Penggunaan Energi Baru Terbarukan di Indonesia Masih Jauh dari Target

Bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih jauh dari target.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 28 Jan 2021, 13:05 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2021, 13:05 WIB
Pemanfaatan Tenaga Surya Sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif
Teknisi melakukan perawatan panel pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atap Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (6/8/2019). PLTS atap yang dibangun sejak 8 bulan lalu ini mampu menampung daya hingga 20.000 watt. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menyoroti bauran energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih jauh dari target. Dari target porsi EBT sebesar 23 persen pada 2025, realisasi pada 2020 baru mencapai 11 persen.

"Kita punya target, di tahun 2025 itu porsi energi baru terbarukan harus bisa mencapai 23 persen. Realisasi tahun 2020 baru mencapai 11 persen. Kemudian di 2050 kita harus bisa mencapai 31 persen," kata Arifin dalam sesi webinar, Kamis (28/1/2021).

Arifin mendesak agar target-target tersebut harus bisa dilaksanakan. Sebab pada saat bersamaan, negara-negara di Uni Eropa dan Jepang bisa bergantung pada sumber energi ramah lingkungan.

"Kita dengar baru-baru ini bahwa Eropa di tahun 2020 bauran energi terbarukan sudah paling besar di antara semua energi yang membaur. Kemudian juga kita sudah mendengar Jepang juga sudah memprogram di 2040 zero emission," tuturnya.

Di sisi lain, Indonesia dalam rencana jangka menengah ke depan disebutnya masih banyak mengandalkan sumber energi fosil seperti batu bara serta minyak dan gas bumi (migas).

Oleh karenanya, ia akan terus mendorong pemanfaatan EBT, dimana secara potensi Indonesia bisa mencapai 400 Giga Watt (GW) namun pemakaiannya baru 2,5 persen.

"Kita lihat kita memiliki yang terbesar adalah sumber dari surya, kemudian kita juga punya sumber dari angin, kita juga punya sumber dari air/hydro, selain juga kita punya sumber dari bioenergi yang juga terbarukan," tuturnya.

"Yang paling penting menurunkan emisi adalah bagaimana kita bisa mendorong, melaksanakan strategi pengembangan energi terbarukan," tandas Arifin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Capai EBT 23 Persen di 2025, Indonesia Harus Tambah Kapasitas 2-3 GW per Tahun

Pemerintah siapkan Target Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
Pekerja melakukan pengecekan panel surya di atas gedung di kawasan Jakarta, Senin (31/8/2020). Pemerintah tengah menyiapkan peraturan presiden terkait energi baru terbarukan dan konservasi energi agar target 23 persen bauran energi di Indonesia bisa tercapai pada 2045. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah telah menetapkan target bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23 persen pada tahun 2025. Hal ini juga telah tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Di sisi lain, capaian EBT Indonesia hingga 2020 baru berada di angka 11,51 persen. Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan dalam waktu 5 tahun saja.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengungkapkan, IESR memprediksi penambahan kapasitas EBT hanya mencapai 400 hingga 500 Mega Watt (MW) saja tahun 2021 ini.

"Menurut analisa IESR, untuk mencapai target bauran 23 persen di 2025, Indonesia harus menambahkan kapasitas EBT setiap tahun sekitar 2 hingga 3 tahun," ujar Fabby dalam konferensi pers daring, Senin (25/1/2021).

Adapun, kapasitas baru yang dimaksud berasal dari proyek panas bumi dan pembangkit listrik tenaga air. Dalam hal ini, pemerintah dinilai harus mempertimbangkan pengembangan EBT yang berpotensi besar seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) baik secara industri maupun rumah tangga agar dapat mendorong tercapai target bauran EBT yang dimaksud.

Menurut catatan Liputan6.com, Indonesia masih punya potensi energi surya sebesar 207,8 Giga Watt (GW), namun baru dimanfaatkan sebesar 150,2 MW peak atau 0,07 persen dari total keseluruhan potensi. Tentunya, sangat besar jika dibandingkan dengan energi fosil.

Transisi energi sendiri sudah semakin menjanjikan dari segi ekonomi. Kemajuan teknologi dan implementasi skala luas memungkinkan adanya penurunan biaya investasi EBT terutama pada PLTS dan PLT Bayu (angin).

"Dalam periode 2010-2019, harga panel surya dan turbin angin turun 89 persen dan 59 persen. Baterai Li-ion juga turun 89 persen, sehingga momentum ini harus segera dimanfaatkan," ujar Fabby.

Realisasi Pembangkit Listrik EBT Capai 10.467 MW di 2020

ESDM
PLTB ini bisa mengaliri listrik 360 ribu pelanggan 450 KV. Proyek ini bagian dari proyek percepatan pembangunan pembangkit 35.000 MW, sekaligus bagian dari upaya Pemerintah mencapai target bauran energi nasional 23 persen dari EBT pada 2025.

Kapasitas pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Sepanjang 2020 tercatat realisasi pembangkit listrik EBT telah mencapai 10.467 megawatt (MW). Bertambah jika dibandingkan 2019 yang sebesar 10.292 MW.

"Kapasitas pemgbangkit listrik energi baru terbarukan terus meningkat," kata Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2020 Dan Rencana Kerja Tahun 2021 secara virtual, Jakarta, Kamis (7/1/2021).

Adapun tambahan kapasitan pembangkit EBT berasal dari PLTA Poso sebesar 66 MW, PLTBm Merauke sebanyak 3,5 MW. PLTM Sion sebesar 12,1 MW dan 13,4 MW dari PLTS Atap. Di tahun 2021, Arifin menargetkan akan menambah pembangkit listrik EBT dengan kapasitas 12.009 MW.

Target ini dibuat pemerintah sebagai komitmen nasional dalam penurunan emisi sesuai UU No. 16 tahun 2016 tentang Pengesahan paris Agreement to UNFCCC. Termasuk dengan Perpres No. 61 tahun 2011 tentang RAN GRK, pemerintah menargetkan tahun 2024 mendatang target bauran penggunaan energi bersih mencapai 23 persen. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya