Liputan6.com, Jakarta - Akibat kekalahan sengketa pajak senilai Rp 3,06 triliun, harga saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) (PGAS) Auto Reject Bawah (ARB) di hari pertama perdagangan bursa tahun 2021.
Di menit awal perdagangan sesi I Senin (4/1), harga saham PGN anjlok ke posisi Rp 1.540 per saham, alias turun 6,95 persen dari penutupan akhir tahun lalu.
Baca Juga
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menjelaskan, sengketa ini bermula pada kasus pajak 2012 silam. Dimana saat peninjauan kembali di Mahkamah Agung, PGN telah dinyatakan menang.
Advertisement
“Sebelumnya sudah ada juga peraturan keluar dari direktur peraturan pajak bahwa objek pajak tersebut yang dipermasalahkan tersebut sebenarnya bukan lah objek pajak, ini sudah mereka akui sekitar 2014-2017,” ujar Arya dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Senin (4/1/2021).
Untuk itu, Kementerian BUMN akan membicarakan hal ini dengan Kementerian Keuangan. Selanjutnya, Kementerian BUMN akan meminta PGN untuk melakukan langkah hukum berkelanjutan.
“Kami akan minta untuk PGN melakukan langkah-langkah hukum. Langkah ini misalnya melakukan langkah hukum PK 2 namanya, itu memungkinan karena sudah diakui bahwa ini bukan objek pajak,” kata Arya.
Menurutnya, hal ini bisa dilakukan karena selama ini PGN tidak mengutip pajak terhadap konsumen yang membeli gas tersebut. Sehingga ini bukan merupakan objek pajak.
“Kalau misalnya PGN itu mengutip pajak dari konsumennya, tidak membayar kepada negara untuk pajaknya, mungkin PGN-nya salah. Tapi ini karena memang bukan objek pajak. Sehingga PGN tidak mengutip pajak. Jadi ini bukan soal bayar pajak, tapi soal apakah objek tersebut objek pajak atau bukan,” jelas dia.
Lebih lanjut, Arya optimis PGN tidak akan merugi atas kasus ini. Sebab ia yakin Kementerian Keuangan juga akan memberi dukungan untuk penyelesaian sengketa pajak ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PGAS Terkena Sengketa Pajak Rp 3,06 Triliun
Saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) merosot 6,95 persen di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat pada Senin, (4/1/2021). Hal ini seiring ada masalah sengketa pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak.
Saham PGAS melemah 6,95 persen ke posisi Rp 1.540 per saham. Saham PGAS berada di level tertinggi 1.585 dan terendah 1.540 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 77.844 kali dengan volume perdagangan 7,91 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 1,2 triliun.
Adapun pada keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), 30 Desember 2020, manajemen PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memberikan penjelasan kepada bursa mengenai sengketa pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atas transaksi tahun pajak 2012 dan 2013.
Mengutip keterbukaan informasi ke BEI, dampak dari putusan MA terkait permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), perseroan berpotensi kewajiban membayar pokok sengketa sebesar Rp 3,06 triliun. Namun, perseroan belum menerima salinan putusan MA sesuai prosedur yang ditetapkan dalam UU Mahkamah Agung.
"Perseroan memiliki potensi kewajiban membayar pokok sengketa sebesar Rp 3,06 triliun ditambah potensi denda. Namun demikian, perseroan tetap berupaya menempuh upaya-upaya hukum yang masih memungkinkan untuk memitigasi putusan MA tersebut," tulis Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Gas Negara Tbk, Rachmat Hutama.
Oleh karena itu, perseroan akan mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderak Pajak (DJP) terkait penagihan pajak agar dilakukan setelah upaya hukum terakhir sesuai peraturan perundang-undangan dengan pembayaran melalui diangsur/cicilan dan mekanisme lainnya.
Dengan demikian, perseroan dapat mengatasi kesulitan keuangan. Perseroan juga dapat melaksanakan bisnis ke depannya dengan termasuk menjalankan penugasan pemerintah.
Pada laporan keuangan per 30 September 2020, perseroan belum membukukan dan membentuk pencadangan atas nilai sengketa .
Hal ini lantaran pada saat penyusunan laporan itu, perseroan masih memiliki keyakinan perseroan dapat memenangkan perkara yang disengketakan atas dasar pertimbangan pengadilan pajak telah mengabulkan seluruh permohonan perseroan yang didukung dengan penegasan Direktorat Jenderal Pajak melalui:
a.Surat DJP Nomor:S-470/WPJ.19/KP.0307/2009 pada 19 Agustus 2009 yang menegaskan gas bumi yang dijual perseroan merupakan barang hasil pertaimbangan yang tidak dikenai PPN.
b.Surat DJP Nomor:S-2/PJ.02/2020 pada 15 Januari 2020 yang menegaskan kegiatan mengalirkan gas bumi dalam rangka penjualan gas bumi kepada pelanggan merupakan satu kesatuan kegiatan menyerahkan gas bumi yang tidak dikenai PPN.
c.Tagihan pajak atas sengketa yang sama untuk periode 2014-2017 telah dihapus oleh DJP.
Advertisement
PGN Evaluasi
Perseroan memperoleh informasi ada putusan PK melalui website MA pada 18 Desember 2020 setelah laporan keuangan perseroan per 30 September 2020 disampaikan ke OJK.
“Saat ini perseroan sedang mengevaluasi dan menyiapkan upaya hukum yang akan ditempuh yang pelaksanaannya akan dilakukan setelah menerima Salinan Putusan PK secara resmi sesuai prosedur yang ditetapkan UU Mahkamah Agung,”tulis Rachmat.
Selain itu, perseroan juga memiliki sengketa pajak dengan pokok perkara yang sama yaitu perbedaan penafsiran ketentuan PMK terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi untuk periode 2014-2017. DJP menerbitkan 48 SKPKB dengan nilai Rp 3,82 triliun.
Perseroan telah mengajukan upaya keberatan kepada DJP atas penerbitan 48 SKPKB periode 2014-2017 dengan hasil DJP mengabulkan seluruh permohonan keberatan perseroan dan membatalkan tagihan senilai Rp 3,82 triliun.