Liputan6.com, Jakarta - Era digital telah banyak membawa perubahan dalam kehidupan bermasyarakat. Termasuk dalam hal pemasaran (marketing), dimana aksi black campaign atau kampaye hitam secara virtual kerap dilancarkan untuk menjatuhkan suatu brand atau produk.
Pakar marketing Yuswohady menilai, kehadiran media sosial (medsos) seperti YouTube kini semakin memudahkan masyarakat untuk melancarkan kritikan langsung, baik yang bersifat membangun atau menjelekan terhadap sebuah brand atau produk.
Baca Juga
Namun, ia meminta brand untuk coba mempelajari dahulu kritikan tersebut dengan lebih seksama. Agar jangan sampai balasan yang dilayangkan menimbulkan kegaduhan, meskipun cibiran yang disampaikan merupakan black campaign dari pihak kompetitor.
Advertisement
"Dalam konteks brand itu banyak kasus juga. Youtuber itu banyak yang kritik tapi dibayar kompetitor, itu black campaign. Makanya musti brand itu bisa identifikasi apakah youtuber ini mau mendiskreditkan atau mau jujur dengan kompetensi yang dimiliki, atau dibayar kompetitor," kata Yuswohady kepada Liputan6.com, Sabtu (30/1/2021).
Yuswohady mengutarakan, suatu perusahaan sebaiknya tetap tenang jika menerima lontaran yang bersifat menjelekan. Namun jika itu telah dilakukan berulang kali dan meresahkan, perusahaan bisa saja membawanya ke ranah hukum.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Main hukum
Kendati begitu, Yuswohady mengimbau agar tidak coba bermain hukum. Sebab dampaknya di jangka panjang itu dapat merusak reputasi.
"Membawa ke ranah hukum itu alternatif yang paling terakhir sih, karena kalau sudah gitu nanti dampaknya lama, jauh, dan akan merusak reputasi brand," imbuh dia.
"Jadi misalnya ada orang dibayar kompetitor update terus-terusan ya dipantau aja. Jadi biasanya enggak sampai dibawa ke ranah hukum. Soalnya nanti kalau dibawa ke sana akan blunder, akan jadi bola liar," tambahnya.
Oleh karenanya, Yuswohady meminta suatu brand untuk lebih mencermati setiap kritikan atau cacian yang dilontarkan masyarakat di ranah medsos. Sebab belum tentu itu merupakan black campaign yang hendak menjatuhkan.
"Intinya secara umum brand enggak boleh marah dikritik. Kalau ada kritik dan itu mengganggu brand, mungkin dilihat motifnya itu, apakah betul-betul kritik membangun, mau mendiskreditkan, atau dibayar kompetitor," ujar Yuswohady.
Advertisement