Butuh Subsidi Rp 10 Triliun Dorong Masyarakat Beralih dari LPG ke Kompor Listrik

Saat ini ada 15 juta pengguna kompor gas LPG yang sumber gasnya tidak ada di Tanah Air.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Des 2020, 21:00 WIB
Diterbitkan 09 Des 2020, 20:55 WIB
Tinggal di Apartemen, Enaknya Pakai Kompor Induksi atau Kompor Listrik?
Kompor Listrik dan Kompor Induksi.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri BUMN, Budi Sadikin menyebut bahwa konsumsi energi terbesar ketiga di Indonesia terdapat di rumah tangga, atau tepatnya sebanyak 15 persen dari total keseluruhan konsumsi. Setidaknya, saat ini ada 15 juta pengguna kompor gas LPG yang sumber gasnya tidak ada di Tanah Air.

Dalam rangka transisi energi, para pengguna kompor gas LPG ini perlu diberi subsidi berupa kompor listrik agar tidak lagi menggunakan gas LPG ke depannya.

"Dengan membeli kompor listrik dan membagikannya itu ke mereka, jadi subsidinya langsung dikasih ke orangnya," kata Wakil Menteri BUMN, Budi Sadikin, dalam Global Energy Transitions and The Implications For Indonesia, Jakarta, Rabu, (9/12).

Cara ini kata Budi bisa membantu PLN dalam mendorong transisi energi gas LPG ke listrik. Setidaknya program ini bisa dilakukan dengan dana Rp10 triliun.

"Subsidi kompor listrik ini kita butuh dana Rp10 triliun," kata dia.

Budi meyakini cara ini bakal sukses karena Indonesia pernah melakukan hal yang sama. Indonesia pernah mendorong masyarakat untuk berpindah dari kompor minyak ke kompor gas dengan cara yang sama.

"Sudah ada contohnya, dari kompor minyak tanah ke kompor gas," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kaya Sumber Energi, Indonesia Masih Berstatus Negara Importir

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Budi Sadikin mengatakan keseimbangan penggunaan energi di Indonesia kurang tepat. Alasannya, meski Indonesia merupakan negara surplus energi sejak 50 tahun terakhir, namun sebagian besar penggunaan energi justru harus impor dari luar negeri.

"Kita surplus energi dalam 50 tahun terakhir, tapi sayangnya kita mengalami ketidaksesuaian energi," kata Budi dalam Global Energy Transitions and The Implications For Indonesia, Jakarta, Rabu, (9/12).

Padahal, lanjut Budi, tidak semua negara di dunia diberkahi surplus energi, selaiknya Indonesia. Tiga sumber energi Indonesia yang melimpah antara lain batu bara, minyak dan gas.

Namun faktanya batu bara yang ada di Indonesia diekspor keluar negeri. Kemudian mengimpor minyak mentah untuk digunakan untuk transportasi dan gas LPG untuk digunakan di sektor rumah tangga.

Budi menuturkan, konsumsi energi terbesar di Indonesia digunakan untuk transportasi. Semua alat transportasi yang digunakan di Indonesia 100 persen menggunakan minyak.

"Ini ada ketidaksesuaian energi. Kita kekurangan minyak, makanya kita impor dari luar," kata dia.

Konsumsi energi terbesar kedua yakni sektor industri. Penggunaan energi di sektor ini disebut jauh lebih baik karena penggunaanya mencapai 29 persen. Penggunaan energi di industri juga berasal dari sumber energi yang ada di Indonesia, tidak seperti sektor transportasi yang mengandalkan minyak 100 persen.

Komponen penggunaan energi terbesar lainnya konsumsi rumah tangga. Sektor ini menggunakan 15 persen energi yang setara 1.000 barel minyak. Sayangnya dari jumlah tersebut 50 persen diantaranya menggunakan gas LPG yang juga merupakan energi impor.

"Dari 15 persen ini, 50 persen ini pakai LPG yang kita tidak punya," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

Infografis SKK MIgas

Infografis SKK MIgas
Di tengah kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, menemukan minyak dan gas bumi (migas) menjadi semakin sulit
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya