Sri Mulyani Ingin Pajak Digital Segera Disepakati dalam G20, Ini Alasannya

Salah satu upaya meningkatkan basis pajak adalah mengincar pajak digital yang saat ini tengah berkembang.

oleh Liputan6.com diperbarui 18 Mar 2021, 19:23 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2021, 19:20 WIB
DJP Riau-Kepri Pidanakan 2 Pengemplang Pajak
Ilustrasi: Pajak Foto: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani ingin masalah pajak digital bisa segera disepakati secara global, terutama untuk negara G20. Langkah ini guna mendorong pendapatan negara agar bisa lebih tinggi.

Saat berdialog dengan Sekretaris Jenseral OECD Angel Gurria, Sri Mulyani mengakui saat ini basis pajak di Indonesia masih terbilang rendah. Maka itu diperlukan upaya lebih keras, sebab rasio perpajakan di Indonesia tercatat baru 11,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2018.

Salah satu upaya meningkatkan basis pajak adalah mengincar pajak digital yang saat ini tengah berkembang.

"Rasio pajak perlu ditingkatkan dan refrom perlu dilakukan. Saat ini kita mencari cara bagaimana memperdalam basis pajak. Dan diharapkan di forum G20 bisa tercapai ketentuan pajak digital ini sehingga bisa adil," kata dia dalam video conference, Kamis (18/3).

Dalam OECD Economic Survey of Indonesia 2021, disebutkan bahwa pandemi covid-19 telah menggarisbawahi perlunya tindakan segera untuk mengatasi pendapatan pajak Indonesia yang rendah. Terlebih rasio pajak Indonesia juga masih rendah.

"Dengan kurang dari delapan juta orang membayar pajak penghasilan pribadi, membuat rasio pajak terhadap PDB Indonesia hanya 11,9 persen pada 2018, jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 34,3 persen dan setengahnya lebih tinggi dari negara berkembang di G20," tulis OECD.

Oleh karena itu, OECD mengusulkan pemerintah bisa meningkatkan pendapatan pajak dari sektor properti yang baru menyumbang dua persen dari penerimaan. Upaya ini akan membantu mengatasi ketidaksetaraan kekayaan sambil berkontribusi pada anggaran pemerintah daerah.

"Meningkatkan tarif pajak tertentu, misalnya, untuk tembakau serta memperluas basis pajak, menutup celah dan meningkatkan kepatuhan pada pajak penjualan juga dapat membantu menopang pendapatan," lanjut OECD.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Asas Kesetaraan Jadi Alasan Sri Mulyani Tarik Pajak Digital

Pajak
Ilustrasi Foto Pajak (iStockphoto)

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan bahwa pemerintah akan menarik pajak untuk produk maupun transaksi digital. Langkah ini untuk menempatkan pelaku usaha konvensional dan pelaku usaha digital dalam level persaingan yang sama.

"Alasan pengenaan bea masuk diharapkan dapat memberikan suatu level playing field antara produk digital dan produk fisik," kata Sri Mulyani dalam International Conference on Digital Transformation in Customs, Jakarta, Selasa (16/3/2021).

Selama ini Sri Mulyani kerap mendapat keluhan dari pelaku usaha yang menjual produk tradisional, konvensional yang menjalani bisnis secara fisik. Mereka mengira pelaku bisnis digital tidak dikenakan pajak seperti pengusaha fisik lainnya.

"Mereka memiliki persepsi bahwa produk digital dan proses bisnis digital tidak dikenakan pajak sebagaimana mestinya, tidak seperti keberadaan mereka sendiri yang secara fisik dapat diidentifikasi," papar Sri Mulyani.

Beberapa produk seperti film impor, video game, lagu, dan berbagai produk digital lainnya juga dituntut memiliki perlakuan yang sama. Termasuk juga buku impor atau ke dalam fisik impor yang dinikmati oleh orang Indonesia.

Untuk itu, pemerintah membuat kebijakan tarif pajak bagi usaha digital demi menghadirkan persaingan yang adil bagi para pelaku usaha.

"Jadi bagi kami sebagai pembuat kebijakan, tantangan yang perlu ditangani agar kami dapat menciptakan lapangan bermain yang adil bagi semua pemain," katanya.

Selain itu, Pemerintah juga memiliki alasan pengenaan bea masuk barang digital yang disimpan melalui transmisi elektronik. Ini dilakukan untuk menghindari potensi kerugian bagi pendapatan pemerintah.

"Seperti banyak dari sekarang yang berubah menjadi ekonomi digital dan transaksi digital, basis pajak konvensional dari ekonomi akan dapat melakukannya," kata dia.

Itulah alasan pemerintah harus bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan tren dan menetapkan aturan yang sama. Meskipun aturan tersebut dituntut agar bisa lebih efisien dan sederhana agar tidak mengganggu.

"Apa yang berubah menjadi transaksi yang lebih efisien, tetapi pada saat yang sama masih dapat terus membangun lapangan bermain yang adil dan kebijakan yang adil," kata Sri Mulyani mengakhiri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya