Harga Minyak Anjlok 2 Persen karena Kekhawatiran Pelemahan Permintaan China

Saat ini produsen minyak sedang menghadapi permintaan terbesar untuk menyeimbangkan antara penawaran dan permintaan. Hal tersebut karena adanya dua sentimen yang saling tarik menarik.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 16 Jan 2021, 08:50 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2021, 08:45 WIB
Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun lebih dari 2 persen pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Pelemahan ini terjadi karena adanya kekhawatiran permintaan dari China melemah akibat kebijakan lockdown.

Di awal perdagangan sebenarnya harga minyak sempat naik karena data impor yang menguat dari Amerika Serikat (AS), dan rencana negara tersebut untuk mengeluarkan paket stimulus yang lebih besar.

Mengutip CNBC, Sabtu (16/1/2021), harga minyak mentah Brent turun USD 1,32 atau 2,34 persen menjadi USD 55,10 per barel, setelah sebelumnya sempat naik 0,6 persen.

Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup melemah USD 1,21 atau 2,26 persen ke level USD 52,36 per barel, setelah sempat naik lebih dari 1 persen pada sesi sebelumnya.

Dua harga acuan minyak ini sempat mencapai level tertinggi dalam hampir setahun tetapi kemudian menuju penurunan mingguan pertama dalam tiga pekan.

Saat ini produsen minyak sedang menghadapi permintaan terbesar untuk menyeimbangkan antara penawaran dan permintaan. Hal tersebut karena adanya dua sentimen yang saling tarik menarik.

Kedua sentimen tersebut adalah peluncuran vaksin Covid-19 di beberapa negara yang diperkirakan bisa memulihkan ekonomi global. Namun sentimen lainnya adalah terjadinya kenaikan penderita Covid-19 secara besar-besaran sehingga mendorong kebijakan lockdown.

Sementara itu, dolar AS menguat sehingga juga memberikan tekanan kepada harga minyak.

Paket bantuan stimulus Covid-19 senilai hampir USD 2 triliun di AS yang diresmikan oleh Presiden Terpilih Joe Biden dapat meningkatkan permintaan minyak dari konsumen terbesar di dunia tersebut.

Namun beberapa analis mengatakan bahwa stimulus tersebut belum bisa menggerakan harga karena belum sepadan dengan pasokan minyak yang ada saat ini.

“Berbicara mengenai permintaan, Asia adalah satu-satunya brightspot,” kata analis Again Capital Management New York, John Kilduff.

“Penguncian baru ini yang sangat mencolok dilakukan di China yang menjadi jantung pertumbuhan ekonomi di Asia sehingga menekan permintaan. Ini masalah," tambah dia.

Impor minyak mentah ke China naik 7,3 persen pada 2020. Hal ini harga yang rendah mendorong negara tersebut untuk melakukan aksi penimbunan.

Tetapi China melaporkan jumlah kasus Covid-19 harian tertinggi dalam lebih dari 10 bulan pada hari Jumat. Hal ini membuat negara tersebut harus mengeluarkan lagi kebijakan lockdown di beberapa kota.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Harga Minyak Turun Imbas Kasus Covid-19 Dunia Melonjak

Ilustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

pada perdagangan sebelumnya, harga minyak sedikit berubah pada hari Rabu, didukung oleh penurunan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan.

Meski demikian, harga minyak tetapi di bawah tekanan karena meningkatnya kasus COVID-19 global mengancam permintaan bahan bakar global.

Dikutip dari CNBC, Kamis (14/1/2021), harga minyak mentah Brent turun 53 sen menjadi USD 56,05 per barel. Kenaikan sebelumnya membuat harga mencapai USD 57,42 per barel, terkuat sejak 24 Februari.

US West Texas Intermediate (WTI) menetapkan 30 sen, atau 0,6 persen lebih rendah pada USD 52,91 per barel.

Persediaan minyak mentah AS turun 3,2 juta barel dalam seminggu hingga 8 Januari menjadi 482,2 juta barel, melebihi ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 2,3 juta barel. Naiknya pasokan minyak ini karena penyuling meningkatkan produksi minyak mentah, Administrasi Informasi Energi mengatakan.

"Kenaikan kuat dalam aktivitas penyulingan telah menghasilkan penarikan persediaan minyak kelima berturut-turut, mendorong mereka ke level terendah sejak Maret lalu," kata Matt Smith, direktur riset komoditas di ClipperData.

Produksi minyak mentah naik 274.000 barel per hari pada pekan lalu, kata EIA.

Hal ini menambah optimisme atas pengetatan pasar, dimana Arab Saudi memotong pasokan minyak mentah pada Februari.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya