Liputan6.com, Jakarta - Harga emas tergelincir pada hari Jumat setelah tiga hari naik karena rebound dolar mengimbangi dukungan dari harapan paket stimulus fiskal AS.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (19/12/2020), harga emas di pasar spot turun 0,1 persen menjadi USD 1.883,39 per ounce. Emas berjangka AS turun 0,1 persen menjadi USD 1.889,30 per ounce.
Dengan infeksi virus Corona yang kembali ke rekor tertinggi baru di seluruh Amerika Serikat, tekanan meningkat pada anggota parlemen untuk memberikan lebih banyak bantuan pada waktunya untuk tenggat waktu pada Jumat.
Advertisement
“Harga emas telah melekatkan dirinya sepenuhnya pada negosiasi paket stimulus. Pasar akan reli jika ada momentum positif untuk mencapai kesepakatan stimulus, dan jika ada indikasi penundaan, emas akan mundur," kata Jeffrey Sica, pendiri Circle Squared Alternative Investments.
"Setelah stimulus disetujui secara keseluruhan, saya mengantisipasi emas akan naik secara substansial karena ini adalah paket stimulus besar-besaran," tambahnya.
Logam mulia masih naik sekitar 2,5 persen untuk minggu ini dan berada di jalur untuk kenaikan mingguan ketiga berturut-turut.
Perbankan atas janji Federal Reserve AS untuk terus mengalirkan uang tunai ke pasar keuangan dan mempertahankan suku bunga rendah sampai pemulihan ekonomi AS aman, emas mencapai puncaknya sejak 16 November pada hari Kamis.
“Fokus utama adalah ekspektasi bahwa kami akan mendapatkan kesepakatan stimulus,” kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA.
"The Fed akan tetap akomodatif, dan Kongres akhirnya akan memberikan beberapa stimulus, dan lintasan virus saat ini akan menjamin lebih banyak stimulus setelah pemerintahan Biden mengambil alih."
Indeks dolar rebound dari level terendahnya lebih dari dua tahun, membuat harga emas lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Simak Prediksi Harga Emas Jelang Akhir 2020, Bakal Lebih Mahal?
Harga emas tengah menghadapi resistensi yang kuat di level USD 1.850. Analis menilai, level harga emas akan sampai ke USD 1.925 per ons pada perdagangan akhir 2020. Hal ini akan sangat dipengaruhi oleh stimulus fiskal AS yang saat ini masih belum jelas.
Dilansir dari laman Kitco News, Minggu (14/12/2020), co-direktur Walsh Trading Sean Lusk menyebutkan bahwa, berdasarkan historis pola perdagangan emas, salah satu waktu terbaik untuk harga emas adalah dari pertengahan Desember hingga Hari Valentine (Februari).
“Level USD 1.880-USD 1.900 masih menjadi resistensi kunci untuk emas,” kata Lusk.
Dalam hematnya, saat ini, harga emas berhasil menahan level USD 1.830. Artinya, logam tersebut naik 20 persen sejak awal tahun.
Hingga akhir tahun, Lusk memperkirakan harga emas cenderung lebih tinggi. "Ini akan menjadi proses yang lambat hingga akhir tahun karena kami menuju USD 1.850- USD 1.900,” kata dia.
5 Hal yang akan Mempengaruhi Harga Emas Pekan Ini
Selain momentum Natal dan Tahun baru, ada lima hal yang harus diperhatikan minggu depan yang dapat berdampak signifikan pada pasar emas. Antara lain: rekor kematian akibat covid-19 di AS, stimulus fiskal, kekacauan Brexit, pertemuan kebijakan moneter Federal Reserve, dan data makro.
Direktur perdagangan global Kitco Metals, Peter Hug masih melihat peluang untuk emas mencapai USD 1.925 per ounce pekan depan jika emas bisa bertahan di atas USD 1.850 per ounce.
Di sisi lain, Hug melihat saat ini AS sedang berada dalam tekanan untuk segera meloloskan stimulus USD 900 miliar akiba angka covid-19 yang terus meningkat. Sementara, derik-detik terakhir negosiasi Brexit selama akhir pekan ini juga menambah lapisan ketakutan yang menguntungkan emas.
"Pagi ini, Anda mendapat dukungan di level USD 1.825, dan itu melonjak, kemudian Boris Johnson mengumumkan bahwa kemungkinan Inggris akan meninggalkan UE tanpa kesepakatan perdagangan. Itu akan menciptakan beberapa masalah keuangan antara Inggris dan UE di tahun baru. Ini telah memicu ketakutan dan merupakan katalisator untuk emas, "jelas Hug.
Adapun batas waktu negosiasi akan berakhir pada hari Minggu. Namun ekonom melihat ada kemungkinan untuk diperpanjang. "Ada anggapan umum bahwa pembicaraan bisa berlanjut hingga minggu depan (pekan ini)," kata ekonom pasar berkembang ING James Smith.
Yang tak kalah penting, yakni peristiwa makro terbesar di AS minggu depan adalah pertemuan kebijakan moneter Federal Reserve pada hari Rabu.
"Mengingat situasi ini, Federal Reserve akan mempertahankan bias dovish dan terus menekankan perlunya dukungan fiskal yang sedang berlangsung," kata kepala ekonom internasional ING James Knightley.
Hug juga mencatat bahwa Fed akan tetap sangat akomodatif dan mungkin menekankan perlunya lebih banyak stimulus fiskal.
Advertisement