BI Masih Kaji Kehadiran Mata Uang Digital Bank Sentral

Di tengah popularitas Bitcoin cs, muncul Central Bank Digital Currency (CDBC).

oleh Andina Librianty diperbarui 10 Feb 2021, 22:05 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2021, 22:04 WIB
Tukar Uang Rusak di Bank Indonesia Gratis, Ini Syaratnya
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Mata uang kripto terus menarik perhatian dengan nilainya yang kian melambung. Di tengah popularitas Bitcoin cs, muncul Central Bank Digital Currency (CDBC), yang sejak beberapa tahun belakangan digunakan untuk merujuk pada berbagai proposal terkait mata uang digital dari bank sentral.

Indonesia merupakan salah satu negara yang melirik CBDC. Namun, sampai saat ini masih dalam tahap pengkajian.

"CBDC semakin banyak diwacanakan di dunia kebanksentralan. Beberapa sudah masuk dalam taraf eksperimentasi," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, kepada Liputan6.com, Rabu (10/2/2021).

"BI sudah sejak beberapa tahun lalu melakukan kajian, khususnya pada area teknis menyangkut pilihan teknologi dan distribusi serta juga melihat dampak yang mungkin akan ditimbulkan pada dunia keuangan Indonesia," sambungnya.

Menurut Erwin, sambil melakukan kajian tersebut, BI sampai saat ini masih akan berkonsentrasi pada implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025.

"Ini untuk mendorong digitalisasi ekonomi dan keuangan Indonesia," tuturnya.

BSPI 2025 adalah arah kebijakan sistem pembayaran BI untuk menavigasi peran industri sistem pembayaran di era ekonomi dan keuangan digital.

Mengenai CBDC, CNBC melaporkan bahwa ini tidak menggantikan uang tunai dan bentuk alat bayar sah lainnya. Peran CBDC lebih dalam hal mendukung, bukan merusak stabilitas moneter dan keuangan.

 

Saksikan Video Ini

BI Tegaskan Bitcoin Cs Bukan Alat Pembayaran yang Sah di Indonesia

Bitcoin - Image by MichaelWuensch from Pixabay
Bitcoin - Image by MichaelWuensch from Pixabay

Mata uang kripto seperti Bitcoin dan Ethereum kian populer, tapi sejumlah negara masih melarang penggunaannya sebagai alat pembayaran termasuk di Indonesia. Uang kripto tersebut ditegaskan sampai saat ini tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran.

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan, pihaknya sampai saat ini tidak ada rencana membuat peraturan baru untuk mata uang kripto. Dalam regulasi yang telah ada pun, selain rupiah dilarang sebagai alat pembayaran di Tanah Air.

"UU No 7/2011 tentang Mata Uang sudah sangat jelas mengatakan bahwa mata uang yang sah di Indonesia hanya rupiah. Penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran dengan demikian tidak sah dan melanggar UU ini," ungkap Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, kepada Liputan6.com pada Rabu (10/2/2021).

Terkait dengan Central Bank Digital Currency (CBDC) pun, kata Erwin, BI sampai saat ini masih terus melakukan pengkajian. Dalam hal ini khususnya pada area teknis mengenai pilihan teknologi dan distribusi, serta dampak terhadap dunia keuangan Indonesia.

"BI sudah sejak beberapa tahun lalu melakukan kajian, khususnya pada area teknis menyangkut pilihan teknologi dan distribusi serta juga melihat dampak yang mungkin akan ditimbulkan pada dunia keuangan Indonesia," jelas Erwin.

Sambil melakukan kajian tersebut, sampai dengan saat ini BI masih berkonsentrasi pada implementasi Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia 2025. Blueprint ini bertujuan mendorong digitalisasi ekonomi dan keuangan Indonesia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya