Liputan6.com, Jakarta - Komisi VI DPR RI telah menyetujui pengesahan protokol terkait kemitraan ekonomi komprehensif ASEAN-Jepang (AJ-CEP) dan persetujuan perdagangan preferensial antara Pemerintah Indonesia dan Mozambik (IM-PTA).
Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza mengatakan, pasca penyetujuan tersebut, Komisi VI menyampaikan 3 rekomendasi lanjutan. Pertama, kedua perjanjian perdagangan tersebut nantinya akan diratifikasi lewat mekanisme Peraturan Presiden (Perpres).
Baca Juga
"Kita tahu kita membutuhkan percepatan kinerja perdagangan, sehingga ketika dilakukan mekanisme Perpres akan lebih cepat, dan membuat kinerja Kementerian Perdagangan dan pemerintah secara umum lebih baik lagi," ujarnya dalam sesi teleconference, Jumat (11/12/2020).
Advertisement
Kedua, ia melanjutkan, Komisi VI juga meminta Kementerian Perdagangan untuk menyampaikan rencana aksi tindak lanjut atas Perpres yang keluar, baik untuk kemitraan ekonomi dengan Jepang atau perjanjian dagang dengan Mozambik.
"Sehingga kita punya tools untuk lihat kinerja Kementerian Perdagangan dan pemerintah, menindaklanjuti perjanjian dagang ini," sambungnya.
Politikus PKB ini melanjutkan, Komisi VI melalui rapat kerja reguler akan selalu menagih pemerintah untuk sampaikan secara berkala seluruh perjanjian dagang yang sudah ditandatangani.
"Secara umum, kami melihat sebelum perjanjian dagang ditandatangani, ekspor Jepang dan Mozambik sudah berjalan dengan baik. Saya kira tak ada alasan untuk lebih besar dan lebih baik lagi di masa mendatang," imbuhnya.
"Barangkali Mozambik sebagai salah satu pintu masuk kita di Afrika jadi semacam modal kita untuk perluas perjanjian dagang dengan negara Afrika lain," pungkas Faisol Riza.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kembali Dapat Fasilitas Bebas Bea Masuk, RI Janji Borong Produk AS
Pemerintah menyambut baik perpanjangan fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) dari United States Trade Representative (USTR) Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia.
Duta Besar RI untuk AS Muhammad Lutfi menilai, perpanjangan fasilitas GSP ini menunjukkan tingginya kepercayaan Pemerintah AS terhadap berbagai perbaikan regulasi domestik Indonesia dalam rangka menciptakan iklim bisnis dan investasi yang lebih kondusif di tanah air.
“Tidak ada negara lain yang GSP-nya ditinjau ulang dan mendapatkan perpanjangan. Pada tahun 2021 saya pastikan bahwa Indonesia akan menjadi GSP terbesar, pengguna yang memiliki hak istimewa untuk berdagang. Dan ini adalah hal yang baik untuk Indonesia,” ujar Lutfi dalam dalam US-Indonesia Investment Summit ke-8, Kamis (10/12/2020).
Lufti juga menyatakan bahwa aktivitas bisnis kedua negara akan berlangsung secara adil. Artinya, jika Indonesia mengekspor produk ke Amerika, maka Indonesia juga akan membeli produk-produk dari AS.
“Jadi saya menyatakan bahwa jika kami ingin menjual lebih banyak maka Indonesia harus membeli lebih banyak. Dan ini merupakan komitmen kami atas perpanjangan GSP yang diterima Indonesia,” kata dia.
“Kami menjual lebih banyak, kami harus membeli lebih banyak. Inilah kenapa saya menyebut Amerika dan Indonesia sebagai the old new best friend,” sambung Lutfi.
Sebelumnya, American Chamber of Commerce (AmCham) Indonesia dan The U.S. Chamber menunjukkan bahwa selama bertahun-tahun, kinerja hubungan ekonomi Indonesia-AS tercatat buruk.
Misalnya, meskipun Indonesia memiliki ekonomi USD 1,1 triliun, ekspor AS ke Indonesia tahun lalu kurang dari USD 8 miliar, dan di bawah negara-negara yang jauh lebih kecil seperti Peru dan Republik Dominika.
Sementara impor AS dari Indonesia lebih besar, namun pada dasarnya tetap datar selama beberapa tahun terakhir. Bahkan di tengah ketegangan perdagangan AS-China, dimana seharusnya membuka peluang bagi Indonesia untuk memposisikan diri sebagai pemasok alternatif dan meningkatkan ekspornya ke AS.
Advertisement