yang telah ditinggalkan.
Dalam hal ini, Fabby mencontohkan proses transisi yang menyebabkan harga batu bara turun drastis pada periode 2014-2017.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di sejumlah provinsi seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan mengalami penurunan. Dan itu berasosiasi juga dengan meningkatnya pengangguran.
"Kondisi ini masih bisa sangat terjadi jika di masa depan misalnya konsumsi batu bara domestik stagnan atau turun, karena kita menggunakan energi terbarukan," ujar Fabby dalam sesi teleconference, Senin (30/11/2020).
Fabby mengatakan, hal ini perlu dikelola. Pemerintah pada saat menggenjot pertumbuhan energi terbarukan juga dihimbau untuk bisa mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
Hal ini telah dilakukan oleh sejumlah negara seperti di India dan Vietnam yang turut membangun industri dalam negeri. Vietnam ketika mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pada 2017 lalu sudah memasukan dalam pembangunan nasionalnya untuk membangun solar economy.
Alhasil, strategi multiplier effect tersebut berhasil membangun pengembangan energi terbarukan sekaligus ekonomi di Vietnam.
Advertisement